Hernawati Kusumaningrum

Hernawati adalah guru bahasa Inggris SMP Al Hikmah Surabaya. Ibu berputra 4 ini berhobi membaca, menulis, dan berkebun. Suka mengikuti lomba bagi guru. Sekarang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sebelum Pintu Medsos Tertutup

Sebelum Pintu Medsos Tertutup

Ah, apalah artinya kendala kecil jika harus meraih mimpi. Di menit-menit terakhir, saya dapati kenyataan saya harus berangkat sendiri. Ban sepeda yang tidak mau kompromi menuju Bungurasih. Hanya aral kecil dibanding dengan seorang kawan yang melewatkan 12 jam perjalanan. Dari pinggang gunung Merapi dan Singgalang di Bukit Tinggi. Menginap di Soeta seorang diri. Emak-emak lagi.

Teman sekamar saya harus melewatkan 9 jam perjalanan dari Solo dan Sragen. Beberapa ibu yang saya temui pada saat makan malam datang dari Jakarta, Riau, Medan. Kalau dari Jawa Timur, ya.. ombyokan.

Saya hanya harus mbolang naik Patas Surabaya-Malang. Gitu saja sudah galau. Padahal ada manual perjalanan dari grup. Nanti naik lyn merah menuju Karangploso. Oper lyn putih turun di depan Arhanud. Begitu instruksi yang saya baca. Ada alternatif naik ojek. Gampang, pikir saya. Namun, di saat yang sama terbersit rasa takut kalau kesasar.

Saking tidak pedenya sampai-sampai semua orang yang turun di Karanglo dan menuju Karangploso saya tanya. Apakah mereka ikut camp menulis? Hahahaha. Padahal, jelas-jelas performance mereka sama sekali tidak menunjukkan peserta camp. Dua laki-laki yang turun bersama saya tadi berjenggot tebal, bersandal japit, dan membawa kardus besar berbungkus plastik rapat. Satunya lagi, seorang perempuan berusia sekitar SMA-an.

Alhamdulillah, akhirnya masuklah saya di lyn merah bersama ketiganya. Tak lama kemudian, seorang lelaki berperawakan Rambo masuk membawa dua tas. Satu tas sedang persis punya saya, tas travel bertuliskan Tupperware. Satunya lagi backpack. Lagi-lagi, pikiran saya berkata, mungkin Bapak ini satu tujuan dengan saya! Hahahaha.

Ah, ternyata si Rambo baru pulang dari Freeport.

Dari Karangploso saya disarankan naik ojek. Baik, Pak, kata saya sambil mengulurkan lima ribuan pada sopir angkot. Nanti ojeknya bayar 6 ribu saja mbak, lanjutnya. Ternyata lokasi acara tidak terlalu jauh. Ketika sampai di tujuan segera saya tanya tukang ojek berapa yang harus saya bayar. Sepuluh ribu, mbak, katanya. Segera saya keluarkan sepuluh ribuan dan bertanya nomor teleponnya. Barangkali saya butuh besok ketika pulang.

Ternyata, tidak ada yang satu tujuan dengan saya hingga saya sampai di sini. Setiap orang berhak bermimpi. Tapi mimpi yang sama, hanya ada di sini. Media Guru Writing Camp di Batu. Hari ini saya bergabung dengan ratusan guru bermimpi sama. Menerbitkan buku di bulan Mei. Satu guru satu buku. Kalau bisa lebih, mengapa tidak?

Tulisan ini saya buat sebagai penanda saya menjadi bagian dari sejarah yang akan diciptakan para guru se-Indonesia. Sekali lagi, se-Indonesia! Di bulan Mei, akan ada 100 buku diluncurkan dari tangan para guru. Mereka ada di sini sekarang. Terkurung di Batu.

Sebelum pintu medsos tertutup, jam 8 nanti. Kami harus mematikan medsos sementara untuk fokus menulis. Sehari ngebleng fokus buku. Izinkan saya membaca bismillah untuk memulai langkah. Kelak bertemu kembali di panggung membawa buku. Selamat berjuang kawan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren.... lanjutkan bu

27 Feb
Balas



search

New Post