Hermin Agustini

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Merenda Asa Bangga (Bangsalsari Tiga)

Merenda Asa Bangga (Bangsalsari Tiga)

Oleh: Hermin Agustini

21 Februari 2022 adalah awal mula saya bertugas sebagai kepala sekolah di SMPN 3 Bangsalsari di pinggiran kota Jember. Di siang yang terik saya tiba di depan sekolah yang sepi. Pintu gerbang tertutup tanpa satpam di pos jaga. Ragu mulai melanda, benarkah itu sekolah yang saya tuju? Saya buka gerbang berkarat yang berbunyi “kriiiyeet” sambil berharap akan ada orang yang muncul karena kabarnya, kehadiran saya hari itu sudah dikonfirmasikan kepada seluruh warga sekolah.

Meski gamang, saya terus melangkah menyusur ruang tamu kosong dan kaget dengan sambutan seseorang yang berjalan seperti robot. Hati saya semakin ciut, jangan-jangan saya salah masuk ke sekolah yang tak kasat mata sebab banyak ruang kosong dan berdebu dengan situasi sunyi bagai tak berpenghuni. Dengan senyum ramah Pak Agus mengantar saya ke ruang guru yang sangat luas bahkan terlalu luas untuk 13 guru, 2 tenaga administrasi dan 3 orang pramu kebersihan serta 2 orang satpam. Perkenalan hari itu belangsung hangat justru karena tidak ada penyambutan.

Berikutnya, saya meminta antar untuk menelusur ruang-ruang terkunci dan berdebu. Perpustakaanpun tertutup rapat dengan buku-buku tak tersentuh. Hawanya dingin membuat saya merinding.”Beberapa menit saya di sini kenapa merinding ya?” pertanyaan saya yang hanya dijawab dengan senyum bu Mimik. “Memang tidak pernah ada yang berani masuk ke sini, Bu,” Sahut pak Hadi membuat saya segera beranjak keluar. Pandemi telah mengubah sekolah menjadi bangunan kosong yang tentu saja memunculkan cerita-cerita serem, entah benar atau rekayasa yang jelas membuat saya ingin menangis.

Sekolah harus dibersihkan secara fisik maupun non fisik. Sehingga selama seminggu pertama, saya mengajak seluruh warga sekolah untuk bekerja bakti membersihkan ruang-ruang termasuk perpustakaan dan mushollah. Kemudian saya meminta agar ruang guru dekat dengan ruang kepala sekolah agar saya tidak takut berasa di ruang besar sendirian. Saya pun mengundang siswa pondok pesantren untuk meruqyah sekolah. Pintu-pintu ruang dan jendela wajib dibuka setiap hari meski tidak semua siswa masuk.

Berikutnya adalah tebar pesona, pendekatan dari hati ke hati agar kehadiran saya benar-benar diterima dan dicinta. Mengamaati karakter warga sekolah juga lingkungan yang sebagian besar adalah suku Madura membuat saya bersyukur terlahir dari keluarga Madura dengan bahasa Ibu bahasa Madura sehingga lebih mudah membaur dengan semua orang di sekolah maupun di lingkungan sekitarnya.

Masyarakat Madura memang lebih suka bila memondokkan putra putri mereka ke pondok pesantren daripada ke sekolah negeri. Selepas SD biasanya anak-anak dikirim ke pondok pesantren. Dan sudah umum apabila anak perempuan dimasukkan ke pondok pesantren bukan hanya untuk menuntut ilmu agama tetapi semacam karantina untuk menunggu perjodohan mereka. Pernikahan dini sangat marak.

Maka tak heran apabila jumlah siswa sekolah semakin menurun apalagi pada masa-masa pandemi. Orang tua banyak yang merasa kewalahan bila putra putri mereka belajar dari rumah. Sehingga pondok pesantren semakin diminati dan sekolah negeri terlewati. Hali ini terbukti ketika penerimaan siswa baru tiba, tak ada antrian siswa SD yang mendaftar, kami harus menjemput bola untuk memperolah siswa. Kepercayaan orang tua siswa harus diraih kembali. Pasti butuh perjuangan dan kerjasama dengan semua pihak.

