Asal Usul Aksara Jawa
Masih tentang keunikan suku Jawa, kali ini saya akan mengulas tentang asal usul aksara jawa.
Aksara Jawa menjadi bagian dari pelajaran bahasa Jawa sebagai muatan lokal di Kotaku ( Kota Batu). Mempelajari aksara Jawa tidaklah mudah, selain harus menghafal bentuknya, abjad yang unik ini juga memiliki aturan aturan yang harus dihafalkan. Seperti pangkon, wulu, aksoro Wondo, yang semuanya memerlukan keahlian khusus dalam mempelajarinya.
Aksara Jawa (Hanacaraka) merupakan salah satu aksara yang ada sejak tahun, 78 Masehi, bahkan 500an tahun sebelum Nabi Muhammad menerima Wahyu pertama. Jika demikian budaya literasi orang Jawa sudah tumbuh jauh sebelum ada perintah Iqro'.
Itulah perlunya kita mempelajari dan melestarikan aksara Jawa. Mempelajari sejarah penemuannya, filosofi dan maknanya dalam kehidupan sehari hari.
Dari manakah asala kata hanacaraka? Bagaimana asal mula munculnya aksara tersebut?apa maknanya filosofinya?, Mari kita simak bersama dalam resensi berikut:
Aksara Hancaraka sebenarnya diambil dari lima aksara pertama dalam aksara Jawa: “hana caraka”. Aksara Jawa sendiri berjumlah dua puluh aksara, yaitu:
“ha na ca ra ka – da ta sa wa la – pa dha ja ya nya – ma ga ba tha nga” .Asal mula aksara jawa hanacaraka adalah sebagai berikut:
Dahulu kala, di sebuah kerajaan Medhangkamulan, bertahtalah seorang raja bernama Dewata Cengkar. Atau terkenal dengan nama Prabu Dewata Cengkar. Seorang raja yang sangat rakus, bengis, tamak, dan suka memakan daging manusia. Karena kegemarannya memakan daging manusia, maka secara bergilir rakyatnya pun dipaksa menyetor upeti berwujud manusia.
Mendengar kebengisan Prabu Dewata Cengkar, seorang pengembara bernama Aji Saka bermaksud menghentikan kebiasaan sang raja. Aji Saka mempunyai 2 orang abdi yang sangat setia bernama Dora dan Sembada. Dalam perjalanannya ke kerajaan Medhangkamulan, Aji Saka mengajak Dora, sedangkan Sembada tetap ditempat karena harus menjaga sebuah pusaka sakti milik Aji Saka. Aji Saka berpesan kepada Sembada, agar jangan sampai pusaka itu diberikan kepada siapapun kecuali aku (Aji Saka).
Setelah beberapa waktu, sampailah Aji Saka di kerajaan Medhangkamulan yang sepi. Rakyat di kerajaan itu takut keluar rumah, karena takut menjadi santapan lezat sang raja yang bengis. Aji Saka segera menuju istana dan menjumpai sang patih. Dia berkata kalau dirinya sanggup dan siap dijadikan santapan Prabu Dewata Cengkar.
Tibalah pada hari dimana Aji Saka akan dimakan oleh Prabu Dewata Cengkar. Sebelum dimakan, sang prabu selalu mengabulkan 1 permintaan dari calon korban. Dan Aji Saka dengan tenang meminta tanah seluas syurban kepalanya. Mendengar permintaan Aji Saka, Prabu Dewata Cengkar hanya tertawa terbahak-bahak, dan langsung menyetujuinya. Maka dibukalah kain syurban penutup kepala Aji Saka.
Aji Saka memegang salah satu ujung syurban, sedangkan yang lain dipegang oleh Prabu Dewata Cengkar. Aneh, ternyata syurban itu seperti mengembang sehingga Dewata Cengkar harus berjalan mundur, mundur, dan mundur hingga sampai di tepi pantai selatan. Begitu Dewata Cengkar sampai di tepi pantai selatan, Aji Saka dengan cepat mengibaskan syurbannya sehingga membungkus badan Dewata Cengkar, dan menendangnya hingga terjebur di laut selatan. Tiba-tiba saja tubuh Dewata Cengkar berubah menjadi buaya putih. “Karena engkau suka memakan daging manusia, maka engkau pantas menjadi buaya, dan tempat yang tepat untuk seekor buaya adalah di laut” demikian kata Aji Saka.
Sejak saat itu, Kerajaan Medhangkamulan dipimpin oleh Aji Saka. Seorng raja yang arif dan bijaksana. Tiba-tiba Aji Saka teringat akan pusaka saktinya, dan menyuruh Dora untuk mengambilnya. Namun Sembada tidak mau memberikan pusaka itu, karena teringat pesan Aji Saka. Maka terjadilah pertarungan yang hebar diantara Dora dan Sembada. Karena memiliki ilmu dan kesaktian yang seimbang, maka meninggallah Dora dan Sembada secara bersamaan.
Aji Saka yang teringat akan pesannya kepada Sembada, segera menyusul. Namun terlambat, karena sesampai di sana, kedua abdinya yang sangat setia itu sudah meninggal dunia. Untuk mengenang keduanya, maka Aji Saka mengabadikannya dalam sebuah Aksara / huruf yang bunyi dan tulisannya :
Makna Aksara Jawa :
Ha Na Ca Ra Ka (ono utusan = ada utusan)
Da Ta Sa Wa La (padha kekerengan = saling berkelahi)
Pa Da Ja Ya Nya (padha digdayane = sama-sama saktinya)
Ma Ga Ba Tha Nga (padha nyunggi bathange = saling berpangku saat meninggal).
Jadi filosofi dari honocoroko adalah,
Ha-Na-Ca-Ra-Ka artinya adalah ”utusan” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasad manusia. Hal ini menunjukkan adanya pencipta (Tuhan), ciptaan (manusia), dan tugas yang diberikan Tuhan kepada manusia.
Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan "data" atau saatnya dipanggil tidak boleh "sawala" atau mengelak. Dalam hidup ini manusia harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya menunjukkan menyatunya zat pemberi hidup (Ilahi) dengan yang diberi hidup (makhluk). Makna filosofisnya, setiap batin manusia pasti sesuai dengan apa yang diperbuatnya.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan . Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
Sumber: https://www.google.nl/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/01/23/hanacaraka-dan-makna-bijak-di-baliknya/amp&ved=2ahUKEwjV58LGiK_rAhVRyDgGHb2IC3cQFjAAegQIARAB&usg=AOvVaw05xEhH3FTyCV0MXEQf0yBR&cf=1
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar