Helminawati Pandia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Namaku Manda

Namaku Manda

#Tagur Hari-26

#part13

Nisa menatapku tak percaya. Semua ceritaku tentang Agung membuat perasaan cemburu menyeruak didadanya. Ya, aku tahu kalau sahabatku yang paling setia ini menaruh hati kepada keponakan bibik kantin itu. Tapi sayang sekali aku terlambat mengetahuinya.

Aku baru ingat dia sering mengatakan ada cowok ganteng di kantin sekolah yang menjadi incarannya. Sering sekali matanya berbinar-binar saat menceritakan sang pujaan hatinya. Itu pula alasan dia rajin mengajak aku ke kantin sekolah, hanya untuk menikmati wajah sang pujaan walau hanya dengan tatapan. Sayangnya aku tidak pernah memperdulikan itu. Aku lebih sibuk dengan perasaanku sendiri bersama Damarku.

Aku juga tidak menyadari tentang perasaan Nisa yang bertepuk sebelah tangan. Agung tidak pernah membalas perasaan Nisa, jangankan membalas, mencoba mengenal Nisa saja dia tidak berhasrat. Namun Nisa tidak pernah patah semangat. Sampai kejadian dikantin waktu itu, saat Agung menatap kearah kami, dan meminta no hapeku. Nisa berharap tatapan itu adalah untuknya.

Nisa masih berharap, Agung membalas perasaannya. Dan pagi ini, semua harapannya pupus. Saat kujelaskan padanya tentang hubungan yang telah kami rajut, antara aku dan Agung. Oh, ya. Antara aku, Agung dan Damar. Tapi Nisa tidak perlu tahu masalah Damar. Seperti halnya Agung yang sama sekali tidak sadar akan adanya Damar diantara hubungan kami.

"Bagaimanakah.....caraku selanjutnya ketika cintamu menghilang sesudahnya," suara merdu Cinta Kuya lewat gawaiku mecairkan suasana tegang antara aku dan Nisa.

Kulirik layar gawaiku. Tertera jelas disana siapa yang memanggilku. Agung. Dan Nisa juga bisa membaca itu. Aku ragu untuk mengangkatnya. Aku takut melukai perasaan Nisa. Tapi tiba-tiba gadis yang sebenarnya manis namun bergaya tomboi itu tersenyum lebar.

"Kenapa gak dijawab? Jawab aja kali! Kasihan tuh, dia nahan rindu sama kamu."

"Tapi, Nis. Kamu...." suaraku tersendat tak percaya.

"Awalnya aku kaget, tapi setelah aku pikiri, aku ternyata lebih bahagia kalau Agung milih kamu. Aku sayang sama kamu, Man. Aku sedih saat kamu bilang kamu pacaran sama seorang mahluk tak kasad mata yang bernama Damar itu. Kalau kamu pacaran dengan Agung, artinya kamu tidak akan berhubungan lagi dengan Damar mahluk jadi-jadian itu kan? Aku senang kok, Man. Aku dukung hubunganmu dengan Agung. Semoga menjadi penyemangat belajarmu ya," ucapan tulus itu membuatku sangat lega. Kupeluk Nisa erat. Terucap terimakasih dari bibirku.

***** Sejak itu kehidupanku berjalan dengan normal. Hari-hari kulalui begitu sempurna kurasakan. Mama, papa dan seluruh keluargaku sangat mendukung hubunganku dengan Agung. Mereka bangga pada Agung karena Agunglah yang mereka anggap mampu merubahku. Agung mampu membimbingku dengan baik, sehingga sekolahku berjalan dengan lancar. Berkat Agung aku mampu melewati semua rentetan ujian akhir di sekolahku, dan berkat Agung juga kini aku bisa diterima di SMA paforitku.

Mereka tidak menyadari kalau semua itu karena Damar. Damarkulah yang telah membuatku seperti ini. Damarkulah yang telah mensuport hidupku. Dia ada dalam wujud Agung kekasihku.

