Himmah Mufidah

Himmah Mufidah guru MA Almaarif Singosari. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tantangan Menulis di Gurusiana (45)

Catatan Harian ke 45

Anomali Sastra Dalam Novel bertema Poligami (Tulisan 3)

Sebuah karya sastra tidak diciptakan dalam suatu kekosongan, tetapi diciptakan karena dibutuhkan oleh manusia. Sastra memiliki fungsi dulce et utile; mempunyai fungsi ganda untuk menghibur sekaligus bermanfaat bagi manusia.

Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan dan imajinasi, selain itu sastra juga memiliki unsur didaktis sebagai sarana untuk menyampaikan pesan pengajaran tentang nilai-nilai kebaikan. Ada tiga komponen yang berperan penting dalam mengkomunikasikan fungsi tersebut; pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra itu sendiri sebagai isi pesan, dan pembaca sebagai penerima pesan yang tersirat dalam karya sastra.

Seiring dengan dinamika perkembangan zaman, fungsi karya sastra Indonesia juga mengalami perubahan. Tulisan ini mengupas transformasi fungsi dulce et utile karya sastra bertema poligami. Tidak dapat dipungkiri bahwa novel (sebagai salah satunya karya sastra Indonesia) telah membentuk selera pembaca.

Di dalam novel, perempuan lebih banyak menjadi kelas dua. Bukan menjadi prioritas dalam mengambil keputusan. Ada tokoh lain yang mendominasi dalam mengambil keputusan,. Bisa laki-laki bisa juga dari golongan sendiri, kaum perempuan.

Dan karya sastra bertema poligami memfasilitasinya dengan mengangkat tema seputar kehidupan perempuan dan bahasa perempuan. Sebagai akibatnya, karya sastra remaja lebih cendrung menekankan pada aspek hiburan (dulce) dan lemah pada sisi manfaat (utile). Karya sastra tersebut dianalisa dengan cara melihat kecendrungan ideologi pengarang, tema sentral karya sastra dan relevansinya dengan semangat zaman, serta bagimana penerimaan masyarakat pembaca terhadap karya tersebut.

Hasil tulisan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam menekankan pentingnya bagi kita untuk terus mempertahankan fungsi menghibur dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam karya sastra. Misalnya ada novel yang bertema poligami, sebaiknya tidak menjadikan tiga alasan yang kemudian tokoh atau seseorang berpoligami, pastinya setelah menikah.

Pertama, alasan cinta. Padahal jelas-jelas sudah menikah. Tapi karena ada cinta masa lalu yang tak tergantikan, lantas menikah lagi. Jelas sekali alasan tersenut adalah nafsu belaka, sebagai pelaku cinta. Kedua, keturunan. Alasan tidak hadirnya keturunan menjadikan alasan untuk berpoligami. Memiliki anak secara biologis, jelas sangat diharapkan pasangan yang sudah menikah. Namun jika belum ditakdirkan Tuhan memiliki anak secara biologis, tidak salah jika harus mengasuh anak secara sosiologis.

Ketiga alasan sakit. Ketika pasangan suami istri terkena musibah atau ujian sakit, bukan berarti poligami adalah solusi. Siapa pun ingin hidup sehat. Namun ketika Tuhan yang mengirim rasa sakit. Lantas kita mau menolak dan menuntut Tuhan. Sungguh tidak mungkin.

Di dalam sebuah novel, terkadang tokoh di tulis dengan cara dramatis. Sehingga seolah-olah tokoh dibuat tidak berkutik dengan hadirnya orang ketiga dalam rumah tangga. Penulis perempuan yang menulis tentang tokoh perempuan. Biasanya lebih merepresentasikan perempuan kuat, tegar dan mandiri. Berbeda ketika ditulis oleh novelis laki-laki, biasanya tokoh perempuan digambarkan sebagai tokoh yang lemah dan pasrah. Sebut saja karya Habiburrahman, semua tokoh perempuan yang diciptakan selalu menunggu keputusan, bukan pembuat keputusan.

Berbeda dengan karya NH Dini, Asma Nadia, Dee Lestari dan penulis perempuan lainnya. Tokoh-tokoh perempuan yang hadir selalu merepresentasikan tokoh yang kuat dan mandiri. Ketika harus menghadapi masalah poligami, mereka mampu bertahan dan melawan dengan segala kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya. Antara tokoh laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama.

Nilai keindahan dalam sebuah novel bukan saja muncul dari bahasa yang disajikan. Namun hadir pada ide cerita dan konflik yang ditawarkan. Unsur estetika muncul bersamaan dengan menghadirkan tokoh-tokoh yang ramah dan menghargai perempuan.

Sementara nilai kebermanfaatan muncul pada nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, unsur budaya, nilai-nilai sosial yang juga di hadirkan dalam cerita. Konflik selalu ada dalam cerita, begitu pun tawaran solusi yang dihadirkan membuat pembaca belajar sesuatu tanpa harus didikte oleh novelis. Biarkan saja pembaca mengambil kesimpulan yang berbeda-beda tanpa harus digiring untuk mengikuti jalan pikiran penulis.

Membebaskan pembaca dalam menarik benang merah dalam novel bertema poligami tentu saja tidak mudah. Dengan bantuan pemikiran, ide serta gagasan yang disampaikan lewat tokoh-tokoh dalam cerita dapat membantu meluruskan cerita. Sehingga sebagai penulis cerita, novelis harus bijak dalam menyampaikan pesan dan amanah dalam cerita.

#tantanganmenulisdigurusiana

#catatanhariankehidupanke-45

#menulisenampuluhhari

#MediaGuruIndonesia

#Jumat, 28-2-2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantap

28 Feb
Balas



search

New Post