Herlina Indrawaty

Herlina Indrawaty,S.Pd.M.Pd. adalah guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Tanjung Morawa, Deli Serdang Sumatera Utara. Lahir dan besar di Medan. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ilalang Menghalangi Pandangan

Ilalang Menghalangi Pandangan

36.Rintangan dalam Meraih Bahagia

“Aku titip Kayla selama dua minggu Dian, kuharap kalian bisa merajut kasih bersamanya.” ujar Mbak Tika sembari menatap Kayla dengan kasih sayang seorang ibu. Hatiku protes dengan ucapannya. Seharusnya malaikat kecil itu milik kami, bukan miliknya. Tidak ada kata titip, tapi menyerahkan.

“Ya Mbak, tentu saja kami senang,” jawab Mas Rasya yang masih menggendong Kayla. Sebenarnya, Kayla meronta-ronta minta turun dari gendongan. Dia memanggil maminya terus. Bagaimana bisa, dalam setahun sudah tidak mengingat kami lagi mama dan papanya.

“Mami….mami …” rengeknya pada Mbak Tika. Airmata membasahi pipinya. Hatiku serasa diiris. Mbak Tika meminta agar Kayla diturunkan. Dia tidak sampai hati melihat Kayla memanggilnya terus. Ketika sudah turun, Kayla berlari memeluk kaki Mbak Tika.

“Kayla ikut ya Mi,” rengeknya. Mbak Tika berjongkok dan memeluknya. Membisikkan sesuatu kepadanya, yang membuat gadis kecil itu tersenyum senang. Aku dan Mas Rasya saling tatap melihat pemandangan itu. Mereka sudah seperti ibu dan anak yang selayaknya. Terus, kami ini seolah orang lain di mata mereka.

Mbak Tika sudah berangkat ke Bandara, sementara Kayla bersama dengan pengasuhnya. Aku mencoba mendekati dan mengajaknya bermain, tetapi putriku tidak mau. Perasaannya mengatakan kalau kami orang asing. Kami tidak tahu bagaimana Mbak Tika mengajarinya, yang jelas dia akan nurut dengan pengasuhnya daripada kami orang tuanya.

Ketika kami sudah di kamar, aku melampiaskan dengan mengomel sambil berurai airmata dalam pelukan suamiku. Mas Rasya berusaha menenangkanku.

“Sabar Di, anak kecil gampang lupa. Apalagi, kita sudah setahun berpisah dengannya. Besok, pasti dia mau dekat dengan kita,” hibur suamiku. Aku menatap wajahnya ragu, tapi anggukannya membuatku diam. Ada secercah harapan dalam diamku. Anak-anak akan cepat dekat dengan orang-orang yang memberikan kasih sayang padanya. Biarlah hari ini dia merasa canggung dan asing.

Seharian, Kayla berada di kamar dengan Mimi pengasuhnya. Aku meminta mereka untuk keluar dan duduk di ruang tamu bersama kami, tapi Mimi minta maaf karena Kayla tidak mau. Aku rasanya ingin menerobos dan memeluknya paksa. Bila perlu mengatakan kalau aku mamamu, yang telah melahirkanmu.

Mas Rasya, mengetuk kamar mereka, mengajak makan malam bersama. Mimi membuka pintu, meminta maaf karena Kayla tadi rewel mencari maminya. Diperlihatkannya, kalau Kayla kini sudah tidur. Mas Rasya mengangguk, kemudian berlalu ke meja makan. Kami makan dalam diam dengan memendam rasa kecewa dada.

Pagi yang cerah, aku dan Mas Rasya berencana mengajak Kayla dan Mimi jalan-jalan di taman bermain. Kulihat wajah Mimi sedikit berubah, seperti takut. Aku yang dari semalam memendam perasaan, merasa terganggu dengan sikapnya.

“Memangnya kenapa Sus, Kayla tidak suka ke taman? Ya sudah, kemana dia suka saja,” ujarku ketus. Mimi yang mendengar nada suaraku, segera meminta maaf. Aku menatapnya kesal.

“Kamu tahu kan kalau Kayla itu putri kami, wajar dong ingin bersenang-senang bersamanya!” seruku dengan nada sedikit naik. Mimi terlihat menunduk, merasa serba salah. Sejenak kami saling diam, kemudian dia mengangkat wajah dan berdehem.

“Ibu pesan pada saya dan Kayla, agar tidak mudah dekat dengan orang lain, walaupun itu kerabatnya,” ujarnya pelan. Aku terkesiap, sebegitunya Mbak Tika memprotek putrinya. Pantas saja anak itu selalu ketakutan bila didekati. Mimi juga membawa bahan makanan dan memasak sendiri untuk Kayla.

“Jadi, maksudnya kalian tidak boleh pergi dengan kami? Tega sekali!” marahku.

“Saya coba menanyakan dulu Bu.” Jawabnya meninggalkanku. Segera kutemui Mas Rasya yang menunggu di meja makan untuk sarapan. Ketika melihat wajahnya, aku tidak sampai hati mengadukan kejadian tadi. Suamiku baru saja keluar dari rumah sakit, mendengar itu bisa masuk rumah sakit lagi pula.

“Gimana Di, mereka setuju kan?” Aku pura-pura tidak mendengar dengan menyendokkan nasi di piringnya.

“Di?” panggil suamiku mengulang. Aku menatapnya dengan tersenyum disusul anggukan pelan. Terlihat cahaya bahagia di matanya. Dadaku kembali tergores, bagaimana kalau Mbak Tika tidak mengizinkan, bisik hatiku bermonolog.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Teganya Mbak Tika memisahkan Kayla dengan kedua orang tuanya.

22 Mar
Balas

Ya Bu, dia ingin merasakan kebahagiaan seorang ibu.

22 Mar

Jadi ikut kesal sama Mbak Tika. Ingin bahagia tetapi tidak membahagiakan orang lain

26 Mar
Balas

Kasihan Kayla sekali ya...gemes sama Mbak Tika. Sukses dengan cerita luar biasanya Bunda.

23 Mar
Balas

Makin rumit ya bund..

23 Mar
Balas

Mbak Tika kok gitu sih, lanjut mom

23 Mar
Balas

Jahat amat ya mbak tika....

23 Mar
Balas

Aduhh...mb Tika. Jgn jahat2 dong. Waduhh..kok oma baper. Lanjuuut bund

23 Mar
Balas



search

New Post