***** Siang itu Agung menjemputku kesekolah. Sudah menjadi rutinitasnnya bila dia tidak ada kelas, dia pasti menjemputku. Senyum manisnya menyambutku begitu aku keluar dari gerbang sekolah.

Seperti biasa aku pasti mencari sosok Damar bersamanya. Ada yang mengganjal dihatiku. Perasaan was-was menderaku. Baru kali ini Damar tidak menyertai dia. Dimanakah kekasih hatiku? Tidak mungkin Agung mau datang menemuiku tanpa diiringi olehnya. Karena Damarlah yang menggerakkan hatinya. Sebenarnya Agung tidak pernah ada rasa sedikitpun terhadap aku kalau bukan karena pengaruh Damar.

"Cari siapa sih? Kok kayak orang bingung gitu?" Pertanyaan Agung menyadarkanku.

"Tidak, kok. Yuk kita kemana nih?" elakku sambil duduk diboncengan motornya. Aku masih penasaran dengan sikap Agung. Kenapa dia masih bersikap seperti biasa, padahal ada yang tidak biasa. "Damar... dimana kamu?"

"O....nyari Damar?"

Aku tersentak. Ternyata Agung mendengar bisikkannku. Sengaja kupererat pelukanku dipinggangnya untuk menghilangkan kecurigaannya, "tidak, aku gak bilang apa-apa."

Agung meremas jemariku dengan sebelah tangannya. Sementara tangannya sebelah lagi menjaga keseimbangan sepeda motor yang kami kendarai. Dan aku masih gugup ketika Agung menghentikan motornya di taman kota. Setelah memarkirkan motor birunya, Agung menuntunku duduk dibangku panjang dibawah bunga akasia ditengah taman. Tak jera kumencari sosok Damarku dengan pandanganku. Namun sama sekali aku tidak menemukan walau sekedar bayangannya. Ada apa ini? Mungkinkah Damarku telah pergi, dan artinya Agung akan meninggalkanku?

"Coba ceritakan sayang. Siapa sebenarnya Damar?"

Pertanyaan yang tiba-tiba itu kembali menyentakkan lamunanku. Aku terdiam. Aku ragu harus bilang apa.

"Sayang, sebenarnya aku sudah tahu segalanya dari awal. Jujur, aku awalnya kecewa karena kamu ternyata hanya memperalat keberadaanku. Tapi setelah memahami segalanya, aku bisa menerima kenyataan ini."

Aku tercekat. Aku merasa bersalah, aku ingin menjerit dan mengadu pada Damar. Aku ingin menangis dipelukan Damar. Tapi aku tak menumukannya. Aku harus bagaimana Damar? Tolong aku....

Agung mengeluarkan sesuatu dari tas punggungnya. Dengan tatapan lembut masih selembut kemarin, tidak ada yang berubah, dia menyodorkan benda itu padaku. Sebuah buku.

Dengan gemetar kubuka lembaran pertama, dan jantungku berdegup sangat kencang. Aku kenal tulisan itu. Tulisan mama. Kenapa buku mama ada pada Agung. Apa maksud semua ini?

"Mama kamu memberikan buku ini padaku seminggu yang lalu. Sejak itulah aku menyadari apa sebenarnya yang terjadi antara kita. Aku baru menyadari tentang kamu, yang. Namun satu yang perlu kamu pahami, cintaku padamu tulus tidak pernah berubah walau dengan keadaan apapun, " bisik Agung lembut.

"Ini tulisan Mama kamu tentang kamu. Sehingga aku bisa memahami kamu, dan aku telah berjanji bahwa aku akan membantu kamu untuk sembuh, yang. Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu. Walaupun dalam bayanganmu aku adalah Damar. Aku tidak perduli. Aku akan selalu ada untukmu. Aku janji."

Jemari Agung meremas lembut jemariku. Untuk pertamakalinya aku merasa asing dengan suasana ini. Aku tidak merasakan getaran halus ya g menjalar keseluruh tubuhku, getaran yang sangat membahagiakan seperti kemaren. Kali ini aku merasa hampa. Aku tidak ada rasa sama sekali. Tidak ada Damar disosok Agung.

