Herniwati

Herniwati merupakan salah satu pengajar di SMPN 5 Tanjungpandan. Kelahiran Penyandingan (OKI) Sumsel 7 Juli 1972. Alumni dari SDN 216 Palembang, SMPN 35 Palemba...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pesan Bunda (1)
Sumber google

Pesan Bunda (1)

#hari ke_438

Lira tak tega meninggalkan Zizi yang tertidur sambil memeluknya. Akhirnya ayah memintanya agar tidur di kamar bunda menemani Zizi. Sementara ayah tidur di ruang tamu bersama kerabat yang menginap malam itu. Beberapa kali Lira terbangun mendengar Zizi mengigau memanggil bunda.

Saat Lira ingin menunaikan salat subuh, ia bermaksud mau melepaskan tangan Zizi yang memeluknya. Namun, betapa kagetnya ia ketika menyentuh tangannya yang terasa panas. Lira bangkit dan menjamah kening Zizi dengan membalikkan telapak tangannya.

"Masya Allah keningnya panas sekali. Bibirnya gemetar dan tubuhnya menggigil sambil memanggil bunda."

Lira panik melihat keadaan adiknya. Segera ia keluar dan membangunkan ayah yang rupanya baru terlelap beberapa menit yang lalu. Semua keluarga terbangun dan merasa cemas.

Om Reno adik bunda segera bersiap dan mengeluarkan mobil ayah dari garasi. Tak menunggu lama kami langsung membawa Zizi ke rumah sakit. Untung jalan masih sepi sehingga Om Reno dapat melajukan kendaraan dengan cepat.

Om Reno membelokkan mobil memasuki halaman rumah sakit dan berhenti di depan ruang UGD. Ayah menggendong Zizi yang terlihat lemah. Lemah rasanya lulut saat ingin melangkahkan kaki memasuki ruangan ini. Masih trauma, baru kemarin kami ke sini membawa bunda yang hanya bertahan satu jam. Tangan ayah terlihat gemetar setelah membaringkan Zizi di hospital bed. Om Reno segera menuntun ayah untuk duduk di kursi.

Sementara itu dokter jaga yang kemarin juga menangani bunda dengan cekatan segera memeriksa Zizi dan menginstruksikan kepada perawat supaya memasang infus agar dapat memasukkan obat turun panas.

"Adek hanya demam biasa, mungkin kemarin kehujanan dan mengalami goncangan jiwa sehingga berdampak pada daya tahan tubuhnya", dokter menjelaskan.

"Makan dan minumnya juga sedikit Dok, itupun karena dipaksa. Ia menangis terus", Lira menjelaskan.

"Nanti kalau suhu tubuhnya sudah normal, biar dirawat di sini dulu supaya dokter mudah memantaunya dan tetap bisa diinfus untuk menggantikan cairan tubuhnya."

Ayah mengangguk sambil mengusap wajah dengan telapak tangan. Tarikan napas ayah terdengar berat.

Paginya adek Zizi dibawa ke ruang perawatan setelah suhu tubuhnya berangsur-angsur turun. Lira pamit pada ayah untuk mengambil bantal dan baju adek serta perlengkapan lainnya. Lira pulang bersama Om Reno.

"Assalamualaikum, Bunda."

"Astaghfirullah hal azim, Lira lupa kalau bunda sudah tiada karena sudah terbiasa."

Mata Lira kembali basah apalagi saat ia masuk ke kamar bunda. Ia memasukkan dua stel piyama Zizi ke dalam tas. Lalu melepaskan sarung bantal Zizi yang lembab dan mau diganti yang lain. Ketika membuka sarung bantal itu, ia menemukan amplop surat untuk Zizi. Lira terkejut setelah membaca pengirimnya adalah bunda.

Lira bergegas mengajak Om Reno kembali ke rumah sakit. Tak sabar ingin membaca surat bunda. Ayah sedang menyuapi Zizi bubur yang tinggal sedikit lagi.

"Alhamdulillah, kalau makannya habis, Dedek lekas sembuh."

Setelah Zi selesai minum, Lira memberikan surat itu.

"Bunda kembali lagi ya Kak", wajah Zi ceria menerima surat itu.

"Bunda menulisnya sebelum beliau pergi ke surga."

Setelah membaca surat itu, Zi minta agar segera pulang. Ia mengatakan kalau ia sudah sehat. Zi juga menceritakan dalam surat itu bunda berpesan kalau suatu saat bunda pergi, Zi tidak boleh sedih karena bunda selalu ada di dekatnya hanya tidak bisa terlihat. Kalau Zi sedih bunda juga sedih. Jika Zi menangis bunda juga menangis. Tapi kalau Zi berdoa bunda akan tersenyum bahagia di surga menunggu kita nantinya. Mata ayah berkaca- kaca mendengar Zi menjelaskan isi surat itu. Lira keluar kamar tak sanggup ia membendung air matanya.

Tak lama kemudian dokter datang untuk mengecek kesehatan Zi. Sebelum masuk kamar, tanpa sepengetahuan Lira dokter memandangnya. Pandangan yang mengandung sejuta makna. Hanya beliaulah yang tahu.

"Zi sudah sehat, kalau infusnya nanti habis boleh pulang", kata dokter sambil mengelus kepala Zi dengan lembut.

Zi, tersenyum dan meraih tangan dokter, lalu mencium punggung tangannya sambil mengucapkan terima kasih.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren say, siap nunggu lanjutannya

17 Apr
Balas

Terimakasih say

01 Jul

Mantul. Ada apa dengan Lira dan dokter? Penasaran....

18 Apr
Balas

Terimakasih Bu

01 Jul



search

New Post