Mantan Tetangga (Part 1 sd Part 4 - tamat )
#tantangangurusiana H-1
.
Part 1
.
Sebuah mobil sport terbaru warna putih berhenti di depan rumahku. Seorang anak muda turun dari mobil tersebut. Wajahnya lumayan ganteng, kulitnya agak gelap, hidungnya mancung dan alisnya hitam tebal. Rambutnya yang lurus dipotong pendek, kelihatan sangat rapi.
Dia berjalan menuju ke arahku. Aku menghentikan aktivitas soreku, menyirami bunga -bunga kesayangaku dan menyambut kedatangannya. Dia tersenyum ramah kepadaku. Salam terucap dari bibirnya setelah berada di depanku. Sopan sekali.
“Tante apa khabar ?” Sapanya ramah. Tangannya terulur memintaku bersalaman. Aku menyambut salamnya.
“Alhamdulilah, sehat.” Jawabku.
“Tante tidak mengenali saya lagi ?” Dia mungkin membaca keheranan di wajahku.
Aku terdiam. Aku berusaha mengingat siapa anak muda yang berada di depanku. Tapi percuma. Memori otakku tidak bisa menjawab siapa dia. Kenapa dia memanggilku tante ? Kalau dia mantan siswaku pasti dia tidak memanggilku tante.
“Saya Raffi, Tante.” Dia menyebutkan Namanya.
Aku kembali mencoba mengingat, Raffi ? Raffi yang mana ? Aku betul-betul tidak ingat.
“Ayo Nak, Silahkan duduk dulu.” Aku menawarinya duduk di kursi teras.
Aku memanggil Bi Sari, ART yang bekerja di rumah kami untuk menyiapkan minuman untuknya. Tak lama Bi Sari muncul dengan membawa segelas minuman dingin. Aku mempersilahkan anak muda itu untuk minum.
“Tante sudah mengingatku ?” Dia bertanya setelah meneguk minuman di depannya.
“Maaf Nak, Tante sudah berusaha mengingat. Tapi tante tak berhasil mengingat kamu siapa.” Aku berkata terus terang.
“Nggak apa-apa tante, mungkin karena sudah lama tak jumpa, tante tak ingat lagi dengan ku.” Dia tersenyum.
Aku membalas senyumnya. Aku sebenarnya agak khawatir dengan kedatangan tamu yang tidak aku kenal. Aku takut dia bermaksud kurang baik. Wajah dan penampilan bisa menipu. Tapi aku berusaha menyembunyikan kekhawatiranku. Aku takut dia tersinggung.
“Tante, saya dulu tetangga tante. Saya tinggal di sebelah rumah tante. Rumah petak lima.” Dia berusaha mengingatkanku.
Di sebelah kanan rumahku dahulu ada rumah petak lima, banyak yang mengontrak di rumah petak itu. Penghuninya silih berganti. Terkadang aku belum sempat mengenal penghuninya mereka sudah pindah.
“Saya maklum mungkin karena banyak yang ngontrak di sana tante tak ingat lagi.” Lanjutnya seakan membaca pikiranku
“Benar Raffi, tante tak ingat. Tapi kalau jumpa mamamu, mungkin tante ingat.” Aku menjawab.
“Nama mama saya, Widya, Tante.” Anak muda itu menjawab cepat. Dia merogoh saku celananya. Sebuah handphone keluaran terbaru berada dalam genggamanya. Dia mengutak-ngatik benda itu kemudian memperlihatkan sebuah foto kepadaku.
“Tante ingat wanita, ini ?” Dia menunjukkan foto seorang perempuan padaku. “Dia mamaku, tante.” Jelasnya.
Aku berusaha mengingat perempuan di foto itu. Tapi kembali memori di otakku tak bisa diajak kerjasama untuk mengingat wanita di foto itu.
“ Besok aku akan datang lagi, Tante. Aku akan membawa mamaku. Mana tahu dengan berjumpa langsung tante bisa mengenalnya.” Anak muda itu berkata bersemangat.
“Aku permisi ya, Tante.” Dia pamit sambal menyalami tanganku. Aku menerima jabatan tangannya. Dia berlalu menuju mobil Pajero Sport yang terparkir di depan rumahku.
