Tantangan Menulis di Gurusiana (51)
Catatan Harian ke 51
Sepotong Senja
Rasa kecewamu telah membumbung di ubun-ubun. Lebih banyak luka hati yang tersimpan ketimbang luka-luka bekas jerawat di wajahmu. Jeritan hatimu tentuh lebih perih dan pedih ketimbang tetesan air mata dari kelopak matamu.
Jauh kau memandang. Jenuh kau mulai merasa. Hingga tatapan nanarmu jauh lebih tajam dari sinar rembulan. Menyengat merasuki kulit-kulit ditengah terik mentari. Menusuk-nusuk tulang dan sekejap menggentikan aliran darah. Hingga sorot kedua pandangan hidupmu terkulai lemah.
Sakit iya. Pedih tentu saja. Mencoba menikmati perihnya sebuah perjalanan. Perjalanan hidup. Entah hulu dan hilirnya kan bermuara. Menyusuri kerikil tajsm. Bebatuan besar. Menawarkan kegetiran. Hingga rasa tak lagi ada. Hambar menguap bersama semilir angin.
Tapi apakah akan merubah suasana yang terjadi. Menanggalkan yang sudah terkulai lemah tanpa asa. Tentu saja tidak. Tidak sama sekali. Hidup terus berjalan. Derit derit pintu kecewa terus saja berdatangan. Suara-suara sumbang terus berdatangan. Menyapa tanpa memahami yang ada.
Namun kini aku menjadi tahu. Karena aku telah melaluinya tanpa penopang hidup. Ibu bapakku telah lama tiada. Ada dukungan sekedar saja dari saudaraku. Selebihnya ribut dengan kehiidupannya masing-masing. Mencoba bertahan dengan yang ada. Dengan segenap asa yang tersisa. Dengan tetap tegar seperti karang di lautan.
Tuhan akankah semua ini bagian dari garis-Mu. Menjejakkan satu rangkaian sejarah. Tanpa harus memilih dan memilah semua yang sudah ada. Aku pun tertunduk di hamparan sujud malam. Panjang tak bertepi. Yakin dengan yang akan dan telah terjadi. Bukankah ini
Kenapa lelahnya hidup tak jua lepas darimu. Bahkan bayang-bayang duka itu mengikuti tiap langkah impianmu. Sejatinya memang tak ada yang abadi kecuali pertolonganNya. Maka pastikan sandaran hidupmu hanya untukNya. Indah rasanya. Bila tapak tapak kaki ini mengukir sejarah karenaNya.
Biarlah luka itu selalu saja menyapa. Karenanya akan membuat kita tangguh. Tidak rapuh seperti basia terserang penyakit. Tumbuh iya. Keropos d dalam. Panas hujan datang silih berganti. Siang malam menyapanya. Itu akan menguatkan.
Sesekali bersedih dibenarkan asalkan tidak berlarut larut. Karena itu melatih emosimu. Bersorak gembira juga boleh boleh saja. Tapi ingatlah bahwa pengalaman2 itu menempamu. Besi yg tumpul menjadi pipih karena api. Panas membakarnya. Pukulan-pukulan kuat memimipihkanya. Menjadikan manfaat tak terkira pada akhirnya. Sebilah pisau membuatmu jauh lebih berharga.
Tetaplah semangat. Karena galaunya hari harimu takkan mengubah luka dan kecewamu. Tapi itu menguatkanmu. Biarlah api menyapa d senja hari. Esok pagi akan ada mimpi. Terjawab lah doa2mu di sepanjang malam. Asalkan ada rasa optimisme yang senantiasa menghiasi hari harimu.
"Aku, bergantung bagaimana perasangka hambaku".
#tantanganmenulisdigurusiana #catatanhariankehidupanke-51 #menulisenampuluhhari #MediaGuruIndonesia #Kamis, 5-3-2020 #Sekuel#SahabatSenja#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aku berharap hari ini saya akan berusaha sekuat tenaga untuk kemajuan bangsa Indonesia terbebas dari hutang piutang luar negeri dengan cara menulis harapan.