Hesty Noviastuty

Hesty Noviastuty Guru di Jakarta ...

Selengkapnya
Navigasi Web

PENDIDIKAN KARAKTER ALA KELUARGA IBRAHIM AS O

Kisah keluarga nabi Ibrahim AS adalah kisah yang bisa menginspirasi semua keluarga. Kisah sebuah pengorbanan karena cinta. Cinta yang paling agung yang dimiliki oleh manusia. Karena cinta sejati kepada Allah SWT Sang Pencipta yang membawa keberkahan bagi manusia.

Nabi Ibrahim AS, seorang nabi Ulul Azmi, sejak muda memiliki pemikiran dan prinsip yang berbeda dengan orang-orang di sekitarnya yang menyembah berhala. Bagaimana cara Ibrahim menemukan Tuhannya dengan melihat bulan dan matahari. Bagaimana keyakinannya terhadap Allah membuat Nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup oleh Raja Namruz yang mengaku sebagai tuhan.

Pernikahannya dengan Siti Sarah selama puluhan tahun tidak membuahkan keturunan. Hingga Allah menyatukan Nabi Ibrahim dalam pernikahan dengan Siti Hajar yang juga merupakan perempuan yang beriman. Dari pernikahan ini Nabi Ibrahim memiliki seorang putra. Pada saat mengandung, Siti Hajar meutupi kehamilan nya dengan stagen, demi menjaga perasaan Siti Sarah. Demikian mulia akhlak Siti Hajar kepada Siti Sarah. Hingga melahirkan Ismail, akhlak mulia ini selalu ada padanya. Kecemburuan Siti Sarah dan perintah Allah lah pada akhirnya memaksa Nabi Ibrahim membawa Siti Hajar dan anaknya ke suatu lembah sunyi yang jauh dari Palestina tempat tinggal mereka.

Di lembah Mekkah, Nabi Ibrahim meninggalkan istri dan anaknya yang selalu dinantikan kehadirannya. Tidak ada apapun di lembah sunyi tersebut. Hajar memegang baju suaminya, karena tidak mau ditinggal sendirian. Tetapi ketika dia mengetahui semua itu adalah perintah Allah, maka dengan ikhlas dia melepaskan suaminya untuk kembali ke Palestina. Begitu mulia akhlaknya. Kecintaannya kepada Allah melebihi segalanya. Keyakinan bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkannya sangatlah kuat, sehingga dia dapat menepiskan kesedihan ditinggalkan sendiri bersama anaknya di lembah yang sunyi.

Dari ayah ibu yang sangat mencintai Allah inilah Ismail dibesarkan. Ismail tumbuh menjadi anak yang begitu berbakti kepada orangtuanya. Sekalipun sang ayah tidak berada di sisinya, tetapi sang ibu selalu menunjukkan dan menceritakan kebaikan-kebaikan sang ayah. Inilah awal pembentukan karakter bagi anak yang tumbuh tanpa didampingi sang ayah. Setelah sang ibu tetap menumbuhkan rasa cinta kepada Allah. Tidak pernah sang ibu mendidik anaknya dengan memperlihatkan kesedihan ditinggalkan suaminya sendiri di tempat yang tidak ada apapun.

Hal tersebut ditunjukkan Siti Hajar mulai saat pertama kali ditinggalkan Nabi Ibrahim. Dia berlari ke bukit Shafa untuk mencari air dan pertolongan. Kemudian dia berlari ke bukit Marwa, terus menerus dia lakukan hingga sampai tujuh kali. Apa yang dilakukan Siti Hajar tersebut menjadi salah satu rukun haji dan umroh yang hingga saat ini dilakukan oleh kaum muslimin. Dengan mencari keridhoan Allah. Akhirnya setelah lelah barulah ia melihat air di bawah kaki anaknya Ismail. Lalu dibuatlah kolam untuk menampung air tersebut.

Setelah empat tahun Nabi Ibrahim diijinkan Allah melihat keluarganya di Mekkah. Tetapi Nabi Ibrahim tidak boleh turun dari kendaraan yang dinaikinya. Mekkah yang tadinya lembah sunyi sekarang telah menjelma menjadi sebuah perkampungan. Betapa senangnya hati Siti Hajar yang bertemu kembali dengan suaminya. Tetapi ketika dia melihat suaminya tidak turun dari kendaraan, sekali lagi ia bertanya, “Apakah ini semua perintah Allah?”. Suaminya menggangguk. Tidak ada kemarahan, ia bahkan mengusap wajah, tubuh hingga kaki suaminya di atas kendaraan. Air mata Nabi Ibrahim larut dalam usapan air di wajahnya.

