Bayang-Bayang Ilusi
Bayang-Bayang Ilusi
13. Hany Jatuh Sakit.
Mama benar-benar dengan larangannya. Setiap hari sepulang kuliah dipantau. Harus langsung pulang. Tidak boleh kemana-mana. Hal ini menyulut luka dan kepedihan di hati papa dan diriku. Rasanya ingin terbang jauh dan berada di suatu tempat yang hanya ada aku dan papa saja.
Setiap kali protes, mama nangis-nangis dan mengatakan kalau aku sudah tidak sayang dan ingin tinggal bersama papa. Besoknya mama langsung sakit. Melihat keadaan yang seperti ini, aku tak sampai hati. Apalagi Om Wisnu membujuk agar aku mengalah. Katanya dia akan pelan-pelan menasehati mama. Tapi sudah hampir sebulan tidak ada perubahan. Papa juga tidak bisa menghubungi atau mengirim pesan. Mama menahan gawaiku. Bahkan akan merijek atau menghapus kalau ada pesan yang masuk dari papa. Aku hanya bisa membasahi bantalku dengan air mata kesedihan.
Nasihat Om Wisnu juga tidak berterima. Om Wisnu pernah mengusulkan agar mama konsul ke psikiater tentang ketakutannya yang terlalu berlebihan. Tapi mama tidak mau. Jadilah aku seperti tawanan kota. Kuliah di antar dan pulang juga dijemput.
Aku tidak tahu bagaimana keadaan Papa sekarang. Yang pasti sama sedihnya dengan diriku. Rasanya ingin lari saja dari rumah dan menghilang dari pandangan mama. Tapi rasa tak tega melihat keadaan mama, membuatku mengurungkan niat itu. Sering kukatakan kalau aku tidak akan meninggalkannya. Tapi mama tidak percaya, tetap saja dengan ketakutannya. Hari-hari berlalu terasa hampa. Aku bagaikan robot yang menunggu perintah.
Menulis juga tidak bisa dengan pikiran yang terganggu. Kuliah dengan pikiran melayang, menjadikan hasil ujianku jatuh. Tapi semua itu sudah tidak kupedulikan. Hidup terpenjara pikiran dan ide juga terkekang. Kegalauan demi kegalauan menghantuiku. Selera makanku hilang, bila diisi langsung muntah. Begitu seterusnya. Sehingga suatu hari seperti ada bongkah batu besar menimpaku. Aku tak sadarkan diri. Mama panik dan melarikan ke rumah sakit.
Aku mendengar ungkapan kesedihan mama, tapi rasanya mataku tidak dapat membuka. Tubuhku juga terasa lemas tak berdaya. Om Wisnu yang melihat keadaanku, meyarankan agar papa di telepon. Tapi mama bersikeras tidak membolehkan.
Mama dan Om Wisnu jadi bertengkar. Mereka ribut sekali mengganggu tidurku. Rasanya ingin kukatakan agar mereka tenang atau pulang saja. Aku ingin istirahat. Tapi kenapa mataku tidak bisa membuka? dan suara juga tidak bisa keluar. Ada apa dengan diriku. Apakah aku akan mati? Ya Allah, jangan dulu. Kasihan Papa dan mama nanti.
Kegaduhan juga terjadi di rumah Fredy. Karena pikirannya terganggu tidak bisa bertemu dengan Hany, selera makannya patah dan banyak melamun. Tubuhnya lemas dan demam tinggi. Saat tidurnya, dia sering menyebut nama Hany. Hal ini membuat Inge tanda tanya dan marah. Tapi melihat suaminya sakit, dia tidak sampai hati melabraknya.
Saat pagi hari, dikatakannya pada Dandy apa yang didengar. Dandy terkejut, wajahnya memerah menahan amarah. Dugaannya kalau Papa sudah tidak bertemu Hany salah. Ternyata Papa masih berhubungan dengan Hany. Kebenciannya pada wanita yang membuat sengsara hidupnya makin bertambah.