Aku tiba-tiba tersadar, kenapa dia datang ke rumahku. Apa maksudnya ? Aku lupa menayakan tadi kepadanya.
[Udahlah, biarkan saja. Besokkan dia mau datang lagi] Batinku.
Aku melanjutkan aktivitas yang terhenti tadi akibat kedatangannya. Melihat bunga-bunga yang bermekaran membuatku lupa kepada kedatangan anak muda tadi.
*****
.
PART 2
Ketukan pintu kamar memaksaku untuk tegak, padahal aku baru saja merebahkan raga di tempat tidur. Aktivitas di sekolah hari ini cukup melelahkan. Tugas tambahanku sebagai kepala pustaka membuatku harus kerja ekstra, apalagi setelah selesai ujian smester seperti saat ini banyak anak-anak yang mengembalikan buku ke perpustakaan.
“Ibu, ada tamu.” Bi Sari melapor sewaktu aku membuka pintu.
“Siapa, Bik ?” Netraku memandang ke ruang tamu. Aku tidak melihat siapapun duduk di ruang tamu.
“Anak muda yang semalam, Bu. Tapi Saya tidak berani mempersilahkan masuk.” Wanita itu menjawab.
Gegas aku menuju ke ruang tamu. Raffi datang dengan seorang perempuan yang nampak lebih muda dariku. Mereka berdiri di depan pintu. Aku rasanya mengenal perempuan yang di bawa anak muda itu. Aku mempersilahkan mereka masuk.
“Tante, ini mamaku.” Dia memperkaenalkan mamanya kepadaku.
“Apa khabar, Kak ? Saya Widya, Kak. Kakak masih ingat saya.” Perempuan yang diperkenalkan Raffi sebagai mamanya mengulurkan tangan padaku.
“Saya Widya, Kak. Dulu kakak pernah memberi saya sepedanya anak-anak.” Dia kembali mengulang perkenalannya.
Aku teringat kejadian dua puluh tahu silam. Aku pernah memberikan sepeda pada perempuan ini. Dia bermaksud mau membelinya. Tapi oleh almarhum suamiku tidak boleh dijual. Tapi kalau diberikan percuma beliau mengizinkan. Aku memberikan sepeda itu kepada Widya. Aku menolak uang yang dia sodorkan.
“Ya ampun Widya, kamu rupanya dek.” Aku memeluk perempuan itu.
Diantara para pengontrak di rumah petak itu aku paling dekat denganya. Dia punya dua orang anak laki-laki. Kedua anaknya sering bermain di rumahku. Sehingga Widya pun kadang-kadang sering ke rumah.
Dia sering menjemput anaknya ke rumahku, kalau tidak dijemput kedua anak laki-laki itu tidak mau pulang. Mereka sangat betah bermain dengan putriku, Rania.
“Kamu nampak lebih cantik sekarang.” Widya tertawa mendengar pujianku.
“Tambah tua yang pastinya , Kak.” Jawabnya cepat.
Aku mempersilahkan kedua orang itu masuk. Bi Sari meletakan minuman untuk mereka.
Kami bercerita mengenang masa lalu sewaktu Widya masih menjadi tetanggaku. Kami tertawa ketika ada cerita-cerita lucu.
“Kak, mohon maaf sebelumnya. Kami sebenarnua ada maksud mau datang ke sini.” Widya tiba-tiba berkata serius. Aku melihat ada kegugupan di matannya.
“Aku harap kakak tidak marah kepada kami setelah ini. Maaf sebelumnya kalau kami lancang.” Dia berkata pelan.
“Ada apa Widya ?” aku jadi penasaran.
*****
PART 3
Widya tidak menjawab pertanyaanku. Aku menatap perempuan yang pernah menjadi tetanggaku itu. Widya kulihat nampak sedikit gugup. Ada ketidakpercayaan diri nampak di matanya.
Dari dulu dia memang selalu seperti itu. Dia sering merasa sungkan kepadaku. Padahal aku tidak pernah merasa lebih darinya. Kalaupun dulu aku memiliki kelebihan harta semata-mata itu hanya titipan dari-Nya.
Aku menatap putranya. Raffi Nampak kelihatan sangat tenang. Anak muda itu nampak percaya diri berbeda dengan mamanya.
“Ada apa, Widya. Ada yang mau kamu sampaikan pada kakak ?” Aku mengulangi pertanyaanku.