Kualihkan pandangaku kehalaman buku ditanganku. Perlahan kubaca aksara-demi aksara yang dirangkai mama.

*Ketika Manda berumur dua tahun*

'Anakku Bisa Melihat Mereka'

"Ma, pulang yuk, Manda takut", rengek anakku sambil memnyembunyikan kepalanya di pangkuanku.

"Bentar sayang, belum kelar semua. Lihat ini kacangnya belum siap dirajang kan? Sana main dulu sama kak Irma", bujukku. " Kan besok pestanya, besok rame, ada dangdutan. Tuh liat, panggungnya hampir kelar kan dibuat sam om-om itu". Tanganku masih sibuk merajangi kacang panjang.

Putriku makin ngelendot, mungkinkah dia ngantuk pikirku. Tapi enggak mungkin aku pulang sekarang. Sebagai tetangga aku harus ikut rewang. Istilah ikut membantu bila ada tetangga hajatan di kampungku.

"Tuh, Ma. Mamaknya melotot sama Manda, mulutnya berdarah, takut...., Ma". Sekarang bukan hanya merengek. Tapi sudah mulai menangis.

Sejak dia pandai berceloteh, memang sering sekali dia mengucapkan kata-kata yang gak masuk akalku. Sering berbicara sendiri seperti orang ngobrol, seolah olah ada orang yang bercakap-cakap dengannya. Sering juga tingkahnya seperti anak yang lagi berantam rebutan mainan dengan temannya. Padahal dia lagi sendirian.

"Eh, gak boleh lewat situ. Pantang langkahi kepala orang tua!", teriaknya suatu saat dulu. Aku yang sedang larut menonton tv kaget mendengar teriakkannya.

"Ada apa sayang? Siapa maksudnya?", tanyaku waktu itu. Aku kaget mendengar jawabannya, "Ini, Ma. Temen aku, masak dia lompat-lompati pala Mama, gak boleh kan, Ma? pamali kan Ma?".

Waktu itu aku tidak berpikir jauh. Mungkin hanya halusinasi anakku. Dia anak pertama, jarang keluar rumah, belum punya teman bermain. Teman imajinasi. Yah...mungkin begitu.

"Ma, anak-anaknya merayap tu, Ma didinding. Itu mereka turun ke masakan bibik itu, dijilatinya semua ayam goreng itu, Ma. Ih.....mulutnya berdarah. Mama....ayo pulang, tengisnya makin kencang membuyarkan lamunanku.

Kulepaskan pisau kater ditanganku, kupeluk dia. Hangat. Badannya hangat, kutempelkan telapak tanganku didahinya. Panas. "Manda demam kayaknya", ucapku mulai bingung. Teta nggaku yang duduk disampingku ikut memeriksa tubuh anakku.

Manda sering ngomong ngelantur gak masuk akal, tapi gak pernah sampai demam begini. Aku mulai panik. " Bawa pulang aja dulu, kasih obat sana, Mak Manda. Mungkin karena gak enak badannya makanya dari tadi merengek aja", saran ibu-ibu yang lain.

" Ma.... liat, Ma. Mamaknya melotot lagi samaku. Takut...... "

Kugendong anakku, dengan langkah cepat, kubawa dia kerumahku yang tak berapa jauh. Cepat kuhubungi suamiku lewat hp. "Bang, Manda demam. Cepat pulang. Kita kedokter". Aku ragu. Kedokter atau ke orang pintar, atau ke rumah ustad anakku akan kubawa? Bingung, panik, menambah kebingunganku.

*** Kusudahi membaca tulisan mama dilembar awal itu. Kulirik Agung disampingku. Seribu tanya menyusup dihatiku. Tentang cintaku, tentang perasaaku, tentang perasaan Agung, tentang Damarku.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bunda Helmi. Salam literasi.

30 Jul
Balas

Makasih, Pak.

31 Jul

Ceritanya bagus bangat. Sedih Baper.

30 Jul
Balas

Bagus, baru sempat baca

02 Aug
Balas

Makasih, Bu.

31 Jul
Balas



search

New Post