Dikiranya Hany sudah berubah. Ternyata kesenangannya pada lelaki dewasa tetap saja. Dan tidak peduli kalau itu papa pacarnya. Giginya beradu menahan marah.
"Apa kamu kenal dengan Hany?" tanya mama melihat perubahan wajah anaknya itu. Dengan cepat Dandy menggeleng.
"Tolong mama, cari tahu siapa Hany itu.
Kita akan buat perhitungan dengannya!"
ucap mama dengan wajah marah.
Dandy bangkit, lalu langsung pergi. Niatnya akan mendatangi Hany di kampus. Karena mereka berada di kampus yang sama tapi lain jurusan. Setelah bertanya pada teman Hany, mereka menggeleng tidak tahu. Karena Hany sudah tiga hari tidak masuk. Dandy menjadi tanda tanya. Tapi untuk menuntaskan kemarahannya, didatanginya rumah Hany.
Rumah bercat hijau yang asri itu sunyi. Seolah tak berpenghuni. Berkali dipanggil, tidak ada yang menyahut. Ketika seorang tetangganya keluar menegur, Dandy mendatangi dan menanyakan Hany. Tetangganya seorang lelaki sebaya papanya mengatakan kalau Hany sakit dan dirawat di rumah sakit. Bahkan katanya tak sadarkan diri.
Dandy merasakan seluruh syaraf di tubuhnya melemah. Kakinya rasa tak berjejak. Rasa sayang dan cinta bangkit di memori otaknya. Kembali kenangan bersama Hany tampil di ingatannya. Matanya berkaca-kaca. Setelah dikuatkan dirinya, dia berjalan pelan menuju mobil. Rasa ingin tahu membawanya sampai rumah sakit.
Fredy merasa tadi malam bermimpi. Hany menangis memanggilnya. Tapi Naura menariknya dengan paksa. Wajahnya penuh dengan kemarahan. Tangisan Hany begitu menyayat mengoyak kalbu. Dipanggil gadis kecilnya itu dengan mata yang basah, tapi Naura begitu tega menghempaskan pintu dengan keras. Sehingga Hany terkurung dalam kamar.
"Melamun lagi, kenapa sih Pa? Rahasia apa yang disembunyikan dariku? Papa punya wanita simpanan kan? Namanya Hany! Sampai-sampai terbawa mimpi segala lagi." seru Inge marah. Tak tahan melihat tingkah suaminya. Lelaki itu membesarkan matanya seketika. Tapi bibirnya malas untuk bicara.
Melihat suaminya diam saja, Inge merasa kalau kata-katanya dibenarkan. Emosinya meluap. Tangisnya tak dapat ditahan. Fredy menatapnya dan menggeleng. Tapi Inge yang terlanjur emosi meradang. Barang-barang yang ada di lemparnya sambil meraung marah. Fredy bangkit ingin menenangkan, tapi dengan emosi didorongnya. Kepala Fredy terbentur ujung ranjang yang berukir. Darah mengucur dari kepalanya. Inge menjerit dan memeluknya.
Segera di teleponnya Dandy agar pulang. Fredy merasakan kepalanya sakit, darah mengucur terus. Inge semakin panik. Tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia menjerit keluar, pembantu dan supir berlari menemuinya. Fredy dibopong dan dilarikan ke rumah sakit.
Dandy yang akan menuju kamar Hany terhenti ketika mendapat telepon dari mamanya. Segera dia kembali ketika dikatakan kepala papanya berdarah kena ujung ranjang. Saat mobilnya keluar dari rumah sakit, mama menelepon lagi kalau papanya sudah dibawa ke rumah sakit.
Dandy mengucek rambutnya. Entah apa yang terjadi dalam keluarganya itu. Pasti telah terjadi pertengkaran. Dan mama kalau ngamuk, meledak-ledak. Berakibat ke barang atau orang di sekitarnya. Oh, sakitnya kepalaku, masalah Hany belum terungkap, kini papa lagi.
