Hibatun Wafiroh

Biasa dipanggil Wafi. Nama lengkap Hibatun Wafiroh, Guru di SMPN 2 Lamongan. Sedang belajar dan ingin terus belajar di kampus kehidupan ini. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menyiapkan Kegiatan Pembelajaran di Masa Kebiasaan Baru
Guru-guru SMP Negeri 2 Kedungpring saat mengikuti pelatihan

Menyiapkan Kegiatan Pembelajaran di Masa Kebiasaan Baru

Sebagai lembaga pendidikan yang berada di daerah zona oranye, SMP Negeri 2 Kedungpring melaksanakan beberapa kegiatan sebagai persiapan dan peningkatan kualitas pembelajaran di tahun ajaran 2020-2021. Diantaranya penyiapan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang keamanan, kesehatan, dan keselamatan seluruh warga sekolah di masa pandemi covid-19, merancang kegiatan pembelajaran jarak jauh yang solutif, pembuatan video simulasi kegiatan pembelajaran tatap muka sesuai protokoler kesehatan, dan mengadakan Pelatihan Pengembangan Desain Pembelajaran Bermakna di Masa Kebiasaan Baru. 

Sebagaimana diketahui, ada beberapa penyesuaian surat keputusan bersama empat menteri tentang panduan pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 yang telah disampaikan pada tanggal 7 Agustus 2020 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim. Pembelajaran tatap muka dengan penerapan protokoler kesehatan yang ketat sudah mulai diizinkan di daerah-daerah yang termasuk zona kuning dan hijau. Bagi daerah yang berada di zona oranye dan merah masih dilarang pembelajaran tatap muka di sekolah dan tetap melanjutkan kegiatan Belajar dari Rumah (BDR) atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Kendala dalam pelaksanaan PJJ yang dialami para guru, siswa, dan orang tua rata-rata sama. Diantaranya banyak siswa yang sudah mulai jenuh terus menerus PJJ, banyak  guru yang masih kesulitan mengelola PJJ dan masih terfokus dalam penuntasan kurikulum, serta tidak semua orang tua mampu mendampingi anak-anak belajar di rumah dengan optimal karena harus bekerja ataupun terbatasnya kemampuan sebagai pendamping belajar anak. Penyesuaian kebijakan ini adalah sebagai upaya untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. 

Selain perluasan pembelajaran tatap muka di zona kuning, pemerintah juga memberikan solusi adanya kurikulum darurat (kurikulum khusus) yang dapat diberlakukan untuk satu tahun ajaran 2020-2021. Kurikulum darurat ini dapat diterapkan untuk mengurangi beban guru dalam melaksanakan kurikulum nasional dan siswa dalam keterkaitannya dengan penentuan kenaikan kelas dan kelulusan. Dalam kurikulum ini, ada penyederhanaan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Namun, kurikulum darurat ini tidak wajib diterapkan oleh satuan pendidikan. Dalam hal ini satuan pendidikan boleh memilih satu dari tiga opsi, yaitu: (1) tetap menggunakan kurikulum nasional 2013, (2) menggunakan kurikulum darurat, dan (3)melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. 

Dalam pelatihan pengembangan desain pembelajaran bermakna di SMP Negeri 2 Kedungpring, pengawas pembina yakni Bapak Suhartono, M.Pd. dan Bapak Agus Prayitno, M.Pd. menghimbau  kepada para guru untuk terus mengingatkan para siswa dalam menerapkan protokoler kesehatan dimanapun berada.  Bagi guru dan karyawan, diharapkan dapat memberikan teladan yang baik di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. 

Selain kedua pengawas pembina, kebetulan saya sendiri juga ditugaskan sebagai pemateri dalam pelatihan tersebut.  Setelah menyampaikan beberapa paparan materi tentang bagaimana pembelajaran bermakna dan mengaitkan dengan SKB empat menteri di atas, kesempatan ini saya gunakan untuk menawarkan kepada rekan-rekan untuk menyepakati kurikulum yang akan diterapkan di sekolah. Dari tiga opsi kurikulum yang ditawarkan di atas, ternyata rekan-rekan memilih opsi yang ketiga, yakni melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. Wah, ini menarik. Saya pernah memimpikan hal ini dapat terwujud. Bukankah sejak bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mestinya sekolah atau satuan pendidikan berhak untuk menyesuaikan kondisi dan kebutuhan stake holder masing-masing? Bukankah sejatinya merdeka belajar itu kita berhak untuk mengatur sendiri urusan dan tanggung jawab sesuai dengan rambu-rambu umum yang ditetapkan oleh pemerintah?

Saya senang dengan jawaban rekan-rekan saya dalam memilih opsi kurikulum di atas. Akan tetapi, ketika kurikulum mandiri diterapkan, perlu ada komitmen yang tinggi dari masing-masing personil dalam persiapan maupun pelaksanaannya. Karena ketika sudah memutuskan untuk mandiri, maka beberapa tantangan tentu menyertainya. Selain itu, ada beberapa penyamaan persepsi yang perlu dilakukan, termasuk penyamaan persepsi dengan pengawas pembina di satuan pendidikan tersebut maupun dengan pihak Dinas Pendidikan.  Lalu, bagaimana keputusannya? Masih perlu didiskusikan lagi tentunya. Terutama perlu dipastikan kembali kekuatan komitmen untuk mewujudkannya dan dukungan penuh pemimpin sekolah. Namun yang pasti, saya berharap inisiatif, semangat, dan kemauan masing-masing guru ini terus menguat dan kualitas sekolah meningkat. Semoga.[]

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tulisan yg apik dan menarik Bund. Terima kasih berbaginya, smg sukses...

12 Aug
Balas

Penyesuaian kurikulum Mantap Bu

12 Aug
Balas

tulisan informatif banget bunda, salam sukses selalu

12 Aug
Balas



search

New Post