Himmah Mufidah

Himmah Mufidah guru MA Almaarif Singosari. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tantangan Menulis di Gurusiana (81)

Catatan Harian ke 81

Perjuangan Ghumaishah (Bagian 3)

Karya: Himmah Mufidah

Malam ini hening. Seperti juga malam-malam yang lain. Tak ada dialog. Begitupun hewan-hewan malam pun membisu. Sesekali suara cicak terdengar.

Ruang tamu yang juga berfungsi sebagai ruang keluarga bersaksi. Betapa besar keinginan putri emak dan bapak untuk bersekolah. Meski semua anggota berkumpul, semua sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Di minum pak air tehnya," emak mencoba mencairkan suasana.

"Iya, terima kasih." Singkat jawab bapak. Sudah seminggu ini emak tak lagi membuatkan kopi. Semenjak penyakit diabet bapak kambuh. Teh pun biasanya tawar. Emak sungguh perhatian dengan bapak. Meski saya tahu keduanya jarang sekali berbicara.

Terkadang memang cinta tak perlu diungkapkan. Biarlah semua mengalir. Terjadi sebagaimana alam berbicara. Seperti daun yang tak pernah mengelak saat angin menerbangkan.

Begitu juga dengan pertanyaan emak malam ini. Sesuai dengan prediksiku. Aku bisa menebak. Baak pasti mengijinkan. Meski sempat meragukan kemampuanku.

"Pak, Ishah pingin sekolah seperti Halim?" Apa bapak mengijinkan emak untuk mendaftarkannya," begitu emak mengawali pembicaraan malam itu kepada bapak.

"Memangnya mau sekolah dimana?" Memangnya dia mampu, sekolah itu tidak mudah dan biayanya tidak sedikit," Jawab Bapak.

"Aku percaya sama Ishah pak, Dia anak yang cerdas," di usianya yang belum genap 6 tahun dia sudah menghafal doa-doa pendek juga semua bacaan sholat. Mengajinya juga sudah lancar, malah sudah khatam juz 30," jawab emak sambil melipat baju yang sore tadi diangkat dari jemuran.

Ishah selalu rajin mengikuti pengajian sore di surau depan rumah. Tentu saja dengan anak-anak seusianya. Gadis berkulit bersih dengan semangat belajar yang tinggi. Apalagi saat harus menghafal sifat-sifat Allah. Dia adalah perempuan pertama yang maju ke depan untuk hafalan.

Sengaja Ishah mendengar dari kamar. Percakapan itu terdengar jelas, karena kamar tanpa pintu itu hanya di tutup dengan kain, tanpa daun pintu. Dia berharap bapak mengijinkan.

Meskipun emak tak fasih mengaji dan tak pernah mengenyam pendidikan formal, beliau sangat mendukung Halim maupun Ishah untuk terus belajar. Baik belajar ilmu agama maupun ilmu umum.

Akhirnya bapak mengijinkan Ishah sekolah. Tetapi tidak di sekolah yang sama dengan Halim kakaknya. Ishah didaftarkan sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyyah, supaya lebih banyak belajar agama.

Semua tidak semudah membalikkan telapak tangan. Meski sudah dapat ijin dari bapak. Ishah menghadapi banyak masalah saat bersekolah. Bukan karena ia tidak mampu menyerap pembelajaran. Namun masalah datang dari teman-teman sebayanya.

Seperti siang itu. Saat mentari sedang berada di ubun-ubun. Dalam perjalanan pulang, sepatu butut Ishah jebol. Dan diketahui teman-temannya. Lantas ia menyimpan sepatunya dalam kantong kresek. Pulang tanpa alas kaki.

"Hai teman-teman Liat kski Ishah seperti kaki ayam, nyeker tuh!" Ledek Fauzan sambil tertawa dengan teman-temannya yang lain.

Namun gadis dengan rambut yang di kuncir kuda itu hanya tertunduk tak menjawab dan terus pergi. Ia tidak menghiraukan ejekan teman-temannya.

Baginya sudah dapat ijin bersekolah itu sudah luar biasa. Sehingga ketika sepatunya rusak ia diam saja. Bukan takut untuk meminta, namun ada yang lebih penting. Selain harus membayar SPP ada beberapa buku yang harus dimilikinya.

Saat pembagian raport, Ishah memang bukan yang terbaik nilainya. Namun dia masih masuk 5 besar. Dia berada di urutan keempat. Baginya ini adalah pencapaian luar biasa. Karena dia sering terlambat mengerjakan tugas.

Ishah tak mungkin meminta uang lebih kepada emak untuk membeli beberapa buku wajib. Selai buku tulus dan pensil, lainnya biasanya dia menunggu pinjaman dari salah satu temannya yang baik hati.

Ketika berada di kelas tiga Ishah tidak melanjutkan sekolah. Bukan karena ia tidak mampu mengikuti pembelajaran di kelas. Namun ada hal lain yang menyebabkan dia berhenti di tengah jalan.

Tentu saja dia sangat sedih, meski ini keputusan sulit. Ishah menerima dengan lapang dada. Namun ia tidak berhenti belajar. Ada lembaga lain yang harus ia tempuh guna melanjutkan semangatnya untuk menuntut ilmu.

(Bersambung)

#stayathome

#tantanganmenulisdigurusiana

#catatanhariankehidupanke-81

#menulisembilanpuluhhari

#MediaGuruIndonesia

#$abtu,04042020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus Bu... Ditunggu kelanjutannya....

04 Apr
Balas



search

New Post