Kondisi ibu yang mengkhawatirkan membuat aku harus mencari solusi. Apalagi kalau bukan biaya pengobatan. Aku tak tega melihat ibu yang selalu batuk. Di pagi ini saja mungkin sudah sepuluh kali terdengar disertai rintihan asmanya. Menurutku ibu harus diperiksa, bukan sekadar membeli obat di apotek. Lama aku memikirkan dari mana biayanya. Ayah tak punya simpanan karena baru saja membayar biaya pendaftaran kakakku, Randa, di SMA Cempaka Kasih. Maklumlah, pendapatan ayahku tak seberapa. Jadi, kami harus pintar-pintar mengatur keuangan. Lamunanku akhirnya mengingatkan aku pada celenganku. Aku bersorak karena kegirangan. Sudah dua tahun celengan dari bahan kaleng itu berada di lemari bajuku. Pasti sudah lumayan isinya.

Aku cepat-cepat ke kamar ibu untuk mengajaknya berobat. Kukatakan kalau aku akan membuka tabunganku. Ibu hanya tersenyum dan terharu. " Tidak usah, Joko. Ibu hanya batuk biasa. Nanti juga sembuh. Itu kan uang tabungan kamu untuk persiapan masuk SMA nanti."

Aku tak menghiraukan ucapan ibu. Yang paling penting kesehatan ibu. Di lain waktu , aku masih bisa menabung . Dengan langkah gembira, aku langsung ke kamar. Kuraih celengan itu tapi ada sesuatu yang aneh, kok ringan sekali. Padahal sudah 2 tahun aku menabung. Kuamati lebih teliti. Astaga, ternyata, lubang celenganku ada dua. Satu di atas, satu di bawah. Siapa pelakunya???