Heriyanto Nurcahyo

Heriyanto Nurcahyo Guru SMA Negeri 1 Glenmore. Menyukai tulis menulis sejak mahasiswa, pernah belajar di berbagai universitas diantaranya Unibraw,&n...

Selengkapnya
Navigasi Web

Mudik Pulang Kampung VS Yuan Libra

Mudik Pulang Kampung VS Yuan Libra

Pak Jokowi memantik perdebadatan sengit. Tetiba publik menjadi terkesima, terkejut bahkan tertawa atas fenomena kebahasaan yang ia lontarkan. Tak urung mereka saling berpolemik dan serang. Jual beli serangan ini persis seperti pertandingan antara timnas Indonesia vs Thailand. Segala daya upaya dikerahkan bahkan dengan sedikit trik dan intrik demi tim kesayangannya memenangkan pertandingan. Kian hari, Perdebatan itu kian memana. Terlebih lagi saat di geser ke wilayah foolitik. Mereka yang mendukung Pak Jokowi dengan berbagai narasi meyakinkan publik atas kesalahpahaman yang selama ini kita pahami. Disisi lain, para lawan politik dan haters justru memanfaatkan fenomena ini sebagai ajang menguatkan stigma ketidakbecusan mengelolah negara.Pertarungan antar influencer tak terelakan lagi. Bahkan pecinta dan pegiat Bahasa Indonesia Ivan Lanin, menyebut fenomena perdebatan ini sebagai matinya kamus. Dia berujar dalam akun sosialnya bahwa “Kamus sudah mati ketika politikus mendefinisikan sendiri arti kata; ketika para pendengung sibuk mencari pembenaran; ketika para pengikut membeo mengiakan; ketika kepentingan mengalahkan kebenaran; dan ketika aku tidak sanggup berteriak," kata Ivan Lanin, Walhasil, Perdebaran mengelinding bebas dan melupakan sejenak kepediahan dan kekawatiran pandemic Covid19 yang semakin massif.

Saat energi kita habiskan untuk perdebatan antara mudik vs pulang kampung, China dan Amerika Serikat menyiapkan uang digitalnya. China dengan “Yuan Digital Money” dan Amerika dengan “Libra” (Facebook). Peluncuran dua mata uang digital itu nantinya akan menciptakan ketidaknormalan baru. Belum move on dari ketidaknormalan akibat pandemic corona, kita sudah harus dipaksa bersiap untuk ketidaknormalan baru akibat uang digital tersebut. Sudah siap dan matangkah persiapan kita menghadapi ketidaknormalan baru tersebut? Atau justru kita kemabli terjebak pada perdebatan bentuk dari uang digital tersebut sebagai mana mudik pulang kampung itu?

Sudah menjadi kebiasaan kita akhir akhir ini untuk menempatkan like and dislike sebagai menu utama interaksi social dalam membangun narasi tertentu. Permasalahn dan kebijakan penting semacam mematuhi PSBB atau swakarantina menjadi kabur bahkan sedikit terlupakan. Merosotnya pertumbuhan ekonomi dan melonjaknya pengangguran terkesampingkan. Libido kita dibakar dan dikobarkan oleh hal remeh temeh namun menguras energi bangsa. Kebermanfaatan yang ditimbulkan oleh perdebatan ini sangat kecil dibanding kerja nyata kita bagi perbaikan bangsa. Namun kita lebih suka berdebat daripada bertindak.

Kita lebih asyik salaing menyalahkan dibanding misalnya menjadi solusi terbaik. Kita lebih gembira melihat lawan politik tersungkur karena skandal politik maupun korupsi dari pada menjaga marwah kebangsaan secara kolektif. Kita lebih mahir mendekonstruksi fenomena sesuai kepentingan dan Hasrat politik tertentu daripada melakukan pencerahan bagi semua. Kita lebih bersemangat membangun relasi kekuasaan dengan kekayaan pribadi daripada kemakmuran Bersama itu sendiri. Kita mencaci ketidakbenaran pemimpin, disisi lain kita justru menghidupkan kultus pribadi dengan segala kepentingannya.

Kita tetap bergembira meski tertinggal jauh dalam banyak aspek hidup karena kepentingan dan hasrat sesaat mengalahkan segalanya. Kita kini menjadi baperan dengan banyak hal yang tidak penting bagi masa depan bangsa. Bahkan untuk urusan yang genting dan darurat kitapun masih sepat tak jujur atas apa yang kita alami. Ketikjujuran ini mengorbankan puluhan dokter dan tenaga medis. Bangsa kita memang kuat. Bangsa kita memang hebat, sayang sebagaian besar warganya tidak mengetahui betapa hebatnya mereka. Kita, kita dan kita banyak kehilangan sense of crisis yang dihadapi oleh bangsa ini. Kita, kita, kita harussegera tersadar dan berlari kencang meninggalkan semua yang semu ini. Kita, kita dan kita harusmemulai sesuatu yang baru saat ini juga dan dari rumah kita juga. Ah, saya terlalu ngelantur pagi ini gaes. Saya jadi ingat adagium : Hope for the best, Plan for the worst, Mari kita berharap yang terbaik atas kondisi bangsa saat ini dan jangan lupa rencanakan resiko besar yang akan kita hadapi dalam kehidupan yang sudah tidak akan normal paska pandemi.#Stay at home and Seize the day.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post