Tantangan Menulis di Gurusiana (43)
Anomali Sastra Dalam Novel bertema Poligami (Tulisan 1)
"Mbak, ada novel baru apa kita beli?"
"Mana sinopsisnya," tanya kakakku.
Setelah kukirim lewat wattshapp, butuh beberapa menit saja. Jawaban langsung datang.
"Ndak usah dibeli, males bacanya nduk, tentang poligami". Begitu jawab beliau singkat.
Kami empat bersaudara perempuan seorang laki2. Kami semua kalo sudah ngumpul pasti ngobrol tentang buku. Buku apa saja,. Terutama tentang pendidikan dan buku fiksi, novel.
Selalu ada komentar manis dan pedas terhadap buku yang kami baca. Sesekali juga bertukar buku, membacanya. Barulah jika ada pertemuan kita membahasnya.
Begitu pun dengan novel baru yang kita pesan masing-masing. Karena penulisnya terkenal dan agak tebal, jadi kita putuskan beli sendiri-sendiri. Kecuali adik kami yang bungsu. Meski dia dulu sekolah d jurusan bahasa, dia lebih hobi menulis di wajah seseorang, berprofesi sebagai MUA.
Selain mengikuti bacaan secara langsung, kami juga membaca cerita lewat medsos. Sampai pada satu diskusi, marak sekali mereka menulis tentang poligami. Padahal jelas ada yang terluka dan dilukai atau pun melukai, minimal rasa.
Meski atas dasar agama pun bila tidak bisa bersikap adil, Allah melarang. Apalagi atas dasar nafsu alias cinta. Tidak mungkin tidak ada luka dalam cinta. Itulah kenapa terkadang imajinasi penulis itu terlalu tinggi. Tidakkah melihat kenyataan yang terjadi di masyarakat.
Dalam teori sastra ada istilah mimetik, sebuah karya adalah tiruan nyata dalam kehidupan. Hanya tiruan, jika pun tertuang jelas dalam novel, itu hanya imajinasi pengarang. Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981)
Begitu juga dengan anomali sastra. Istilah ini adalah tentang kehidupan nyata itu lebih kejam dan keras dari sebuah cerita, karya sastra. Adanya penyimpangan secara tegas antara kehidupan fiksi dengan kehidupan nyata. Bukankah yang ada dalam cerita itu hanya rekaan dan rekayasa penulis. Ternyata kenyataan tentang pembunuhan, kekerasan, perceraian, dll itu jauh lebih kejam dari dunia fiksi.
Penyimpangan cerita dalam novel terjadi atas rasa kebebasan penulis dalam berimajinasi. Sehingga ada tokoh yang diciptakan menjadi sangat baik atau sangat jahat. Bergantung bagaimana penulis menciptakan tokoh rekaan di dalamnya. Kebebasan yang dimiliki tidak seharusnya keluar dari norma-norma yang berlaku. Sehingga menciptakan seorang tokoh yang tidak mungkin ada dalam kehidupan nyata.
Bukankah karya sastra yang baik itu harus punya value. Ada nilai-nilai yang bisa diambil pelajaran dalam perjalanan kisahnya. Bukan menghadirkan tokoh semau penulis. Bahkan menyesatkan pembaca berdasar aturan2 yang berlaku. Sehingga menimbulkan kontroversial. Dalam sebuah teori sastra bukan saja bisa dinikmati keindahan bahasa maupun kisahnya. Tapi juga memiliki nilai kebermanfaatan bagi kehidupan pembaca.
Biarlah pembaca menyimpulkan sendiri kisah yang kita tulis. Jangan paksa mereka mengikuti alur pemikiran kita sebagai penulis. Sebagai penulis cerita dan penikmat drama korea juga kisah-kisah cinta sejarah, boleh saja kau tulis kisah yang sama. Namun bukan berarti kau paksa mereka setuju dengan kisahmu.
Sejarah mencatat ada banyak kisah tragis dalam cinta. Apakah itu pembunuhan karena api cemburu, perceraian hingga tentang poligami. Kisah laila-majnun yang legendaris hingga milea-dilan yang sedang viral dalam bentuk film. Belum lagi kisah romantisme berbalut agama Ayat-Ayat Cinta juga tentang kisah novel Suhita yang akan dibuat juga dalam bentuk film. Semua tentang cinta dan luka.
Apalagi dengan novel-novel barat. Kisah roma-juliet dan karya2 barat lainnya, mereka berusaha menyajikan. Bukan memaksakan sebuah pemikiran kepada pembaca atau penonton. Meskipun semua tulisan bertendensi bukan berarti harus menggurui pembaca. Biarkan pembaca berimajinasi sesuai pemikiran masing2.
Setiap membeli buku, meski baru membaca judul, dan beberapa komen dari endors, kami sudah bisa menebak. Kearah mana pembaca dibawa. Begitu juga latar belakang penulis menjadikan kami berpikir dua kali untuk membelinya. Sehingga cukup mengenali penulis dan komen2 yang ada cukup bagi kami memutuskan beli atau tidak untuk sebuah buku.
#tantanganmenulisdigurusiana #catatanhariankehidupanke-43 #menulissembilanpuluhhari #MediaGuruIndonesia #Rabu, 26-2-2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sip, bener
Tenane
Maturnuwun
Mantap bu
Maturnuwun