heny retna anggraeny

Heny Retna Anggraeny, lahir di Malang, 10 November 1990. Guru MTs Negeri 2 Jember, Menulis adalah Cita-cita yang baru terealisasi dan semoga termasuk generasi...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENJADI GURU YANG ADAPTIF DAN INOVATIF DI TAHUN AJARAN BARU

MENJADI GURU YANG ADAPTIF DAN INOVATIF DI TAHUN AJARAN BARU

MENJADI GURU YANG ADAPTIF DAN INOVATIF DI TAHUN AJARAN BARU

Oleh Heny Retna Anggraeny

Setiap tahun pelajaran baru sekolah selalu diwarnai suasana baru yang ditandai dengan masuknya siswa-siswi baru pada semua jenjang terutama jenjang Madrasah Negeri 2 Jember. Setiap guru mendapat pendampingan untuk mempersiapkan kurikulum baru yang dikenal dengan “Kurikulum Merdeka”. Jika tahun 2022, kurikulum ini hanya diterapkan pada kelas VII jenjang SMP/ MTs, maka tahun ajaran baru ini kurikulum tersebut mulai diterapkan di kelas VIII.

Kurikulum yang lebih adaptif karena menekankan pada kegiatan mengeksplorasi potensi anak sesuai bakat dan minatnya. Kurikulum ini cenderung menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan mengesankan dengan menggabungkan kearifan lokal, nilai pancasila dan kecanggihan digital, sehingga diciptakan tiga pilihan implementasi kurikulum merdeka yaitu Mandiri Belajar, Mandiri Berubah dan Mandiri Berbagi. Konsep kurikulum ini cenderung fokus pada pembelajaran tatap muka dan pembelajaran sistem projek. Jika ruang belajar dan lingkungan yang positif, untuk mengembangkan potensi diri secara otononm, maka mereka akan semakin bersemangat, merasa senang dan dapat menyerap materi pembelajaran secara optimal. Melalui kurikulum ini diharapkan dapat menjembatani aspirasi siswa selama pembelajaran atau menampung imajinasi atau gagasan mereka dalam bentuk proyek pembelajaran yang lebih aktif.

Pada era Society 5.0 seperti saat ini yang telah memasuki semua bidang kehidupan kita. Era ini mewakili semua produk kecanggihan kecerdasan buatan yang memudahkan aktivitas sehari-hari masyarakat, termasuk dalam pendidikan. Guru harus lebih adaptif dibandingkan siswa dalam mengabdikan diri melalui metode pembelajaran yang terus bergerak maju diiringi perkembangan IPTEK. Walaupun faktanya, masih banyak ketimpangan sosial dan kekuasaan dari pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan. Banyak guru yang kurang update teknologi terkini, atau siswa yang ketinggalan informasi baru karena jauh dari perkotaan atau permasalahan sinyal. Oleh karena itu, pemerintah memberikan kebijakan masing-masing daerah untuk mendukung kearifan lokal diimbangi dengan penanaman nilai pancasila, kreatif, inovatif, moderat, dan memiliki pola pikir lebih mendunia, agar dapat memfilter semua informasi atau hal negatif yang berkembang di sekeliling kita. Kehadiran guru sangat diperlukan oleh siswa untuk mengarahkan dan memantau perkembangan siswanya.

Perkembambangan pola pikir masyarakat yang bergeser membuat para pemangku kebijakan juga mengubah pola pembelajaran berbasis digital dibandingkan sebelumnya. Jika awalnya, siswa hanya sebatas mendengarkan secara sepihak materi dari gurunya, kini dengan kebebasan akses digital telah membantu para siswa menyelesaikan beragam tugas sekolah. Para guru juga tidak lagi menggunakan tulisan tangan atau menulis di papan tulis, karena kini terbantu dengan aplikasi Power Poin dalam Microsoft dan sejenisnya. Namun, kecanggihan digital seperti saat ini, apakah semua guru dan siswa memanfaatkan secara optimal.

