Herni Yuni

SD INPRES 1 SERUI KAB.YAPEN WAROPEN - PAPUA, SMP N 1 BIAK KOTA KAB.BIAK NUMFOR - PAPUA, SMA N 1 BIAK KAB.BIAK NUMFOR - PAPUA, S1 Ilmu Komputer Prodi. SI UDIN...

Selengkapnya
Navigasi Web
Aku Anak Broken Home
Sumber Gambar : https://www.google.co.id/imgres?imgurl=https%3A%2F%2F1.bp.blogspot.com%2F-lDnGP4hcdfM%2FWWO76FgoNDI%2FAAAAAAAAReI%2FAfwOtg9--qo6UAAgYiR9KGzH74fSzEIcgCLcBGAs%2Fs640%2Fgambar%252Banimasi%252Borang%252Bsedih.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fwww.gambaranimasi.pro%2F2020%2F01%2Fkoleksi-910-gambar-animasi-anak-kecil.html&tbnid=08NRlpkTC0wRCM&vet=12ahUKEwjynOS4o7jqAhX0TnwKHVu1B6gQMygCegUIARCrAQ..i&docid=qHfn8RC7WHIGTM&w=286&h=279&q=kartun%20anak%20kecil%20bersedih&safe=strict&ved=2ahUKEwjynOS4o7jqAhX0TnwKHVu1B6gQMygCegUIARCrAQ

Aku Anak Broken Home

#TantanganGurusiana Hari ke-6

Aku Anak Broken Home

Maya adalah namaku. Sekarang aku mau menuju ke umur 8 tahun. Nama panjangku Maya Emerdeka. Orang tuaku memberikan nama seperti itu ungkin karena tanggal lahirku bertepatan dengan hari kemerdekaan RI.

Aku dibesarkan di tengah keluarga broken home. Ayah dan ibuku bercerai sejak aku berumur 2 tahun (itu kata nenekku yang telah meninggal setahun yang lalu). 2 tahun setelah bercerai dengan ayah, ibu menikah lagi dengan seorang duda beranak 1.

Kehidupan ayah kandungku aku tak tahu sama sekali karena aku ikut ibu dan aku merasa risih jika bertanya ke ibuku tentang dia. Yang jelas, dari penangkapanku ayahku tidak pernah peduli padaku, tidak merindukan aku dan tidak pernah mencariku.

Ibuku sehari-hari bekerja sebagai penjual nasi uduk, hasilnya lumayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ayahku yang sekarang bekerja sebagai satpam. Saat umurku 7 tahun, ibuku melahirkan adikku, jadi sekarang aku memiliki 2 adik.

Di sekolah aku termasuk anak yang ceria, mudah bergaul dan baik hati. Aku lebih merasa nyaman berada di sekolah daripada di rumah. Setiap kali mendengar bel pulang, hatiku langsung berubah sedih.

Di rumah aku lebih sedikit berbicara dan sedikit pula tersenyum dan bersenda gurau dengan keluargaku. Aku cenderung datar.

“Kenapa harus pulang?”. Hatiku sering berbicara seperti itu setiap bel pulang sekolah.

Di rumah aku tidak pernah mendapat kekerasan fisik, tapi perasaanku sering terluka.

Ibuku baik, ayahku juga baik, adik-adikku juga baik. Ibu dan ayahku selalu mencoba untuk bersikap adil seadil-adilnya kepada kami. Jika ibu habis mengantar pesanan nasi uduk, kadang ibu mampir ke pasar dan membelikan kami bertiga jajanan.

Jika sesekali rebutan bantal saat mau tidur dengan adikku Mila yang umurnya hanya terpaut 1 tahun denganku, ku anggap itu hal yang biasa.

Pernah suatu hari Mila dibelikan jam tangan oleh neneknya. Senangnya luar biasa. Dipakainya jam itu dipergelangan tangannya sambil berlari ke sana ke mari, sesekali kaki kecilnya melompat-lompat kegirangan saat berlari. Aku hanya meringis sambil membantu ibu membungkus nasi uduk, karena sebenarnya dalam hatiku sudah lama ingin pakai jam tangan, tapi aku tak berani minta ke ibu. Aku takut dimarah ibu karena dianggap tidak bisa mengerti keadaan orang tua yang susah payah nyari duit. Ibu melihatku sedikit lama, tapi datar saja. Keesokan harinya ada temanku memakai jam tangan mainan. Aku mencoba untuk meminjamnya. Tak disangka, temanku itu langsung memberikannya dan mengatakan kalau aku suka ambil saja, tak usah dikembalikan. Aku senang sekali. Hari itu ku pakai jam mainan itu terus di sekolah sampai aku lupa melepasnya waktu sampai di rumah. Ibu melihatnya, tapi ibu tidak mengatakan apa-apa.

