Tentang Mereka

Ketika mereka abai. Aku pun abai. Beberapa kali aku berkata. Tak satu pun dari mereka yang peduli. Mudah saja. Aku pun tak peduli.

Bukankah saya sudah mengingatkan. Tetap saja mereka tak menghiraukan. Beberapa kali saya mengatakan untuk berubah. Sedikit pun mereka tak berubah.

Lantas dengan cara apa lagi saya harus berbicara. Jika mereka telah tuli dan tak berhati. Biar saja mereka tuli. Karena memang hatinya telah mati.

Begitu pun. Tentang hari ini. Mereka benar-benar membuat saya geram. Tapi saya tak punya lagi kata-kata. Jangan berkata, marah pun malas rasanya. Buang-buang energi.

Satu persatu kupandangi siswa yang masih memiliki daun telinga. Masih bisa mendengar bukan saja dengan hati. Namun segenap jiwa dan raga. Matanya mengisyaratkan tentang kejernihan hati dan ketulusan jiwa. Aku pun berdoa, tentang kebaikan untuknya.

Sementara bagi yang kubiarkan. Dan aku tidak mengutuknya. Memandangnya pun enggan. Jadi buat apa, percuma. Dari pada aku berdoa buruk tentang mereka. Lebih baik aku tidak mengenal mereka lagi. Karena mereka juga sudah tidak mengenalku.

Aku tak ingin berdoa buruk. Tanpa harus mengingat satu persatu yang membuatku luka. Ku memohon kepada-Mu kelapangan hati. Ketulusan jiwa. Semoga aku bisa berdoa untuk mereka. Ada hidayah yang turun. Tanpa aku tahu. Hingga dimudahkan jalan menatap masa depan.

Jangankan untuk marah. Menegurnya pun aku enggan. Biar saja. Karena memang sudah kuanggap tak ada. Aku hanya memohon kejernihan hati. Kelapangan jiwa. Untuk bisa menerima mereka kembali. Bersama meraih akhir yang baik. Begitu pun masa depan yang terbaik untuk mereka.

Tentang mereka.

#tantanganmenulisdigurusiana

#catatanhariankehidupanke-41

#menulissembilanpuluhhari

#MediaGuruIndonesia

#$enin, 24-2-2020