HELLEN NOVIA

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

JaelaniTantanganMenulisGurusianaHari ke-2

Kepala Jae pusing terpapar terik matahari siang. Angin pun seolah enggan bertamu di wajahnya. Panas tanpa harapan sepoi sedikit pun. Udara begitu padat sepadat hatinya yang ingin dia tumpahkan. Namun, entah kepada siapa. Sesak sekali. Peristiwa itu sangat membekas tak bisa lagi dilindas bahagia. Tak mungkin ada air mata. Bagi Jae itu sangat pantang. Jika pun menetes hanya di malam hening saja bulir-bulir itu jatuh dengan deras. Malam ketika bermunajat kepada Allah, mengingat salah dan dosanya kepada ibu tercinta.

Jae berjalan tergesa tak tentu arah. Dia tidak tahu kemana dan dimana dia harus berhenti. Tiba-tiba langkahnya terhenti badannya terperosok ke bawah. Kakinya tak bisa lagi melangkah. Terasa berat. Dia berusaha menarik kakinya dari lubang got segi empat. Jae menjerit namun tidak ada yang peduli. Kakinya luka tertusuk paku. Perih.

Jae berhasil bangkit. Bawahannya kotor. Dari kejauhan terlihat kubah emas berkilauan memberi harapan kepadanya. Jae sedikit tersenyum. Namun, senyumannya terhenti ketika sudut bibir dan wajah putihnya menyatakan luka. Jae berjalan lebih kencang agar cepat sampai. Dia berencana membersihkan diri dan beristirahat sejenak.

“Astagfirullah. Ada apa ini Da?”

Jae tidak kuasa menjawab. Marbot muda paham lantas membantu Jae masuk ke salah satu ruangan di samping masjid.

“Disini saja! Aku kotor. Aku mau bersihkan dulu. Bisa pinjamkan sarung?”

“Tentu!”

Marbot muda menyerahkan sarung. Jae pun berlalu ke toilet laki-laki. Selang beberapa saat Jae keluar. Kini dia memakai sarung. Rambutnya sudah diseka. Wajahnya tak lagi kotor. Hanya saja lukanya masih mengeluarkan darah. Bajunya belum bisa dia ganti.

“Baju uda kotor. Kalau uda mau, boleh pakai baju awak.”

“Terimakasih. Nanti saja.”

“Tidak apa-apa Da. Pakailah!”

Jae mengganti bajunya. Tubuhnya terasa lebih segar dengan pakaian bersih tersebut.

“Uda terlihat pucat. Apakah uda sudah makan?”

“Belum.”

“Tunggu sebentar ya Da.”

Marbot muda berlalu keluar kamar. Tidak lama kemudian dia kembali dengan sebungkus nasi.

“Makanlah Da.”

Tanpa menunggu lama Jae menerima tawaran marbot muda. Tidak lupa membaca doa sebelumnya Jae pun melahap nasi bungkus tersebut.

“Dimana kamu membeli nasi ini? Cepat sekali kembalinya.”

“Itu nasi bungkus gratis Da. Di depan masjid ada etalase tempat nasi bungkus gratis. Siapa saja boleh menaruh dan mengambil.”

Fikiran Jae berkelana ke beberapa hari yang lalu. Tepatnya hari Jum’at Jae menaruh sepuluh nasi bungkus di etalase masjid dekat rumahnya. Semua itu dia lakoni atas permintaan sang ibu.

Semoga bermanfaat bagi pembaca budiman.

Keep stay tuned in this blog!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terutama bagi penulis pribadi

02 Mar
Balas

Sedekah sebagai penolong kita

02 Mar
Balas

Benar bu.

02 Mar

Benar bu.

02 Mar

Pembelajaran dari Jae..dan itu nyata di tempat saya..disini jg terjadi...trimakasih bu..salam.

03 Mar
Balas

Yang mana yang nyata pak

03 Mar

Pembelajaran buat kita..

02 Mar
Balas

Terutama bagi penulis sendiri pak

03 Mar



search

New Post