Herlina

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KARENA RIDHO IBU ( menulis hari ke - 82 )

KARENA RIDHO IBU ( menulis hari ke - 82 )

KARENA RIDHO IBU

“Aku mau kuliah”, suara ku terdengar serak , beradu diantara suara kerongkongan dan tenggorokan, betapa tidak saat itu aku sedang mengunyah nasi sambil bersuara lantang mengeluarkan suara hatiku. Sudah beberapa minggu ini perasaanku galau, aku sudah kelas XII, sebentar lagi aku ujian dan aku harus memulai berpikir ke mana langkah ku selanjutnya, Yang ada dibenak ku aku harus melanjutkan pendidikan ku, aku harus kuliah, kerja, lalu menghasilkan uang, uang akan dipergunakan untuk membantu saudara-saudaraku yang jumlahnya lumayan banyak.

Ah, kebiasaan masa kecil ku terulang kembali, tapi aku menyukainya, berlama-lama memandang gumpalan awan, melihat bentuknya yang berubah-ubah, kadang seperti bentuk orang, kadang berbentuk perahu, kadang berbentuk burung, aku suka karena aku selalu ingin berubah seperti awan itu. Kalau sedang tidak memandang awan yang aku lakukan adalah mengambil sebuah potongan kayu lalu mencoret-coretnya di atas tanah, seolah ingin aku ceritakan semua di atas tanah itu tentang ketidaksukaanku , kegembiraanku, angan ,harapan, dan cita-citaku. “Linda...” terdengar suara lembut dari dalam rumah memanggilku, “itu pasti suara ibu” bisik ku di dalam hati, tapi aku tidak menyahut dan tidak juga beranjak dari tempatku, yah...tempat di mana aku mencorat-coret tanah, anehnya tanpa keluar rumah, beliau tahu kalau aku sedang di luar, “masuk dan makanlah, di lemari ada lkan goreng kesukaanmu”, aku paling suka dengan ikan goreng, ibu ku tahu itu, setiap kali memasak ikan, selalu dimasaknya dua jenis masakan, dipindang dan sedikit dipisahkan lalu digoreng untuk aku dan adikku yang juga kesukaannya ikan goreng. “Tapi habis makan cuci piring ya” terdengar lagi suara ibu dari dalam, aku terus mencoret-coret tanah, “ aku tidak mau makan”,aku berkata di dalam hati, karena aku tidak mau mencuci piring yang setimbun itu, aku kesal, piring ku satu tapi yang dicuci banyak. Semakin lama perut ku semakin terasa lapar, tak tahan lagi diam-diam aku masuk kerumah dan makan, setelah itu terpaksa aku mencuci piring, itu peraturan yang dibuat ibuku, siapa yang terakhir makan maka ia harus mencuci piring. Sekarang baru terpikir olehku hikmahnya adalah selain melatih tanggung jawab, juga untuk membiasakan diri agar jangan menunda-nunda waktu makan, siapa yang menundanya dan malas makan maka hukuman nya adalah mencuci semua piring kotor.

O0O

Aku kembali mencoret-coret tanah itu lagi untuk menghilangkan Keresahan hatiku, hati yang bergejolak antara harapan dan keadaan. Harapanku yang kekeh ingin kuliah sementara keadaan ekonomi orangtua pas-pasan akan menjadi sandungan dalam mencapai cita-cita. “kuliah-kuliah, kamu pasti kuliah Linda” ibuku meneteskan air mata , dia paham benar bahwa dia tidak punya uang untuk meneruskan pendidikan anak-anaknya kecuali sebatas SMA, aku nomor 2 dari sembilan saudara, sementara bapak ku seorang pegawai rendahan di sebuah perusahaan swasta, dan ibuku seorang ibu rumah tangga dengan pekerjaan berjualan perabotan keliling kampung demi membantu perekonomian keluarga.

Seringkali aku uring-uringan, bodohnya aku karena berpikiran bahwa pasti akan tidak bisa melanjutkan pendidikan karena faktor biaya, padahal ada Allah yang akan menjamin rejeki seseorang, ada Allah yang akan membolak balik nasib seorang anak manusia, dari yang tadinya berada di atas, bisa jadi sekarang berada di bawah, demikian sebaliknya. “siapkan pensil 2B” begitu kata guru ku membuyarkan lamunanku, seorang guru Fisika, seorang guru yang jauh dari kesan ramah menurutku, barang kali ini hanya pendapatku saja, buktinya teman-teman ku tetap enjoy kok belajar dengan beliau. “kita akan mengisi formulir Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK)”, aku menyambutnya dengan dingin karena aku tidak begitu paham tentang hal itu dan tidak tertarik, yang aku tahu adalah itu jalur untuk anak-anak yang berprestasi. Temanku membagi pensilnya menjadi 2 bagian, oh... temanku, dia begitu baik, pensilnya yang tinggal tiga perempat itu dipotongnya lalu diberikannya kepada ku, aku menggunakan pensil itu untuk mengisi data-data yang ada di form tersebut, aku menoleh ke belakang kearah teman ku yang terkenal genius di kelas kami, dia begitu serius hingga tidak mengetahui kalau sedang diperhatikan, seketika dia tersadar kalau sedang diperhatikan, “aku harus memilih apa?” tanya ku sambil menatapnya dalam-dalam, dia seolah mengerti tentang kemampuanku, dan kondisiku, “kamu pilih D3 Matematika saja, di Universitas A dan Universitas B”, aku mengangguk lalu kembali memandang formulir di meja ku, ku isi sekedarnya, jangan sampai tak ku isi saja pikir ku. “Seperti nya kamu tidak akan lolos”, terdengar suara sangat dekat di teligaku, kuangkat kepalaku, ternyata guru itu, “Kenapa?” spontan kalimat itu meluncur dari lidahku, “Kamu tidak bermodal pakai pensil sependek itu”. Tak ayal wajahku memerah, kupandang pensilku, memang benar panjang pensilku lebih pendek dari telunjukku, tak aku pedulikan perkataan itu, dan akupun tak punya pengharapan apa-apa dari lembaran-lembaran kertas di depanku.

