Heri Yudianto, S.T

Heri Yudianto. Biasa dipanggil Mas Yudi. Lahir di Pasuruan, 8 September 1980. Penikmat kopi Aceh, wedang ronde, tahu campur dan rawon "setan" ini merampungkan p...

Selengkapnya
Navigasi Web
ASYIKNYA BERMAIN PERAN

ASYIKNYA BERMAIN PERAN

Hari ini (17/2), saya melangkah tergesa-gesa menuju kelas X TPm 1. Rupanya bel telah berbunyi. Saya tidak menyadari hal ini, terlalu asyik mengobrol dengan sesama guru. 5 menit telah berlalu.

Saya masuk kelas. Seperti biasa saya membuka dengan salam pembuka. Menanyakan kondisi siswa-siswi apakah siap mengikuti pelajaran hari ini. Saya teringat tugas yang diberikan minggu lalu. Saatnya mengecek. Saya terperanjat, ternyata yang mengerjakan cuma dua anak, itupun belum selesai semua. Saya pun memarahi seluruh siswa-siswi tanpa kecuali. Anehnya mereka tidak membantah seperti biasanya. Alhamdulillah jika mereka sadar akan dosa-dosanya.

Saya memberi waktu 2 jam pelajaran untuk mengerjakan tugas tersebut. Masih ada siswa waktu 1 jam pelajaran. Waktu berlalu begitu cepat, menyisakan lima anak yang belum selesai. Ya biarlah, toh nilai yang mengumpulkan duluan dengan yang belakangan sudah saya bedakan.

Saya ingin mencairkan suasana. Saya panggil salah satu siswa paling unik. Agung namanya. “Sini Gung, maju ke depan,” ucap saya.

“Apa apa pak?” tanyanya.

“Ya, bermain peran saja. Gantian kamu yang jadi gurunya, Pak Yudi jadi siswanya” terang saya.

“Oh gitu ya pak, Oke deh.”

Agung mulai bermain peran. Dia berperan menjadi “guru killer.” Guru killer menurut saya adalah guru yang suka memberi pertanyaan pada siswa tertentu saja (bahasa jawanya ngecingan). Parahnya siswa yang selalu jadi sasaran pertanyaannya adalah saya.

“Ayo kamu Heri maju ke depan” Agung menunjuk saya.

“Iya pak, ada apa ya? saya balik bertanya.

“Coba kamu isikan dalam 9 kotak, Pak kalimin seperti gajah” perintah Agung.

“Hmm, ga bisa pak.” Saya mencoba mengelak.

“Sebisanya, harus bisa”

Ternyata saya tidak bisa menjawabnya. Padahal jawabannya sederhana sekali. Cukup menuliskan kata pak pada tiga kotak di atas, tiga kotak ditengah diisi dengan tanda perkalian, minus dan sepertiga. Tiga kotak paling bawah diisi kata “jah.”

Sontak seluruh kelas tertawa riuh. Ya gpp. Saya memang guru yang beda dari lainnya. Bagi saya untuk menarik minat belajar siswa kita harus mendekati hatinya. Salah satunya ya bermain komedi situasi seperti hari ini. Saya mendapat pelajaran berharga. Ternyata siswa yang ditegorikan “unik” bisa membuat kreativitas yang sungguh dahsyat. Sontak hal ini membuat saya makin bersemangat mengajar dan mendidik. Saya ingin menjadi api penerang bagi kegelapan ilmu yang menggelayuti siswa-siswi saya. Saya tidak mau sekedar menjadi lilin, namun berupa api yang bisa menerangi sekitarnya sekaligus menghangatkan. Tentunya api yang bernilai positif dan menguntungkan. Seperti kutipan di bawah ini.

“Aku tidak ingin menjadi lilin yang berbinar. Aku adalah kobar: api yang membakar!”

― Lenang Manggala ―

Semoga kelak dari siswa-siswi saya akan menjadi “matahari” yang mampu menerangi sekelilingnya dan menjadi energi terbaharukan. Mengutip kata-kata bijak dari Abdurahman Faiz, penulis buku Guru Matahari. Berikut ini salah satu quotesnya yang sangat menginspirasi saya.

“Aku selalu bermimpi

matahari melahirkan para guru

dan guru melahirkan para matahari...”

Sidoarjo, 17 Februari 2017

Salam Kasih

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post