Dari SMABEL Menuju Belezza
Dari SMABEL menuju Belezza
Tersentil aku di SMABEL, ketika Pak Ikhsan narasumber memacu andrenalin para guru untuk menulis.
Sepertinya sentilan itu terus mengganggu pikiranku. Yah... terkadang aku begitu bangga memamerkan tulisan keroyokanku di depan kelas. Begitu ngotot mengajari anak-anak polos itu menulis. Sementara aku belum punya karya sendiri.
Dari sentilan itu aku mulai cari tahu dan terus menulis. Nekat. Ikut sayembara menulis tingkat nasional lewat jalur umum. Sebab aku bukan lagi pelajar.
Alhasil terdaftarlah aku pada sayembara itu. Tiba waktu pengumuman aku cek email dan dapat undangan. Tertulis undangan menghadiri pengumuman pemenang lomba.
Antara percaya gak percaya dan kegeeran pada saat itu beda tipis. Tak peduli mau menang mau kalah aku akan datang memenuhi undangan itu.
Aku mau ngelmu. Dengan semangat empat lima datanglah aku ke TIM. Saat itu gelora mudaku seakan muncul. Kampus.,buku,gerombolan mahasiswa, gedung kelas, fakta, dan apa saja yang berbau kampus. Seakan membuat bianglala besar di kepalaku. Sentilan Pak Ikhsan makin menyeruak. Berkoar-koar di telingaku.
Saat itu aku begitu jauh berbeda dengan mereka. Dunia mereka. Celana belel, rambut panjang. Aku telah masuk dunia lain. Ini IKJ... bukan IKIP. "Bangun Neng...". Aku sadar hari ini aku pakai kebaya merah baju dinas Jumat. Di balut kain hijau pupus keemasan.
Aku tidak lagi memikirkan menang atau tidak. Aku benar-benar menikmati. Suara gitar, suara seruling suara gendang. Bunyi tetabuhan dikemas apik oleh pengisi acara. Ah... seni memang universal ia akan masuk ke renung hati siapapun karena dibuat dengan hati. Maka sampaikan ke hati.
Tidak saja tetabuban yang menyukai ruang dunia lain itu. Tepuk tangan riuh begitu MC memanggil seniman tambun. . Aku lupa namanya. Langkahnya pasti... Sepatu laras.. dan rambut panjang terurai.
Ku ketuk pintumu, katanya memulai puisi. Seperti aku hari ini kuketuk pintumu. Aku masuk di antara selasar Belezza. Sambil ngintip statusku dari SMABEL menuju Belezza yang diacungi jempol Kepala Sekolah. Bersama restu suami tercinta setia menunggu di Belezza. Memulai menulis dengan hati. Agar sampai juga ke hati pembaca.
Dari SMABEL menuju Belezza
Tersentil aku di SMABEL, ketika Pak Ikhsan narasumber memacu andrenalin para guru untuk menulis.
Sepertinya sentilan itu terus mengganggu pikiranku. Yah... terkadang aku begitu bangga memamerkan tulisan keroyokanku di depan kelas. Begitu ngotot mengajari anak-anak polos itu menulis. Sementara aku belum punya karya sendiri.
Dari sentilan itu aku mulai cari tahu dan terus menulis. Nekat. Ikut sayembara menulis tingkat nasional lewat jalur umum. Sebab aku bukan lagi pelajar.
Alhasil terdaftarlah aku pada sayembara itu. Tiba waktu pengumuman aku cek email dan dapat undangan. Tertulis undangan menghadiri pengumuman pemenang lomba.
Antara percaya gak percaya dan kegeeran pada saat itu beda tipis. Tak peduli mau menang mau kalah aku akan datang memenuhi undangan itu.
Aku mau ngelmu. Dengan semangat empat lima datanglah aku ke TIM. Saat itu gelora mudaku seakan muncul. Kampus.,buku,gerombolan mahasiswa, gedung kelas, fakta, dan apa saja yang berbau kampus. Seakan membuat bianglala besar di kepalaku. Sentilan Pak Ikhsan makin menyeruak. Berkoar-koar di telingaku.
Saat itu aku begitu jauh berbeda dengan mereka. Dunia mereka. Celana belel, rambut panjang. Aku telah masuk dunia lain. Ini IKJ... bukan IKIP. "Bangun Neng...". Aku sadar hari ini aku pakai kebaya merah baju dinas Jumat. Di balut kain hijau pupus keemasan.
Aku tidak lagi memikirkan menang atau tidak. Aku benar-benar menikmati. Suara gitar, suara seruling suara gendang. Bunyi tetabuhan dikemas apik oleh pengisi acara. Ah... seni memang universal ia akan masuk ke renung hati siapapun karena dibuat dengan hati. Maka sampaikan ke hati.
Tidak saja tetabuban yang menyukai ruang dunia lain itu. Tepuk tangan riuh begitu MC memanggil seniman tambun. . Aku lupa namanya. Langkahnya pasti... Sepatu laras.. dan rambut panjang terurai.
Ku ketuk pintumu, katanya memulai puisi. Seperti aku hari ini kuketuk pintumu. Aku masuk di antara selasar Belezza. Sambil ngintip statusku dari SMABEL menuju Belezza yang diacungi jempol Kepala Sekolah. Bersama restu suami tercinta setia menunggu di Belezza. Memulai menulis dengan hati. Agar sampai juga ke hati pembaca.
Dari SMABEL menuju Belezza
Tersentil aku di SMABEL, ketika Pak Ikhsan narasumber memacu andrenalin para guru untuk menulis.