O0O

“Linda ke depan, silahkan kamu buat grafik Y = sin 2x “, wajahku memucat, tubuhku lemas, karena aku belum begitu paham dengan materi ini, dan pikiran kupun sedang tidak fokus, aku maju dan ahh...benar aku tak dapat mengerjakan soal itu, aku dipaksa agar dapat mengerjakannya, berdiri tegak memandang ke papan tulis, pikiranku benar-benar blank, tak sabar guru matematika ku menunggu, dia mengomel, entah apa yang dikatakannya, kalimat-demi kalimat yang keluar dari mulut terdengar seperti hembusan angin yang lewat begitu saja. Aku disuruh kembali ke tempat. “kamu, sedang dalam masalahkah?” bisik teman sebangkuku, ternyata ketika aku maju tadi, dia membongkar tas ku, dilihatnya ada kaus kaki, hand body dan pakaian ganti yang sudah kotor, “kamu dari mana?’ kedua pertanyaan ini pun tak juga kujawab hingga sekolah bubar. “kalian tidak tahu aku sedang suntuk, aku menginap di Rumah sakit” teriakku dalam hati.

Keesokan harinya Jumat, aku tidak sekolah, sholat Jum’at masih lumayan lama, “adik-adik mu makan siang dengan apa Lin? Apakah kamu sudah masak buat mereka?” , ibu ku dalam kondisi sakitpun yang dipikirkan anak-anaknya, “ada yang masak di rumah bu,” jawabku sekedar untuk menenangkan hatinya, ini hari kedua ibu ku di rawat di Rumah sakit, sheettt....terdengar suara selang dicabut dari hidung ibu ku, selang yang dimasukkan ke lobang hidung dan terhubung ke lambung itu pun lepas, “kenapa dilepas bu?, bukankah itu alat untuk mengeluarkan kotoran di lambung”, aku memberi penjelasan, “selang ini sakit”, ibuku berkata dengan lirih, setelah itu tubuh nya mulai melemas, perawat segera menutup tirai penghubung agar tidak menjadi perhatian pasien di sebelahnya, perawat memberikan Alqur’an untuk dibacakan oleh bapakku. Tubuh ku bergeter dan akupun sadar sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi, aku harus pulang untuk mengabarkan kondisi terakhir tentang ibu ku kepada keluarga dan sanak saudara serta teman-teman ibu pengajian, aku berlari secepatnya mencari angkot dengan uang di tangan hanya pas untuk ongkos angkot itu saja. Begitu sampai tujuan segera ku kabarkan semua, dan aku kembali lagi ke rumah sakit, begitu sampai aku masih sempat melihat detik-detik terakhir kepergian ibu, Innalilahiwainnalillahirojiun.

Lengkap sudah kegundahan hatiku, ini terjadi satu bulan menjelang Ujian kelulusan, telah tiada seseorang yang senantiasa berdoa untuk setiap langkah anak-anaknya, senantiasa meng iyakan untuk harapan dan cita-cita anaknya. Tapi hidup terus berjalan , harapan harus lebih dikuatkan lagi, usaha dan doa lebih ditingkatkan lagi. Pengumuman kelulusan telah diterima, dan aku harus berjuang mengikuti tes masuk perguruan tinggi, tujuan ku kuliah singkat agar aku bisa kerja menghasilkan uang, aku harus membantu bapakku dalam menyekolahkan adik-adikku, andaikan aku gagal, bagaimana dengan mereka? Itu yang ada dibenakku, aku tahu tidak ada biaya, aku tahu semua, tapi keinginan hatiku begitu kuat seolah menutupi kondisi yang sebenarnya.

O0O

Aku dipanggil ke sekolah, ternyata ada namaku tercantum dalam daftar penerimaan mahasiswa melalui PMDK, aku diterima di Universitas A yang pernah dianjurkan oleh temanku saat mengisi formulir dengan pensil itu, yang pernah diremehkan oleh guruku. Aku bersyukur dan menangis sejadi-jadinya, ternyata doa ibu ku selama masih hidup dikabulkan oleh Allah Swt, dari air matanya yang mengalir, dari tangannya yang penuh perjuangan, dari kalimat-kalimat yang meluncur dari lidahnya, semua dijabah oleh Allah swt. Ternyata benar, setiap perkataan yang keluar dari mulut si ibu adalah doa, dan doa yang lahir dari hati yang ikhlas dan ridho, maka akan diridhoi pula oleh Allah Swt.

O0O

# stay at home

# Gg Batu Nek, Sabtu, 18 April 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Dasyatnya kekuatan doa, Masyaallah.

18 Apr
Balas

Mantap

18 Apr
Balas

Saya ikut terharu dan akhirnya menangis...saat membaca kesuksesan Linda, lulus PMDK, atas doa alm ibunda...Luarrr biasa...Salam kenal dari Dharmasraya......Follback akunku juga ya?

18 Apr
Balas

Terimakasih bun

18 Apr

Doa ibu insya Allah diijabah Allah'

18 Apr
Balas

Aaminn

18 Apr

Gambaran yang rinci dipadu dengan larik-larik yang memesona.... Sip Bunda. Sukses selalu.

18 Apr
Balas

Terimakasih pak sudah berkenan mampir. Salam literasi

18 Apr

Ibu adalah kekuatan kita dalam hidup

18 Apr
Balas



search

New Post