Sayuti adalah seorang pemuda tampan, mapan dan terpelajar. Dia ingin menikah tapi tak kunjung bertemu jodoh. Pada suatu ketika Nilam, adiknya membawa seorang teman ke rumah. Dia adalah Salima, gadis desa yang cantik majelis. Banyak pemuda ingin mempersuntingnya, tapi tidak satupun yang berhasil mengambil hati gadis berkerudung itu. Katanya, dia ingin berjodoh dengan pemuda sholeh. Melalui perantara Nilam, Salima bertemu dengan Sayuti. Merekapun saling tertarik dan memutuskan akan segera menikah.

Seminggu setelah bertunangan, Sayuti pergi ke Jawa. Dia hendak menemui mamak tertua, memberi kabar tentang rencana pernikahannya. Sayutipun berangkat. Selang beberapa hari, pemuda tampan itu kembali ke kampung. Dia mengantongi restu dan sejumlah uang untuk biaya pesta. Tidak sia-sia perjalanan Sayuti.

Sayuti memasuki gerbang kampung dengan suka cita. Wajahnya berseri dan langkah kakinya mantap. Dia memanggul tas kain berwarna biru tua. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Bumi serasa berguncang. Dadanya sesak. Wajahnya tampak putus asa. Di gerbang halaman rumah Salima sudah berdiri dua marawa yang melambai-lambai ditiup angin. Hati Sayuti semakin panas. “Astaghfirullah”. Dia menyabarkan diri. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah papan karangan bunga. Disana tertulis, “Selamat atas pengukuhan penghulu adat.

Note:

marawa=bendera adat di Minangkabau

Sumber Foto:

https://id.quora.com/Apa-bentuk-bendera-daerah-atau-budaya-setiap-provinsi-di-Indonesia-Bagaimana-sejarah-dan-makna-bendera-tersebut