Pelanggaran siswa mulai dari keterlambatan, siswa merokok, siswa membolos dengan cara melompat pagar, perundungan bahkan berkelahi dengan membawa senjata tajam adalah hal mengejutkan yang harus dihadapi bersama. Siswa melanggar dan berbuat salah, bukan semata-mata kesalahan mereka, tapi bisa jadi karena mereka kurang mendapat perhatian baik di rumah maupun di sekolah. Sekali lagi, maslah ini membutuhkan kerjasama yang solid dari semua pihak.

Dengan keadaan seperti itu, tentu saja meraih prestasi akademik menjadi sesuatu yang jauh dari kata mudah meraihnya. Namun bukan hal yang mustahil untuk tetap mengajak siswa berprestasi di bidang non akademik. Mereka harus sibuk dengan kegiatan fisik agar kebiasaan –kebiasaan buruk berubah menjadi baik. Para siswa perlu dilatih kedisiplinan melalui ekstra kurikuler Latihan Keterampilan Baris Berbaris ( Paskibra), Pramuka, dan olahraga Bola Volly.

Memperketat kedisiplinan bukan dengan hukuman fisik harus ditelateni. Yang terlambat wajib memperoleh sanksi sholat Dhuha di musholah yang kebetulan terletak di depan sekolah. Atau mereka wajib mengaji Yasin sampai tamat, dan yang paling ditakuti siswa adalah hukuman dari kepala sekolah yang menyodorkan selembar kertas dan sebuah pena kemudian meminta siswa yang melanggar membuat sebuah tulisan.

Sepuluh bulan sampai hari ini, giat siswa di bidang non akademik mulai menuai prestasi. Meski bukan juara pertama, bahkan hanya juara 2 Madya LKBB se kabupaten Jember adalah prestasi yang luarbiasa membanggakan bagi kami mengingat keikutsertaan dalam lomba tersebut masih merupakan pengalaman kedua setelah gagal di perlombaan sebelumnya. Piala hanyalah penanda kebanggaan, lebih daari itu, efek disiplin para siswa mulai tampak sebagai dasar bagi mereka untuk membiasakan diri disiplin dalam hal apapun, utamanya dalam belajar.

Berikutnya, giat literasi mulai dikuatkan untuk meningkatkan prestasi siswa di bidang apapun. Akdemik maupun non akademik. Terus bersinergi dengan semua pihak bergeliat, berkarya meningkatka kualitas sekolah dari terlupakan menuju sekolah unggulan yang di dambakan. Berkarya, berkarya dan terus berkarya membersamai siswa meraih asa mulya.

Hermin Agustini, M.Pd. Kepala Sekolah SMPN 3 Bangsalsari lahir di Bondowoso pada tanggal 31 Agustus 1972. Bergabung dengan Media Guru Indonesia Pada Bulan September 2019 sampai saat ini dan telah menuliskan beberapa buku Solo maupun antologi. Buku solo yang telah ditulisnya berjudul “Nak, Duduklah Sebentar Bersamaku,” “Purnama di Beranda Dapur,” dan “Kulipat Rinduku”. Penulis terus bergiat mengiatkan literasi di Jember_Jawa Timur.

Balung_Kulon, 13 Januari 2023

Profil Penulis

Hermin Agustini, M.Pd. Kepala Sekolah SMPN 3 Bangsalsari lahir di Bondowoso pada tanggal 31 Agustus 1972. Bergabung dengan Media Guru Indonesia Pada Bulan September 2019 sampai saat ini dan telah menuliskan beberapa buku Solo maupun antologi. Buku solo yang telah ditulisnya berjudul “Nak, Duduklah Sebentar Bersamaku,” “Purnama di Beranda Dapur,” dan “Kulipat Rinduku”. Penulis terus bergiat mengiatkan literasi di Jember_Jawa Timur.

Kritik dan saran bisa dikirim ke [email protected] atau Wa di 081252376628.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post