Naura membasahi lap untuk membersihkan tubuh anaknya. Air matanya tidak berhenti jatuh. Keegoisannya bukan tidak beralasan. Selama ini dia sudah mengalah, menjauh dari cintanya. Mengorbankan keluarganya dan pergi jauh dari mereka. Banyak penderitaan dilalui, sebagai wanita yang punya anak tapi tak bersuami. Ejekan, hinaan dan segala sakit ditahannya demi buah hatinya.
Kini setelah Hany sudah dewasa, seenaknya saja dia masuk dalam kehidupan anaknya dan mengaku Papa. Pelan-pelan, akan dibujuknya Hany meninggalkannya. Oh, enak sekali dia, tidak dirasakannya penderitaanku. Aku tidak rela, sampai kapan pun Hany akan tetap bersamaku.
Air matanya jatuh mengenai pipi Hany, badannya, juga tangannya. Hany merasakan seperti diguyur air hangat. Dia tersentak, tubuhnya bergerak. Perlahan matanya membuka.
"Mama!" panggilnya lirih.
Naura terkejut dan memeluknya.
"Kenapa aku ada di sini?" Dipandanginya selang-selang yang terhubung ke tubuhnya. Naura hanya bisa menangis.
"Ma, aku lapar! rasanya capek sekali tubuhku."
Naura mengangguk. Tentu saja, semalaman Hany tidak sadarkan diri. Lalu dipencetnya bel untuk memanggil perawat. Dikatakannya kalau Hany sudah sadar dan minta makan. Perawat langsung menghubungi dokter dan mencek suhu tubuh Hany. Kemarin panasnya sangat tinggi. Kini sudah mendingan.
Fredy sampai di rumah sakit . Dokter dan perawat di IGD langsung menangani dengan cepat. Kepalanya dijahit. Lalu dokter mengatakan kalau tekanan darahnya tinggi. Pasien harus dirawat inap. Inge hanya mengangguk. Matanya bengkak karena menangis. Dia takut sakit jantung suaminya akan kumat.
Dandy mengikuti perawat yang mendorong papanya ke ruang perawatan. Saat melewati suatu lorong, matanya melihat sosok yang dikenalnya. Wanita itu duduk di kursi di depan kamar, wajahnya begitu sendu. Ingin dia menghampiri, tapi saat itu posisinya lagi mengantar papa ke ruangannya. Sedang mama masih di bawah mengurus adminstrasi.
Bersambung
#Tantangangurusiana
Tantangan hari ke-273
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Makin ruwet Tapi solusinya sederhana sebenarnya. Hany diijinkan ketemu Fredy Dan Fredy terbuka pada Keluarganya. Keren.. Salut dengan penulisnya
KOnflik kian memuncak. Membuat perasaan terbawa cerita. Semoga Fredy segera berterus terang pada istrinya hingga Dandy pun akan terbuka hatinya. Makin mantap, Bund!
Konfliknya makin lengkap, keren bunda mengaduk2 emosi pembaca.
Terima kasih bu
Ooh may God..
Wah makin rumit...next
Ya bu, Hany pingin bisa ketemu papanya.
Sepertinya akan ada pertemuan tak terduga
Ya, kita lihat nanti ya bu
Konflik semakin tajam..Hany dengan konflik batin dan fisik,.Fredy juga wisnu..Dandy semakin hilang...seru..seru..lanjutkan
Ya pak, mereka berkonflik dengan diri dan tubuhnya.
Semakin seru bun, lanjut
Ya bu, mereka berkonflik...
Mudahan papa dan anak cepat sembuh dan bertemu kmbali
Mudah-mudahan Say....
Wow, makin tegang
Ya bu Sri Ut..
Konflik memuncak, menukik ....mengharu biru , keren bun
Ya bu, betul sekali
Mantap Surantap Bunda.... Next
Terima kasih bu...
Konfliknya hemm makin membuat baper...
Hehe...ya bu...
Keren bu, walau ceritanya semakin ruwet.
Terima kasih ibu...