Lili Herawati

Guru IPA di SMPN 2 Dumai. Dilahirkan di Pariaman (Sumatera Barat) pada tanggal 5 Februari 1975. Menamatkan S.1 jurusan Pendidikan Fisika di IKIP Padang th...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jodoh Pilihan Paman (Part 5) H-7

Jodoh Pilihan Paman (Part 5) H-7

#tagursiana

.

Kedatangan seorang pemuda pagi itu di depan warung membuatku dan mama kaget luar biasa. Pemuda itu adalah Rion. Rasanya aku tidak percaya Rion bisa sampai ke kampungku. Darimana dia tahu alamat kami ? Rasanya seperti mimpi melihat dia sepagi ini sudah berada di kampungku.

“Rion…” tegurku terbata.

“Selamat pagi, Tante. Selamat pagi, Wa.” Rion menegur kami berdua.

“Bagaimana kamu bisa tahu alamat kami ?” Tanyaku heran.

“Tak susah bagiku, Wa. Aku meminta alamatmu di kantor lurah. Aku lihat surat pindah kalian.” Rion tersenyum senang.

“Kau tak mempersilahkan aku duduk ?” Lanjutnya.

“Silahkan duduk.” Aku berkata gugup.

Aku membuatkan teh hangat untuknya. Hatiku sangat galau dan cemas. Aku takut kedatangan Rion ke kampung ini akan membuat heboh. Berita akan cepat tersebar. Bagaimana tanggapan orang kampung kalau tahu ada laki-laki yang mencariku ? Aku tidak mau membuat malu keluarga mamaku.

“Silahkan minum, Rion.” Aku meletakan gelas di depannya.

Rion tidak menjawab pertanyaaanku. Tangannya tiba-tiba menarik tanganku. “Kamu tidak rindu padaku, Wa ?”

Aku menepis cepat tangan Rion. Aku takut ada pembeli yang datang ke warung melihat tingkahnya. Aku tidak mau menjadi bahan gunjingan karena perbuatannya.

“Jangan kurang ajar, Rion. Ini bukan Jakarta.” Jawabku cepat.

Rion memandangku tajam. Ada heran di matanya melihat sikapku. Aku yang tidak pernah kasar dan tidak pernah menolak sikap manisnya mendadak berubah ketus.

Suara motor yang baru datang mengalihkan pandangan kami. Seorang laki-laki menghampiri kami berdua. Dia Mak Uncu. Adik laki-laki mamaku yang paling kecil.

Kenapa Mak Uncu pagi-pagi ke sini ? Tidak biasanya Mak Uncu pagi-pagi ke warung. Walaupun rumahnya paling dekat dengan kami, Mak Uncu paling jarang mengunjungi kami. Beliau paling sibuk. Disamping seorang pegawai negeri, beliau juga punya usaha perternakan ayam.

“Zalwa, mamak tadi di telpon mamamu. Katanya ada temanmu dari Jakarta. Mana dia ?. Apakah anak muda ini?” Dengan isyarat matanya Mak Uncu menunjuk ke arah Rion. Aku menganggukan kepala.

Mak Uncu menatap Rion. Tangannya terjulur kepada pemuda itu. Rion menyambut dengan sikap agak ragu.

“Saya pamannya Zalwa. Selamat datang di kampung kami. Mohon maaf sebelumnya, saya terpaksa membawa kamu sementara dulu kerumah saya. Karena saya tidak ingin kedatangan kamu menjadi tanda tanya bagi penduduk sini, Karena kalau pagi penduduk ramai singgah ke warung ini. Kamu bisa beristirahat dulu di rumah saya. Nanti siang kamu bisa ke sini lagi.” Mak Uncu berkata dengan suara wibawa.

“Tapi saya tidak melakukan apa-apa, Paman.” Protes Rion.

“Walaupun kamu tidak melakukan apa-apa. Kedatanganmu akan menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat sini. Saya tidak mau tanggapan jelek dari mereka kepada kemenakan saya.” Tegas jawab paman.

"Ayok Nak, diminum tehnya dan ikut ke rumah paman dulu." Ajak Mak Uncu ramah.

Rion meminun cepat tehnya. Mak Uncu mengajaknya cepat berlalu dari warung. Aku melihat ada kelegaan di mata mama. Aku yakin tadi yang menelpon Mak Uncu adalah mama.

Baru saja Mak Uncu dan Rion meninggalkan warung pembeli sudah mulai berdatangan. Lontong sayur dan sarapan pagi yang lain buatan mama sangat disukai mereka. kalau tadi Mak Uncu tidak mengajak Rion pergi tentu semua mata akan memandangnya. Tentu mereka akan bertanya-tanya tentang Rion. Orang asing yang sepagi ini sudah berada di kampung mereka.

*****

Sehabis Salat Zuhur Mak Uncu dan Rion datang ke rumah. Aku dan mama mempersilahkan mereka makan siang. Mak Uncu dan Rion menolak karena sudah makan di rumah Mak Uncu.

Tak lama dua orang saudara laki-laki ibu yang lain juga datang. Mak Adang dan Mak Anjang. Hanya Mak Angah yang tak bisa datang, karena ada urusan yang tak bisa ditinggalkan.

Kami semua duduk di ruang tamu. Warung sengaja di tutup oleh mama untuk hari ini.

Aku menatap Rion. Rion memang hebat, dikelilingi oleh tiga orang laki-laki yang baru dikenalnya tidak membuat dia grogi. Wajahnya sangat tenang. Jujur masih ada debar di dada ini untuknya, andai dia tidak berselingkuh dengan tante Sisil aku pasti akan sangat gembira dengan kedatangannya.

Mak Uncu mengenalkan semua saudara mama kepada Rion. Rion menyalami mamak-mamakku dengan sopan.

“Rion, coba kamu jelaskan maksud kedatanganmu ke sini.” Mak Adang bertanya kepada Rion.

“Saya mau menjumpai Zalwa, Paman, Saya mencintai Zalwa. Saya mau mengajak Zalwa kembali ke Jakarta.” Rion menjawab mantap.

“Anak muda, kamu tidak tahu kalau Zalwa punya keluarga di sini ?” Mak Adang menatap tajam pada Rion.

“Tapi Zalwa mencintai saya, Paman.” Rion menjawab cepat.

“Cinta saja tidak cukup untuk modal berumah tangga , Anak Muda. Kamu sudah punya persiapan apa untuk menikahi Zalwa?” Mak Anjang menimpali.

Pertanyaan Mak Anjang membuat wajah Rion jadi merah padam. Nampak dia menahan marah. Walaupun dia jago berkelahi aku yakin dia tidak akan berani melawan ketiga laki-laki yang sedang menanyai dia.

bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Uni... Rancak bana... Sukses selalu

05 Jul
Balas

makasi pak bur

05 Jul



search

New Post