Tantangan Menulis di Gurusiana (69)
Catatan Harian ke 69
Menanti Potretmu
Kenangan terbaik bukanlah sebuah gambar. Kebaikan yang sedikit namun tulus akan terus mengalir. Bukankah hanya amal yang bisa bawa saat ruh terpisah dengan jasad.
Berulang dan berganti kenangan bersama ulama terpampang di beranda. Ada rasa haru dan bangga pernah dekat. Keharuan akan sia-sia bila tak beriring dia tulus. Kebanggaan menjadi purna bila tanpa kebaikan yang bisa diteladani.
Begitu santun dan takzim saat beliau berbagi ilmu. Sopan saat bertegur sapa. Santun dalam berucap. Namun, itu menjadi padang sahara yang luas. Kehausan tak berkesudahaan. Ketika tak kudapatkan potret-potret yang sama.
Saat engkau tak marah kala terluka menyaksikan yang berbeda dengan nuranimu. Memaafkan itu menjadi bagian darimu. Semua itu telah usai. Engkau tak kecewa saat tak sesuai harap, senyum dan doa yang bisa kau lakukan dalam diam. Semua dibiarkan berlalu. Seperti tak pernah terjadi
Begitu mudah engkau memberi, namun ada berlapis-lapis keangkuhan demi menjagamu. Engkau tak rela, semua ingin berjumpa, tapi keadaan membatasi. Kami tahu, itu bukan dirimu tapi mereka yang lain.
Sakitmu menjadi tabir pemisah kami untuk bersua. Kami sadar memang tak berilmu dan tak sealim mereka. Meski jelata dan biasa kami pun ingin mendapat restu dan foamu. Begitu mudah berbagi kepada siapa pun karena engkau tak lagi tamak.
Bacaanmu melebihi dari biasanya. Hingga kalam-kalam bingung memahami. Deret kalimat indah senantiasa merindukan suaramu. Dia selalu ingin kau baca kembali. Nikmat apalagi yg kau harap jika bait-bait terundah selalu merindukanmu. Suaramu adalah ketulusan yang membuat keagungan tiadatara.
Tak ada lagi yang lebih indah jika sholat pun selalu merindukanmu. Menunggumu. Karena sholatmu adalah penyerahan totalitas tanpa berharap apapun. Hidup dan matimu hanyalah untukNya. Bukankah ia menjadi pembuka amal, bagi amal-amal yang lain.
Luruhnya dosa-dosa enggan untuk menemuimu. Ia malu meski untuk sekedar menyapa. Berlian-berlian bening menyilaukan saat memandangmu. Karena ada ayat-ayatNya di setiap lekuk tubuhmu. Begitu sempurna saat purna telah menyapa. Betapa indah saat seluruh alam turut berduka
Kini tak lagi kau butuhkan, bahagia telah menjemputmu. Surga di alam barzah dan juga nanti. Surga abadi. Karena semua yang kau dapatkan telah melebihi. Tidak lagi merepotkan orang sekitar. Karena usai sudah tugas memangku bumi. Dan langit pun berduka.
Kami menunggu potret-potret nyata keteladanan. Dengan tutur kata menyejukkan. Pandangan menenangkan. Sapaan penuh sayang. Gurauan penuh kasih. Indahmu melebihi bintang di malam gelap. Pesonamu melebihi sinar rembulan.
Bagimu mengajar adalah ibadah. Berbagi ilmu membuatmu bahagia. Maka selalu tak lupa kau bawah buah tangan untuk mereka. Kau pun juga ingin berbagi. Bersedekah bukanlah kemuliaan. Namun lebih dari sebuah penyerahan tanpa suara. Pengharapan tanpa kembali.
Alam bersaksi. Semoga ada satu tetes hujan dari ribuan air hujan yang turun menjadi penyejuk. Sepertimu. Iya, mirip denganmu. Karena saat kau benar-benar pergi. Belum kutemukan potretmu. Kecuali dengan mengingat kebaukanmu.
#tantanganmenulisdigurusiana
#catatanhariankehidupanke-69
#menulisembilanpuluhhari
#MediaGuruIndonesia
#$enin2332020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar