
Menjadi Guru Milenial Bagi Siswa Milenial
#TantanganGurusiana Hari Ke-8
Menjadi Guru Milenial Bagi Siswa Milenial
Menjadi guru adalah sesuatu hal yang gampang-gampang susah. Guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik. Apa bedanya pengajar dan pendidik ? Pengajar hanya menitik beratkan pada menyampaikan kompetensi ilmu sesuai bidang yang diampu, sedangkan pendidik selain menyampaikan kompetensi ilmu sesuai bidang yang diampu tetapi juga mengajarkan etika, pergaulan sosial, dan berbagai norma dengan harapan anak didiknya tidak hanya pandai secara ilmu tetapi juga pandai secara emosi dan spiritual.
Untuk menjadi guru yang ideal, setidaknya harus menguasai 4 kompetensi yakni kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi intelektual dan kompetensi profesional.
Guru milenial tidak jauh dari pemanfaatan tekhnologi sebagai media pembelajaran. Kemajuan tekhnologi yang begitu pesat di masa sekarang, membuat guru milenial harus selalu bersedia belajar melalui berbagai pelatihan bidang IT sesuai perkembangan jaman selain menguasai dan mengembangkan materi keilmuan bidang yang diampu.
Siswa kita saat ini sangat akrab dan ketergantungan dengan HP, gadget, Iphone dan perangkat tekhnologi lainnya, di mana mungkin secara pengalaman IT yang mereka dapat secara otodidak lebih maju dari gurunya. Hal ini sangat wajar adanya karena jaman sekarang informasi dan kebebasan informasi sangat mudah di dapatkan.Saya sering menyampaikan ke siswa bahwa di era milenial seperti ini baik guru maupun siswa adalah memiliki kewajiban yang sama dalam menguasai perangkat IT. Tak ada salanya kita sebagai guru bahkan harus rela belajar kepada siswa kita sendiri yang mungkin sudah lebih dahulu menguasai IT. Saya pernah 2 hari kursus privat minta diajar murid saya karena ternyata dia sudah terlebih dahulu mendalami Microtic untuk membuat jaringan wireless secara otodidak hehehe....
Karena ketergantungan dengan tekhnologi, tak jarang generasi milenial menganggap bahwa dengan HP dunia sudah digenggaman. dampak negatifnya, kadang mereka meremehkan keberadaan dan fungsi guru, selain itu ada siswa yang menganggap untuk apa repot-repot belajar dan untuk apa bersusah payah mengingat pelajaran karena sekali menekan google search, informasi yang didapatkan akan komplit. Nah di sini saya mencoba meyakinkan mereka bahwa belajar, memahami, mengingat dan berlatih untuk mengaplikasikan ilmu tetap diperlukan. Bayangkan saja jika seorang dokter yang menangani operasi tidak mengandalkan daya ingat dan kemampuannya menganalisa, harus search google terlebih dahulu padahal keadaan sudah genting saat mengani pasien, bisa jadi pasiennya sudah terlanjur meninggal lalu informasi ilmunya baru didapat sang dokter. Saat saya memberikan perumpamaan itu, alhamdulillah siswa-siswa lebih semangat untuk belajar.
Guru milenial harus anti gaptek dan anti gengsi.
Guru milenial harus gaul tapi gaul yang selalu memperhatikan kode etik.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tulisan yang inspiratif ibu.. Keren
Terima kasih bu, barakallah,csukses selalu untuk ibu ...
Dari judul sudah sangat menarik... semangat
Dari judul sudah sangat menarik... semangat
Dari judul sudah sangat menarik... semangat
Terima kasih ibu, sukses srlalu bu...