By: Hayati Syafri

Semua kenangan ini melintas dipikiran umi. Faruq yang awalnya menginformasikan kegiatan market day nya di sekolah dan jadwalnya berbenturan dengan kegiatan umi akhirnya berakhir dengan kenangan lampau yang menggiring umi untuk segera memutuskan. "Terlalu banyak hutang pengasuhanku terhadap Faruq", bisik umi. " Sejak Faruq mondok, pertemuan kami menjadi sangat jarang. Cuma sekali sebulan. "Haruskah pertemuan yang sedikit ini umi korbankan juga untuk melakukan hal lainnya", fikir umi membantin.

Abi tetap dengan sabar menunggu. Keputusan yang bebas dari tuntutan. Satu kalimat abi membuat umi semakin mantap mengambil keputusan. "Kalau pergi gak ada umi itu gak enak", respon abi sekenanya. Kalimat itu yang akhirnya membuat umi mantap memutuskan untuk pergi bersama abi melihat Faruq.

Banyak suami saat ini yang menyerahkan keputusan ditangan istrinya karena tidak ingin membebani. Padahal mereka punya hak untuk memutuskan. Itulah suatu pengorbanan dan cinta sejati yang sering abi lakukan untuk umi. Sudah sangat banyak keputusan umi yang akhirnya mengorbankan banyak waktu yang harusnya terluang bersama keluarga. Namun abi sangat berlapang dada menjadi pangeran yang selalu siap mendukung kegiatan dan keinginan umi serta memudahkan semua urusan umi.

Apa lagi yang harusnya menjadi dilema. Selagi keluarga adalah prioritas maka kenapa harus ragu. Jika setiap istri menjadikan keluarga sebagai prioritas maka keharmonisan itu akan selalu terjaga.