Guru dan siswa dapat bekerja sama untuk beradaptasi maupun melengkapi beragam informasi dan ide dengan memanfaatkan kurikulum baru ini, sehingga mereka dapat lebih mudah mengakses semua informasi dari beragam sumber virtual maupun manual. Mereka dapat menggali potensi yang dimiliki untuk berkreasi dan berinovasi. sehingga pembelajaran tetap efektif. Saat ini mereka dituntut untuk memiliki kemampuan adaptif untuk menyikapi permasalahan terkait manfaat atau kerugian dari teknologi. Hal ni sejalan dengan topik Prof. Carol Dweck bahwa guru harus sukses mengubah pola pikir siswa menjadi lebih terarah. Guru dapat menentukan kesuksesan siswa tergantung pada pemahaman terkait sekolah sebagai tempat belajar siswa, dan tempat guru belajar memahamai hambatan selama KBM dan menyelesaikan masalah dengan pola pikir yang lebih moderat dan inovatif. Model kurikulum ini dapat menjembatani penerapan nilai pendidikan yang memusatkan kegiatan pada siswa.

Gagasan merdeka belajar ini diadopsi dari gagasan Ki Hajar Dewantara yaitu “kemerdekaan adalah tujuan dan bagian paradigma pendidikan Indonesia yang harus dipahami semua pihak, karena peserta didik tumbuh secara kodratnya sendiri, sedangkan guru hanya mengarahkan dan merawat kodrat itu”. Artinya, sadarkah kita sebagai guru yang seharusnya membebaskan siswa untuk berpikir kritis, inovatif dan produktif melalui pembelajaran yang lebih humanis dan solutif? Pembelajaran yang lebih humanis adalah berupaya menjadi pendamping atas kesulitan siswa dan mencari alternatif pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Guru berperan menjadi pembimbing, fasilitator, kolaborator, dan pelatih siswa dengan menyesuaikan model pembelajaran dengan bakat atau potensi diri. Artinya, siswa dapat menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri tanpa adanya intervensi dari guru atau lingkungannya. Apakah saya bisa menjadi guru yang humanis, solutif dan inovatif seperti itu?

Tentu bisa, melalui pemanfaatan teknologi ini pembelajaran lebih hidup, humanis atau mudah membangun kedekatan dengan siswa, dan mampu berinovasi dengan perangkat yang ada. Hal ini dibuktikan dengan beberapa siswa yang berani tampil di depan kelas untuk mempresentasikan hasil temuan atau penyelesaian permasalahan pembelajaran tanpa ragu. Sedangkan guru bebas mengunduh beragam video, gambar, atau media pembelajaran lain yang dapat mendukung kemudahan penyampaian informasi tanpa batas waktu dan tempat. Alhasil, banyak siswa merasakan cukup senang belajar atau ulangan secara virtual dengan bantuan laptop atau Hp di kelas, maupun keputusan guru untuk belajar di luar kelas. Hal ini telah membuktikan secara tidak langsung guru sudah meninggalkan cara mengajar yang monoton, dan beralih pada model pembaharuan pembelajaran lebih inovatif. Terlebih sejalan dengan tahun pertama ajaran baru ini, semua guru dan siswa dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih inovatif dengan memanfaatkan potensi dalam diri mereka, kearifan lokal atau perangkat tambahan yang sifatnya memudahkan pembelajaran. Semakin inovatif model pembelajaran yang diterapkan di kelas pada tahun ajaran baru ini, maka ke depannya mereka akan lebih termotivasi untuk terus berprestasi atau berinovasi, karena guru memfasilitasi bakat dan potensi mereka dan dikolaborasikan dengan kecanggihan dunia digital yang sudah mendunia.

Apakah semua guru dapat menyadari posisi mereka sebagai fasilitator atau tetap menjadi diktator yang harus memaksakan kehendaknya? Sebagai guru, sudah selayaknya kita menjadi guru yang lebih dekat dengan siswa agar kita dapat memahami potensi atau kemauan mereka tanpa adanya intervensi tertentu. Bagaimana caranya? Tentunya dengan inovasi-inovasi pembelajaran yang lebih maju, mengedepankan sifat humanis, mampu menyelesaikan semua permasalahan siswa, menghargai kearifan lokal, dan berkreasi sesuai versi terbaik mereka.

Biografi Penulis

Heny Retna Anggraeny, lahir di Malang, 10 November 1990. Guru MTs Negeri 2 Jember, Menulis adalah Cita-cita yang baru terealisasi dan semoga termasuk generasi melek literasi.

CP: 081334540308

Email : [email protected]

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post