hesti wihandini

Saya guru BK di sebuah SMP. Mendidik dengan Cinta adalah motto saya. Kebahagiaan terbesar saya ketika melihat anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang baik...

Selengkapnya
Navigasi Web
ZONASI DI PERSIMPANGAN

ZONASI DI PERSIMPANGAN

Berbicara mengenai zonasi, sebagai orang tua sekaligus guru BK kelas 9 adalah hal yang harus hati-hati disampaikan dan diinformasikan baik ke anak-anak. Juli 2019, anak saya yang saat itu akan masuk SMA mengalami suka duka sistem zonasi ini termasuk siswa siswi saya yang notabene berlokasi di kabupaten meskipun lokasi sekolah lebih dekat ke kota. Tanpa informasi yang lengkap karena masih meraba-raba, tidak ada perbandingan data yang akurat seperti tahun-tahun sebelumnya, banyak kejutan-kejutan yang membuat saya ekstra pendampingan bukan untuk anak saja tapi menjaga siswa siswi saya dan bisa membantu mereka bisa tembus ke SMA Negeri yang dimau. SMA Negeri hanya ada satu-satunya yang dekat dengan lokasi rumah siswa siswi saya, dan harus deg deg plas meski hasil UNBK mereka besar. lewat zonasi murni rawan tidak diterima karena lokasi padat penduduk, lewat zonasi kombinasi bersaing dengan limpahan siswa siswi jebolan SMP Kota.

Lokasi rumah saya 1,4 km dari SMAN 24 Bandung. Dan batas aman zonasi murni ke SMAN 24 hanya sekitaran 700 meter dari SMAN 24. Bunuh diri kalau anak masuk lewat jalur ini. Akhirnya saya dan suami memutuskan anak kami masuk SMAN 24 sebagai pilihan kedua, pilihan pertamanya SMAN 3 Bandung meski kemungkinan besar tidak diterima karena jarak lebih dari 6,5 km. Saat itu hasil Un anak saya 37,95. Cukup tinggi tapi dengan nilai segitu jujur kami masih sangat was was. saat hasil seleksi diperlihatkan di web benar saja anak saya terlempar ke pilihan kedua, ke SMAN 24 Bandung. Skor jarak yang tidak terlalu jauh memudahkannyan untuk bisa masuk ke salah satu SMAN favorit di Bandung. Lega. Meski ada burat kecewa di wajah anak saya yang dari sejak lama memimpikan bisa sekolah di SMA paling bergengsi di Bandung.

Bagaimana dengan siswa siswi saya? ini yang saya sedihkan. Kebanyakan siswa siswi saya berlokasi rumah di seputaran SMP. SMAN terdekat jaraknya lebih dari 3 km. dan yang diterima di SMAN itu rata-rata bagi mereka yang berlokasi maksimal 1,4 km dari SMA tersebut. Ini sangat tidak menguntungkan, jadi tahun ini siswa siswi sayang yang diterima di SMA Negeri terdekat jumlahnya jauh dari tahun \-tahun sebelumnya, dan yang aman lewat jalur zonasi kombinasi bagi mereka yang memiliki hasil UN di atas 34, belum lagi persaingan dengan limpahan-limpahan siswa siswi dari Kota Bandung. Bahkan siswi di SMP kami yang menjadi siswa terbaik perolehan hasil UN tertinggi, nilai 38,2 tidak bisa masuk SMAN 24, karena skor jaraknya kecil dan itu berpengaruh terhadap skor totalnya, padahal kalau dilihat dari hasil UN, nilai UN anak saya lebih kecil dibanding siswi saya itu. Sedih rasanya ketika melihat tidak ada namanya di data yang diterima di SMAN 24.

Dan sejak hari itu, WA saya dipenuhi dengan curhatan siswa siswi saya yang sedih bahkan ada yang mengaku tidak punya semangat lagi untuk bersekolah. saya kuatkan hatinya, dimanapun dia sekolah yang paling menentukan kesuksesan itu dari dirinya sendiri. Saya juga kasih gambaran, sistem zonasi ini juga memberi peluang berkeadilan ke sekolah manapun kesempatan untuk bisa masuk jalur undangan ke PTn favorit, perlahan mereka mulai bisa move on.

Jujur, saya yang tidak lepas mendampingi anak saya dan siswa siswi serta orang tua melewati proses sistem zonasi ini banyak keterkejutan, seperti jalur prestasi akademik nilai UN yang awalnya sepi peminat tiba-tiba membludak jadi ramai di hari ke 4 PPDB. atau keanehan-keanehan terkait input sistem, jarak yang amazing, masak dari Alun alun Bandung misalkan ke Terminal Cicaheum hanya diinput 200 m saja jaraknya. Tiap hari saya pantengin web untuk menjaga hak-hak anak dan siswa siswi saya, ada keanehan langsung saya tekusuri. Kebayang kalau orang tua tidak melek teknologi akan seperti apa.

Tujuan pemerintah memang bagus dengan sistem zonasi ini untuk pemerataan kualitas pendidikan, tak ada lagi sekolah-sekolah favorit, terbuka seluasnya bagi siapapun untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, namun di satu sisi perlu dipertimbangkan pemerataan jumlah sekolah di setiap wilayah. Guru-guru perlu diperbanyak diberikan pelatihan terkait skill mengajar dan mendidik dengan cinta, para orang tua dan stakeholder terlibat penuh dalam pendidikan anak dan tidak serta merta menyerahkan masalah pendidikan anak pada guru. Karena dengan sistem zonasi ini, mau tidak mau, suka tidak suka sekolah harus menerima siswa siswi dalam kondisi apapun. Dan waktu guru seperti habis untuk menangani jumlah kasus siswa yang semakin meningkat tajam dengan sistem zonasi ini. Orang tua harus berkomitmen dari awal masuk bersedia mengikuti sejumlah kegiatan parenting misalkan yang bisa menambah wawasan dan ketrampilan mendidik anak dengan baik.

Dan kalau bisa prosentase siswa yang diterima lewat jalur zonasi kombinasi ditambah, tidak hanya 15 persen saja dari jumlh total siswa. Jadi berkeadilan, menerima siswa dengan kondisi di atas rata-rata, rata dan siswa dengan kebutuhan khusus (ABK).

Dengan sejumlah kelebihan dan kekurangannya mudah-mudahan pendidikan di Indonesia semakin baik kembali, seperti dahulu, ketika semua orang dari penjuru dunia belajar di Indonesia. Aaamiin

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Paparan yang mantul Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiiik

06 Dec
Balas

haturnuhun ibu, salam

07 Dec
Balas



search

New Post