Pelajaran penanaman cinta dan kasih sayang yang akhirnya melekat pada diri Ismail. Bagaimana akhlak sang ibu juga melekat pada dirinya. Karakter dari yang terbentuk dari keluarga. Berawal dari seorang ibu yang membentuknya. Maka tidaklah heran jika Ismail kecil penuh kepatuhan mengikuti sang ayah yang ingin menyembelihnya. Bahkan hingga dewasa, ketika sang ayah memintanya untuk menceraikan istrinya, semua ia lakukan karena sangat yakin apa yang dikatakan sang ayah adalah perintah sari Allah SWT.

Di masa sekarang memang hanya sedikit generasi muda Islam yang memiliki karakter seperti nabi Ismail AS. Sistem kehidupan yang sekuler telah membuat generasi muslim tidak memiliki karakter yang khas. Karakter yang biasa juga diartikan sebagai akhlak yang menempel pada pribadi seseorang. Akhlakul karimah yang semata-mata mengikuti perintah Allah SWT. Jujur, sopan, taat dan berbakti kepada orang tua adalah sebagian dari akhlak yang harus dilakukan karena merupakan perintah Allah SWT.

Penanaman karakter yang baik inilah yang juga ikut menjadi tujuan dari pendidikan nasional bangsa Indonesia. Sejak kurikulum KTSP 2006, muatan tentang pendidikan karakter dimasukkan dalam tujuan pembelajaran. Dengan harapan peserta didik tidak hanya mendapatkan ilmu tapi juga karakter yang baik. Tetapi hingga kurikulum berganti menjadi Kurtilas pun, harapan untuk menghasilkan out put pendidikan yang berkarakter belum juga terlihat nyata. Karena ada beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi karakter dari seseorang. Salah satunya adalah faktor lingkungan.

Faktor lingkungan yang paling utama adalah keluarga. Setelah itu masyarakat. Pendidikan karakter bukanlah sepenuhnya tanggung jawab guru di sekolah. Hal inilah yang sering kali orang tua memahami dengan salah kaprah. Terlebih lagi terhadap guru di sekolah-sekolah full day school. Dimana anak-anak telah seharian berada di sekolah. Tetapi ternyata akhlak dan perilakunya belumlah sebaik yang diharapkan. Para orangtua seringkali menyalahkan pihak sekolah ketika mendapatkan anaknya punya kelakuan yang kurang baik. Dan terkadang mereka lupa jika anak-anak tersebut tetaplah memiliki waktu yang lebih banyak di rumah daripada di sekolah.

Orang tua seharusnya menyadari bahwa peran mereka dalam membentuk karakter anak-anak memiliki porsi yang besar daripada guru di sekolah. Orangtua terutama seorang ibu adalah madrasah pertama bagi putra dan putrinya. Sebagaimana hadist Rasulullah SAW yang diceritakan Abu Hurairah Ra, berkata Nabi SAW;

“ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orantuanyalah yang akan menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana ternak yang melahirkan binatang yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?” (Hadist shohih Bukhari no 1296)

Sebagaimana keluarga Nabi Ibrahim mendidik Nabi Ismail. Peran orangtua yang luar biasa. Penanaman rasa cinta kepada Allah SWT sebagai Sang Khalik. Pencipta manusia dan seluruh alam semesta. Rasa cinta dan ketaatan ini tidaklah mungkin terbentuk dalam sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Ketaatan yang sempurna terhadap perintah Nya yang bisa melahirkan karakter yang terpuji pada diri setiap insan manusia.

Kisah keluarga Nabi Ibrahim, mengambarkan bahwa penanaman karakter baik pada diri anak dimulai dari karakter orang tua yang kuat. Kuat keimanannya kepada Allah, penanaman aqidah sejak kecil. Kecintaan dan ketaatan kepada Sang Maha Pencipta yang juga ditunjukkan oleh orangtua. Teladan perilaku yang baik dalam kehidupan yang tidak terpisah antara agama dan kehidupan. Perilaku pada akhirnya membuat seorang anak bersikap baik dimana pun dia berada.

Wallahu A’lam bisshowab

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

maaf tulisan ini salah posting

02 Sep
Balas



search

New Post