Sepertinya sentilan itu terus mengganggu pikiranku. Yah... terkadang aku begitu bangga memamerkan tulisan keroy
Dari SMABEL menuju Belezza
Tersentil aku di SMABEL, ketika Pak Ikhsan narasumber memacu andrenalin para guru untuk menulis.
Sepertinya sentilan itu terus mengganggu pikiranku. Yah... terkadang aku begitu bangga memamerkan tulisan keroyokanku di depan kelas. Begitu ngotot mengajari anak-anak polos itu menulis. Sementara aku belum punya karya sendiri.
Dari sentilan itu aku mulai cari tahu dan terus menulis. Nekat. Ikut sayembara menulis tingkat nasional lewat jalur umum. Sebab aku bukan lagi pelajar.
Alhasil terdaftarlah aku pada sayembara itu. Tiba waktu pengumuman aku cek email dan dapat undangan. Tertulis undangan menghadiri pengumuman pemenang lomba.
Antara percaya gak percaya dan kegeeran pada saat itu beda tipis. Tak peduli mau menang mau kalah aku akan datang memenuhi undangan itu.
Aku mau ngelmu. Dengan semangat empat lima datanglah aku ke TIM. Saat itu gelora mudaku seakan muncul. Kampus.,buku,gerombolan mahasiswa, gedung kelas, fakta, dan apa saja yang berbau kampus. Seakan membuat bianglala besar di kepalaku. Sentilan Pak Ikhsan makin menyeruak. Berkoar-koar di telingaku.
Saat itu aku begitu jauh berbeda dengan mereka. Dunia mereka. Celana belel, rambut panjang. Aku telah masuk dunia lain. Ini IKJ... bukan IKIP. "Bangun Neng...". Aku sadar hari ini aku pakai kebaya merah baju dinas Jumat. Di balut kain hijau pupus keemasan.
Aku tidak lagi memikirkan menang atau tidak. Aku benar-benar menikmati. Suara gitar, suara seruling suara gendang. Bunyi tetabuhan dikemas apik oleh pengisi acara. Ah... seni memang universal ia akan masuk ke renung hati siapapun karena dibuat dengan hati. Maka sampaikan ke hati.
Tidak saja tetabuban yang menyukai ruang dunia lain itu. Tepuk tangan riuh begitu MC memanggil seniman tambun. . Aku lupa namanya. Langkahnya pasti... Sepatu laras.. dan rambut panjang terurai.
Ku ketuk pintumu, katanya memulai puisi. Seperti aku hari ini kuketuk pintumu. Aku masuk di antara selasar Belezza. Sambil ngintip statusku dari SMABEL menuju Belezza yang diacungi jempol Kepala Sekolah. Bersama restu suami tercinta setia menunggu di Belezza. Memulai menulis dengan hati. Agar sampai juga ke hati pembaca.
Dari SMABEL menuju Belezza
Tersentil aku di SMABEL, ketika Pak Ikhsan narasumber memacu andrenalin para guru untuk menulis.
Sepertinya sentilan itu terus mengganggu pikiranku. Yah... terkadang aku begitu bangga memamerkan tulisan keroyokanku di depan kelas. Begitu ngotot mengajari anak-anak polos itu menulis. Sementara aku belum punya karya sendiri.
Dari sentilan itu aku mulai cari tahu dan terus menulis. Nekat. Ikut sayembara menulis tingkat nasional lewat jalur umum. Sebab aku bukan lagi pelajar.
Alhasil terdaftarlah aku pada sayembara itu. Tiba waktu pengumuman aku cek email dan dapat undangan. Tertulis undangan menghadiri pengumuman pemenang lomba.
Antara percaya gak percaya dan kegeeran pada saat itu beda tipis. Tak peduli mau menang mau kalah aku akan datang memenuhi undangan itu.
Aku mau ngelmu. Dengan semangat empat lima datanglah aku ke TIM. Saat itu gelora mudaku seakan muncul. Kampus.,buku,gerombolan mahasiswa, gedung kelas, fakta, dan apa saja yang berbau kampus. Seakan membuat bianglala besar di kepalaku. Sentilan Pak Ikhsan makin menyeruak. Berkoar-koar di telingaku.
Saat itu aku begitu jauh berbeda dengan mereka. Dunia mereka. Celana belel, rambut panjang. Aku telah masuk dunia lain. Ini IKJ... bukan IKIP. "Bangun Neng...". Aku sadar hari ini aku pakai kebaya merah baju dinas Jumat. Di balut kain hijau pupus keemasan.
Aku tidak lagi memikirkan menang atau tidak. Aku benar-benar menikmati. Suara gitar, suara seruling suara gendang. Bunyi tetabuhan dikemas apik oleh pengisi acara. Ah... seni memang universal ia akan masuk ke renung hati siapapun karena dibuat dengan hati. Maka sampaikan ke hati.
Tidak saja tetabuban yang menyukai ruang dunia lain itu. Tepuk tangan riuh begitu MC memanggil seniman tambun. . Aku lupa namanya. Langkahnya pasti... Sepatu laras.. dan rambut panjang terurai.
Ku ketuk pintumu, katanya memulai puisi. Seperti aku hari ini kuketuk pintumu. Aku masuk di antara selasar Belezza. Sambil ngintip statusku dari SMABEL menuju Belezza yang diacungi jempol Kepala Sekolah. Bersama restu suami tercinta setia menunggu di Belezza. Memulai menulis dengan hati. Agar sampai juga ke hati pembaca.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren bu
Mantap Bu...
Terima kasih. Semoga terus semangat