Malam setelah ku kerjakan PR, seperti biasa aku membantu ibu merajang bumbu untuk lauk nasi uduk. Setelah itu aku beranjak tidur.

Tak lupa jam tangan mainanku yang diberikan teman ku simpan di laci dengan rapi, lalu aku memejamkan mataku.

Saat aku tertidur, aku mendengar ada seseorang yang membuka pintu kamarku tapi aku mencoba pura-pura terlelap. Ku buka sedikit mataku, aku melihat ibuku masuk ke kamar. Perlahan ibu membuka laciku.

Aku melihat ibuku memegang jam tangan mainan itu, ditatapnya jam mainan itu lama sekali, lalu dikembalikan ke tempat semula aku menyipannya kemudian ibuku keluar dari kamar.

Malam itu aku mencoba menenangkan diriku sendiri untuk tidak cengeng dan menangis.

***

Sehabis maghrib ku lihat hari ini ibu tidak sedang sibuk memasak cateringan, mungkin tak ada pesanan untuk besok atau mungkin ibu ingin libur sehari, jadi aku memilih bermain sambil mengerjakan PR di teman sekelasku Rina yang juga adalah tetanggaku.

Saat aku sedang asik mengerjakan PR, tiba-tiba Andi datang memarkir sepeda di teras rumah Rina dan ikut gabung dengan kami. Andi adalah kakak kelasku. Rumahnya hanya terpisah 1 rumah dari rumahku.

“Maya, kamu kok tidak ikut ayah ibumu?” tanya andi padaku

“Memang ke mana?” Aku penasaran.

“Tadi waktu kutanya mau ke mana, kata ayahmu mereka mau ke pasar nyari sandal.”

“Oh iya ? memang sandalnya Mila sudah putus, sandalku juga hampir putus. Mungkin mereka mau nyari sandal untuk aku dan Mila.” Aku sedikit sedih, kenapa aku ditinggal.

“O...” sahut Andi datar.

“Mau antar aku ke pasar naik sepedamu untuk nyusul ayah ibuku?” Aku harap Andi tak menolak permintaan tolongku itu.

“Ayo aku antar.” Andi langsung menuju sepedanya. Aku mengikutinya dan kami berboncengan menuju ke pasar yang tak jauh dari kompleks rumah kami.

Sampai di pasar, Andi menurunkanku di parkiran, kami bingung sendiri. Aku tak ingin merepotkan Andi terlalu banyak, jadi ku suruh Andi pulang, biar aku sendiri yang mencari ayah dan ibuku.

Setelah aku menoleh ke kanan kiri berjalan di sekita toko-toko sandal, aku lelah sendiri, jadi kuputuskan untuk beristirahat saja sambil menunggu ayah dan ibuku.

Aku kembali ke parkiran, berjalan ke sana ke mari mencari mobil pickup tua yang biasanya dipakai ayah dan ibu jika bepergian. Aku menemukannya, lalu aku segera naik di bagian belakang, duduk sendirian di pickup menunggu ayah dan ibuku, sesekali aku melihat ke atas memandang langit.

Setelah kurang lebih 2 jam aku menunggu, ku lihat ayah, ibu, Mila dan adikku menuju mobil. Aku melihat ayah dan ibuku sedikit terkejut melihat aku.

“Ibu sudah dapat sandalnya?” Tanyaku segera.

“Iya sudah, nanti dilihat di rumah ya.” Ibuku masih sedikit bingung melihat aku.

Aku hanya mengangguk, lalu aku dan Mila duduk di pickup belakang.

Di sepanjang jalan aku dan mila hanya diam dan sesekali tersenyum. Kami tidak sedang marahan juga tidak sedang bercanda.

***

Sesampai di rumah aku tak sabar untuk membuka kresek itu, begitu pula Mila dan adik bungsuku.

Aku dan Mila berlari ke arah kresek-kresek itu sambil rebutan mencoba menggapai mana yang harus dibuka terlebih dahulu.

“Maya, besok kita ke pasar lagi ya nyari sandal untuk kamu.” Tiba-tiba ayahku berbicara.

“Iya, soalnya tadi mau ngajak kamu tapi ibu nggak tahu kamu tadi main ke mana, tadi ibu mau beli sandal untuk kamu tapi takutnya kamu tidak suka modelnya dan ukuran nggak pas.” Sambung ibuku.

Ku lepas kresek-kresek belanjaan itu. Ah bukan punyaku. Aku juga melihat Mila sedang tidak enak hati kepadaku.

“Iya bu, aku mengerti.” Jawabku lemah. Mungkin saat itu ibu dan ayah sedang tak punya uang untuk membeli 2 pasang sandal sekaligus.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

KerenSukses bu

06 Jul
Balas

Keren Bu. Sukses selalu.

06 Jul
Balas

Terima kasih bu, sukses selalu juga untuk ibu...

06 Jul

Luar biasa. Salam Literasi.

06 Jul
Balas



search

New Post