Heriyawati Wati

Menulis adalah bagian dari ibadah. Itulah slogan dari Heriyawati, yang menjadi tenaga pendidik di Bangka Belitung, tepatnya di SMPN I Lubuk Besar. P...

Selengkapnya
Navigasi Web
Biar Kuhapus Air Matamu, Bunda (3)

Biar Kuhapus Air Matamu, Bunda (3)

Seperti kuntum bunga yang sedang mekar, seperti itulah keadaan keluarga  kami saat itu. Harum semerbak menyeruak, merambat hingga ke bilik rumah para tetangga.

Kuntum semerbak itu adalah Wirna Kusuma, putrinya Ramdani. Dia seperti penawar dahaga di padang pasir bagi kedua orang tuanya yang telah lama merindukan kesuksesan bagi anak-anaknya.  Ayahnya, yang sekarang kupanggil kakek langsung memeluknya dengan dua bola mata yang berbinar tentu saja. Nama Wirna Kusuma telah tertera di pengumuman dan lulus di salah satu perguruan tinggi negeri.

Lelaki yang sering dipanggil anak-anak Wak Dan itu kembali memeluk putri sulungnya. Mengusap-ngusap kepalanya sembari menatapnya dengan bola mata yang menyajikan kekaguman. Tak ada kata-kata tapi di sudut matanya telah berguling butiran bening yang meretas kedua kelopak matanya. Ya, Wirna Kusuma binti Ramdani telah lulus seleksi perguruan tinggi yang cukup bergengsi di negeri ini.

Yang lebih membuat bangga, selama ini bunda hanya sekolah di tingkat kecamatan tapi faktanya mampu bersaing dengan pelajar lain di negeri ini. Kalau tidak salah, di sekolah bunda hanya ada dua orang yang lulus di perguruan tinggi tersebut.  Bunda dan salah satu temannya yang keturunan Thionghoa, yang sedari dulu saingan terberat di kelas. Sebenarnya bukan saingan berat tetapi nilai rapor bunda saling susul-menyusul di antara mereka. Teman-teman menyebutnya saingan berat. 

Ujung dari kisah ini, kabar bahagia bertitik di rumah kami dengan semerbak yang lama merebak di setiap tempat, bahkan di ujung gang sekalipun. Bunda tak ubahnya seperti selebritis. Tentu saja kabar dari mulut ke mulut tidak kalah cepatnya dengan kabar melalui media.  Bik Ijam, ìnforman di tempat kami pun turut andil dalam hal ini. Tersiarlah kabar bahwa anak Wak Dan benar-benar anak yang cerdas. Hal ini membuat dada kakek semakin bidang dengan langkah berjalannya  yang semakin menantang. Tentu saja dengan dua jarinya yang sesekali memlintir ujung kumisnya.

Oh, ya saya hampur lupa. Teman-teman bunda yang lain terpaksa memilih pergurusn tinggi swasta di berbagai tempat. Tentu saja dengan biaya yang lebih menggelembung. Karena itu, rasa syukur tak terhingga keluar dari bibir  kakek berkali-kali karena rasa bahagia telah membanjiri keluarga Ramdani.

Akh, seandainya tidak malu, mungkin kakek sudah meloncat-loncat saat pengumuman itu karena bahagia yang meletup-letup. Hal ini pernah diceritakan bunda saat usiaku 12 tahun.  Aku pun sempat tersenyum saat itu,  menahan geli karena imajinasiku yang membayangkan kakek meloncat-loncat. Cocokkah seorang Ramdani yang mirip Saddam Hussein melakukan itu? Akh....ada-ada saja.

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap

13 May
Balas

Terima kasih bapak. Salam literasi

13 May

Terima kasih bapak. Salam literasi

13 May



search

New Post