Herlina Indrawaty

Herlina Indrawaty,S.Pd.M.Pd. adalah guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Tanjung Morawa, Deli Serdang Sumatera Utara. Lahir dan besar di Medan. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ilalang Menghalangi Pandangan

Ilalang Menghalangi Pandangan

32.Jatuh Sakit

Rinai gerimis mengawali pagi. Beberapa bunga di depan taman terlihat bergoyang ke kanan dan kiri. Seolah mereka serentak menarikan suatu gerakan. Aku memandang ke arah jalanan yang basah, berharap gerimis ini akan segera usai. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera menyusuri jalanan untuk menemui Kaylaku.

Setelah sarapan , Mas Rasya sekilas memberitahu kalau Mbak Tika sudah pulang. Berarti, pagi ini aku akan melihat Kayla cantikku. Namun, kalau rinai gerimis tidak usai, Kayla tidak akan dibawa keluar rumah. Kekecewaan akan menghampiriku yang sudah dua minggu tidak melihatnya.

Ketika rinai gerimis perlahan menghilang berganti dengan munculnya mentari, sayangnya pertemuan dengan Kayla sudah lewat. Begitu pun, aku bersemangat mengendara menuju rumahnya. Berharap ada keajaiban saat sampai nanti. Semakin dekat dengan jalan menuju rumahnya, dadaku berdebar-debar. Berharap yang ada dalam pemikiran ini dapat terwujud.

Mobil sengaja kulewatkan perlahan, ketika melewati depan rumah. Aku terkesiap, ketika melihat Kayla bermain di teras, tetapi bukan Bik Nung yang menemani melainkan Mbak Tika. Mobil kuparkir di seberang rumah arah ke sudut. Takut kalau Mbak Tika mengenali mobilku. Aku berdiri, mengamati dari seberang dan berlindung dari balik payung yang lebar.

Sepertinya, sepeda roda tiga itu baru dibeli. Sebelumnya tidak pernah lihat. Mbak Tika mengajari menggunakannya, bahkan ikut mendorong. Kayla terlihat senang dan sesekali tertawa. Entah apa yang dikatakan Budenya, tawanya terdengar renyah. Aku tersenyum melihat pemandangan itu.

Setelah merasa cukup, aku masuk ke mobil dan mulai menghidupkan mesin, lalu berlalu meninggalkan rumah itu. Perasaanku menjadi tenang. Sepertinya Kayla terlihat akrab dengan Budenya. Anak seusianya akan cepat menyesuaikan dengan keadaan dimana dia berada. Apalagi, kalau orang-orang di rumah itu memberi kasih sayang padanya.

Saat sampai di rumah, mobil Mas Rasya terlihat terparkir di garasi. Aku terkejut, karena tidak memberi kabar. Seandainya tadi aku berbelanja bahan makanan bisa menjadi alasan, tetapi ini aku tidak membawa apa-apa. Pasti suamiku heran dan akan menanyaiku. Pikiranku berputar mencari alasan, tapi sampai masuk rumah tidak ketemu juga.

Mas Rasya ada di ruang tamu, ketika aku memberi salam. Dia tiduran di sofa. Mendengar salamku, langsung bangkit menjawab salam.

“Kok sudah pulang Mas?” tanyaku lembut menghampirinya. Wajah Mas Rasya terlihat merah dan lesu. Tanganku langsung bergerak memegang dahinya.

“Panas! Mas sakit ya?” Suamiku mengangguk, lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa kembali.

“Kamu dari mana Di?” tanyanya pelan. Aku bergumam tidak jelas. Mengajaknya untuk pindah ke kamar. Mas Rasya mengikutiku yang berjalan di depannya. Setelah berbaring, aku meninggalkannya untuk mengambil obat dan air minum. Ketika kembali ke kamar, terlihat matanya terpejam. Segera aku membangunkannya.

“Mas, minum obatnya. Sore nanti, kalau belum turun panasnya, kita ke dokter ya,” bujukku. Setelah meminum obat, kembali dia merebahkan tubuhnya. Badannya memang panas sekali, mungkin ditambah pusing juga. Aku menungguinya hingga ikut tertidur. Suara-suara berisik, membuatku terbangun. Mas Rasya mengigau, dan tubuhnya bergetar. Baru kali ini, aku melihatnya seperti itu.

Setelah mengganti baju, aku membangunkan Mas Rasya, untuk membawanya ke dokter. Dengan melingkarkan tanganku di pinggangnya, aku membawanya ke mobil. Tujuanku ke rumah sakit, karena siang ini dokter Yanuar masih di rumah sakit. Sore baru dia di tempat prakteknya. Mas Rasya kutidurkan di kursi belakang berpenyangga bantal di kepalanya.

Sampai di rumah sakit, dokter Yanuar menunggu di pintu masuk. Seorang perawat sudah siap dengan kursi roda. Aku membuka pintu belakang, dokter Yanuar dan perawat memindahkan Mas Rasya ke kursi roda. Suamiku sudah bangun, kulihat dia diam saja. Setelah melalui pemeriksaan, dokter Yanuar memutuskan untuk rawat inap. Mulanya aku keberatan, setelah dijelaskan olehnya aku mengikuti sarannya.

Selang infus terpasang di lengannya. Dokter Yanuar memintaku istirahat di rumah saja. Perawat akan ditugaskan menjaga suamiku. Dia kasihan melihatku dengan perut yang semakin besar. Aku menolak, karena tidak mungkin meninggalkan suamiku dalam keadaan sakit. Kukatakan kalau aku akan tidur di sofa. Dokter Yanuar tidak bisa berkomentar, hanya dimintanya agar menjaga kesehatan.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantul

16 Mar
Balas

Pengabdian seorang istri. Luar biasa. Cerbung keren Bunda. Sukses terus

16 Mar
Balas

Semoga Rasya cepat sehat..

16 Mar
Balas

Yang sabar ya Di...semoga Rasya cepat sembuh...Next

16 Mar
Balas

Duh.. kasihan juga jika ditinggal..semoga nggak terjadi apa-apa dengan Rasya...salam kangen Bunda cantik.

15 Mar
Balas

Sungguh perjuangan dan lesetiasn seorang wanita yang luar biasa. Salut

16 Mar
Balas



search

New Post