BALADA FINGERPRINT dan EMAK-EMAK PEMBALAP
“Hati-hati di jalan lho Buk, tidak usah ngebut-ngebut”. Kalimat inilah yang selalu dipesankan oleh suami tercinta setiap kali aku akan berangkat ke sekolah. Yah, memang semenjak ada fingerprint aku harus berangkat lebih awal dan memacu sepeda motor lebih kencang dari biasanya.
Akhir-akhir ini fingerprint memang sedang menjadi buah bibir di kalangan Pegawai Negeri Sipil. Setiap pegawai diwajibkan untuk memindai dan merekam sidik jarinya. Dengan keberadaan kotak fingerprint ini di masing-masing instansi, diharapkan para pegawai lebih disiplin dalam kehadiran baik saat datang maupun pulang.
Sebetulnya tidak ada yang menakutkan dari kotak fingerprint. Dia hanyalah sebuah kotak yang dilengkapi scanner sidik jari. Dia juga tidak bisa marah atau teriak, tetapi entah mengapa benda ini mampu menjelma bak monster yang sangat menyeramkan bagi para pegawai terutama bagi emak – emak guru.
Bagaimana tidak? Emak-emak gurulah yang paling terdampak oleh keberadaan fingerprint. Mereka dituntut untuk tiba di sekolah tepat waktu. Sementara itu, mereka juga harus menyelesaikan pekerjaan rumah terlebih dahulu. Memang sih, perempuan terlahir sebagai makhluk multitasking yang mampu menyesaikan beberapa pekerjaan pada waktu bersamaan. Tetapi dengan waktu yang terbatas, fingerprint menjadi pressure bagi mereka agar bisa on time dan tidak terlambat tiba di sekolah.
Dampaknya, mereka akan berangkat ke sekolah dengan terburu-buru. Ngebut kadang menjadi solusinya. Setiap detik menjadi sangat berharga. Sering kujumpai emak-emak guru yang berangkat ke sekolah dengan wajah cemas dan tegang karena takut terlambat. Alhasil, speedometer dengan pasrah menjadi saksi kepanikan mereka.
Parahnya lagi mereka sering mengabaikan keselamatan diri mereka sendiri dan orang lain. Tidak peduli jalan ramai, jalan rusak, jalan bergelombang, lampu merah atau bahkan kereta lewat sekalipun, fingerprint tetap menjadi prioritas utama. Dahsyat! Ternyata fingerprint telah melahirkan pembalap dadakan. Fingerprint, ooohh … fingerprint!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lebih keren Marquez, kan? Tapi tulisannya keren banget
Terima kasih Pak Leck Murman sudah menyemangati kami untuk jadi guru penulis. Bimbingan dan support dari Pakdhe selalu kunantikan. Btw, Rossi terasa lebih legend daripada Marquez tho Pakdhe.
Semangat, Bu Guru Rossiatun. Hahaha....
Kalo dibikin novel "Panggil Aku Rossiatun" cocok pora Bu Fit? Hahaha...
He..he..sama seperti yang setiap pagi saya alami. Kadang sudah jadi pembalappun si finger print tetap menunjukkan angka yg tidak diharapkan alias telat
Hehe...Iya Mbak. Fingerprint secara tidak langsung telah memaksa emak-emak jadi pesaing Valentino Rossi.
Kereeeenn. Hanya kata itu yg bskuutarakan utk bu Hayy...
Kereeeenn. Hanya kata itu yg bskuutarakan utk bu Hayy...
Makasih bu. Ini buat pemanasan sblm nulis buku. Hehe...
Masih plus mbakyu ga hanya jd pembalap tp juga ignorant lho. Lha gmn tidak lihat murid jatuh di jalan cuek, yg penting finger dulu. Dunia. . . Oh dunia. . . .
Hahaha... Betul betul betul. Ngeri ngeri sedap pokoke!