Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya
#Tantangan_hari_ke_12
KEJADIAN 1
Saat pulang sekolah terlihat sekitar 6 - 7 orang anak-anak sedang duduk di depan musholla yang berada di depan rumah. Anak-anak tersebut bersekolah sekitar kelas 4 dan 5 SD. Matahari begitu terik membuatku tidak begitu memepedulikan mereka.
Saat memarkirkan motor terdengar hp berbunyi dari tas karena ada panggilan dari seorang teman. Aku berhenti sebentar sebelum masuk rumah. Anak-anak tadi sibuk melemparkan kardus yang berisi bekas minuman kosong. Tampak sampah menjadi bertebaran dan ada yang masuk got, termasuk batu juga terpental ke dalam got. Bagian halaman musholla memang belum dikasih lantai hanya batu-batu saja.
Setelah menelpon terdengar mak wo tetangga sebelah menegur anak-anak tadi agar menghentikan aktivitasnya. Jika tidak dihentikan bisa saja saat hujan, sampah dan batu tadi akan menyumbat aliran air. Bukannya berhenti, ada satu anak yang meneruskan membuang batu tersebut sambil berkata
"Batu kan nggak masuk ke got" dengan ekspresi mengejek.
"Astagfirullah. " Ucapkan dalam hati.
Sayup-sayup terdengar mak wo terus menegur, anak tersebut masih tidak menghentikan aksinya.
"Hei… Kalian tau tidak yang disampaikan mak wo tadi. Jangan membuang batu. " Aku mulai menegur mereka karena rasanya sudah keterlaluan tidak menghargai orang lain.
"Dinasehati baik-baik, kalian melawan."
"Tidak tau sopan santun, diajari baik-baik gak di dengar. Perlu gak ibuk ke rumah kalian biar orang tua kalian tau tingkah laku kalian. "
"Iya buk maaf. " Salah satu dari mereka mulai menegur temannya tadi.
Tidak begitu lama mereka pergi meninggalkan musholla. Mirisnya anak-anak tadi sudah tidak berpenampilan layaknya anak sekolah. Hanya karena alasan tidak sekolah gaya potongan rambut mereka sudah beragam. Ada yang merah, panjang, pirang, anak punk, pakai skin. Dalam kejadian ini siapa yang disalahkan? Karena tidak sekolah makannya ya terserahlah atau karena orang tua yang tidak bisa menegur.
KEJADIAN DUA
Pagi ini kami memutuskan akan memijat kaki adik. Sudah beberapa hari adik terlihat kesulitan berjalan. Kami berangkat sekitar jam 06.30 WIB agar sampai di tempat pijat tidak terlalu ramai.
Benar saja sesampai disana memang belum ada orang lain dan terlihat ayek pijau panggilan tukang pijatnya sedang membersihkan ruangannya. Kami diminta untuk menunggu sebentar. Saat telah dipersilahkan masuk seorang wanita membawa dua anaknya juga ikutan masuk.
Di dalam ruangan saya mau membujuk adik agar mau dipijat. Hanya berselang beberapa detik si ibu sudah memberikan anaknya pada ayek.
"Lama nunggu buka baju, anak saya aja yang duluan." Alasan yang diberikan si Ibu
Saya jadi terbengong melihatnya, bukan hanya sampai disana keterkejutannya. Beberapa saat setelahnya sang anak berteriak cukup keras mengeluarkan kata-kata kotor. Usia anaknya mungkin sekitar kelas 1 atau 2 SD.
"Astagfirullah." Saya hanya bisa beistigfar dalam hati. Sebenarnya siapa yang salah.
****
Kejadian satu dan kejadian dua hanyalah salah satu peristiwa tentang karakter atau etika yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Sekolah dimana sih? Kok perangainya seperti itu?
Kamu diajarin dengan guru gak? Kok karakternya seperti itu?
Sudah sarjana kok perangainya seperti itu?
Apa sih kerja guru kalian? Kok perangai kalian tidak berubah.
Sekolah dan guru yang sering dijadikan tumbal dalam pendidikan karakter.
"Kapan sekolah lagi? Kami tidak sanggup mengajari anak kami lagi." Itulah pernyataan yang sering kita dengar baik di media sosial atau langsung. Sebuah pertanyaan atau keluhan yang sering terdengar dari orang tua.
Ibu adalah guru pertama bagi anak-anaknya yang mengajarkan banyak hal. Bagi saya karakter pertama ditentukan oleh ibunya yang pertama kali. Sebuah kutipan ceramah yang saya dengar tahun lalu. "Ibu yang baik akan menghasilkan anak yang baik dan Ayah yang baik belum tentu menghasilkan anak yang baik." Hal ini, diperjelas langsung oleh sang ustad dengan cerita nabi Nuh yang sholeh dan merupakan nabi utusan Allah SWT. Namun memiliki istri dan salah satu anaknya menyembah berhala seperti kaumnya yang sesat tersebut.
Ibu adalah orang yang paling dekat secara emosional dengan anak-anaknya. Setelah sekolah peran ibu dalam mendidik anak-anaknya sering terabaikan dan menyerahkan sepenuhnya ke Sekolah. Ditambah lagi dengan adanya media sosial yang ada sering mengakibatkan ibu lupa dengan perannya.
Dalam konsep pendidikan Islam, pendidikan pertama seseorang ada pada keluarganya. “Ibunya adalah guru pertamanya, “al Ummu madrasah al Ula”. Sementara ayahnya adalah kepala sekolahnya, “ar Rijalu qowwamuna ala an-Nisai.
Dari cerita tersebut perlu kita pahami bahwa peran ibu sangat penting dalam pembentukan karakter. Karakter tidak boleh sepenuhnya diserahkan ke sekolah. Apalagi saat ini, peran ibu dan ayahlah yang menentukan kualitas karakter anak kita sendiri
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
betul sekali....keren.
Mkasih.... Makasih....