Tahun Pelajaran 2017/2018 ini pemerintah berencana memberlakukan sekolah seharian penuh atau istilah full day school secara nasional. Seminggu sekolah hanya lima hari yaitu senin s/d jumat, hari libur menjadi dua hari yakni sabtu dan minggu.

Kebijakan ini masih menuai pro dan kontra baik dikalangan pemerhati, praktisi, dan tak terkecuali pelaku pendidikan termasuk guru. Mereka yang pro, optimis karakter siswa akan mudah dibentuk karena lamanya waktu di sekolah (mengurangi pengaruh negatif di luar sana), tetapi yang kontra merasa sinis mengingat belum siapnya sarana pendukung dan sebagainya.

Menurut hemat saya sebelum kebijakan ini ditetapkan sejatinya pemerintah(Kemdikbud) benar-benar menyiapkan secara matang dalam hal pemenuhan delapan standar nasional pendidikan.

Sebagai contoh standar sapras dan tendik, di daerah sarana prasarana masih jauh dari kata cukup katakanlah ruang belajar, ruang pustaka, kantin, mushalla, wc, dan sebagainya. Misalnya di sekolah saya dengan jumlah siswa lebih kurang 300 orang, ruang kelas hanya delapan buah, satu ruang pustaka, satu ruang UKS, satu ruang kepala sekolah, empat buah wc(guru dan siswa), sementara ruang mushalla dan ruang guru tidak ada.

Bisa dibayangkan siswa-siswa tersebut seharian di sekolah, menurut ketentuan sekolah sehat satu orang anak memiliki ruang seluas 2x1m2, jadi ruang kelas berukuran 8mx7m hanya untuk 28 orang siswa, rata-rata di sekolah saya terdapat dua rombongan belajar setiap tingkatan kelas, setidaknya butuh empat ruang kelas lagi, belum lagi rasio luas halaman dengan jumlah siswa keseluruhan, tentu ini menjadi kendala tersendiri.

Bicara tentang tenaga pendidik/tendik, di sekolah saya hanya ada tujuh orang guru PNS termasuk kepala sekolah, empat orang guru kelas, dan dua orang guru bidang studi serta sembilan orang guru tenaga honorer. Bagi guru wajib di sekolah sampai jam 16.00 sore(pemenuhan jam kerja PNS sebanyak 37.5 jam per minggu), bagi guru berstatus PNS saya rasa tidak ada permasalahan, bagaimana mereka Non PNS yang hanya mendapat honor 200 atau 300 ribu per bulannya, apakah mereka akan ikut dalam kebijakan ini dan apakah mereka sanggup dengan penghasilan sebanyak itu, mungkin saja bagi oknum pejabat akan mengatakan yang tidak sanggup silahkan berhenti, tetapi apakah tidak terbayang jumlah siswa yang hampir 300an itu siapa yang mengurusnya hingga jam empat sore, o oo, kan ada guru PNS yang tujuh orang, ingat mereka sudah harus menyelesaikan adm harii itu dan menyiapkan persiapan buat esok hari mulai dari RPP, media pembelajaran, dan persiapan kelas lainnya.

Banyak lagi kendala-kendala lain yang akan kita temui saat diterapkannya full day school ini utamanya di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota, biasanya jam tiga sore anak-anak di tempat saya sudah harus belajar mengaji alquran di Taman Pendidikan Alquran/TPA, seandainya mereka pulang jam empat sore kapan lagi mereka belajar ilmu agama yang lebih, lagi-lagi mereka akan bilang, o o, kan bisa di sekolah, pertanyaan saya apakah guru-guru kita saat ini bisa mengajar alquran, tentu bisa. Tetapi mengajar alquran dengan baik dan benar sesuai kaidahnya, secara umum saya sangsi akan hal itu.

Menurut saya untuk guru PNS kebijakan ini sudah tepat, tetapi untuk guru honorer dan siswa perlu dikaji ulang sembari menyiapkan sarana pendukung dan hal-hal lain tentunya. Guru dan sekolah tentu akan sanggup melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan walaupun mengetahui ini akan berjalan dengan sangat tidak maksimal, bila suatu program/kegiatan berjalan tidak maksimal, yakinlah kegagalan yang akan didapatkan, saya rasa ini bukanlah tujuan yang hendak dicapai dari kebijakan ini, so, who is full day school for?.