“Begini Kak, kami datang ke sini memang punya maksud. Sebenarnya tadi ayah Raffi mau ikut juga. Tapi karena beliau kurang sehat tidak jadi. Kami ke sini berencana mau meminang Rania buat putra kami, Raffi.” Dengan sedikit terbata Widya menjelaskan maksud kedatangannya.
Aku kaget. Aku tidak menyangka kalau Widya datang mau meminang putriku. Seingatku Rania berbeda jauh umurnya dengan Raffi. Sewaktu mereka mengontrak di sini Rania sudah duduk di bangku sekolah dasar, sedangkan dua putra Widya masih anak-anak. Aku masih ingat waktu mereka main di rumahku Rania sering menyuapi mereka makan.
“Raffi, Rania itu umurnya jauh di atasmu. Kalau tante tidak salah kalian beda empat tahun. Bagaimana kamu bisa menyukai putri tante?” Aku mencoba bertanya dengan hati-hati. Aku tidak mau anak muda itu tersinggung.
“Itulah tante, saya menyukai Kak Rania. Saya tidak bisa menyukai perempuan lain selain Kak Rania.” Anak muda itu menjawab dengan suara bergetar.
“Kebaikan Kak Rania membekas di hati saya, tante. Sewaktu papa di PHK kami semua kesulitan. Pernah kami tidak makan. Karena mama tidak diberi utang lagi di kedai. Kak Rania datang ke rumah membawa beras, telur dan mie instan. Kak Rania jadi malaikat penolong untuk kami, Tante.” Lanjut Raffi.
Semua hening. Widya menyusut bening di matanya. Dia tampak sangat sedih. Mungkin bayangan masa lalu membuat diantak sanggup menahan air mata.
“Semula mama tidak mau menerima pemberian Kak Rania, karena mama tahu bahwa Kak Rania pasti membawanya ke rumah kami tanpa sepengetahuan Tante. Tapi dia menangis memaksa kami mengambilnya. Akhirnya kami bisa makan dari pemberian Kak Rania. Kalau tidak kami sudah kelaparan.” Raffi bercerita dengan suara bergetar,
Aku memang tidak tahu kalau pada masa itu putriku sering membantu keluarga Widya. Karena aku merasa tidak pernah kehilangan. Usaha almarhum suamiku yang masa itu lagi sukses-suksesnya membuat hidup kami sangat berkecukupan. Stok makanan di rumah selalu berlebih.
“Kebaikan Kak Rania membuat saya tidak bisa menerima perempuan lain, Tante.” Anak muda itu menjawab pelan. “Di hati saya cuma ada Kak Rania.” Lanjutnya.
“Maafkan putra saya, Kak. Tapi memang benar apa yang dikatakannya. Dia selalu menyuruh saya agar melamarkan Rania untuknya. Saya selalu menolak, saya berkata kepadanya kalau saya akan melamarkan Rania kalau dia sudah sukses dan punya banyak uang. Akhirnnya Raffi bisa sukses seperti sekarang.” Widya berkata meyakinkanku.
*****
PART 4 (TAMAT)
Aku menatap Raffi. Ada kejujuran di matanya. Aku yakin anak muda ini bicara apa adanya. Dia tulus. Aku merasa terharu. Rania putriku memang anak baik. Dia mewarisi kebaikan hati almarhum papanya. Hatinya sangat lembut. Dia paling tidak bisa melihat orang susah.
“Tapi…. Tapi apa kamu tahu kondisi Rania sekarang ?” Aku bertanya kepada pemuda itu.
“Saya tidak tahu tante. Tapi apapun yang terjadi pada Kak Rania saya akan terima dia dengan segala kelebihan dan kekurangannya.” Raffi berkata mantap.
“Apa kamu akan berubah setelah tahu apa yang terjadi pada Rania ?” Aku bertanya pelan. Ada nyeri di hatiku kalau teringat nasib putriku
“Memangnya ada apa dengan Kak Rania, Tante ?” Raffi bertanya dengan wajah heran.
“Sebaiknya urungkanlah niatmu untuk melamar Rania. Tante takut kamu akan kecewa. Rania sekarang tidak sama dengan Rania yang kamu kenal dulu.” Aku menjawab sedih.
“Maaf, Kak. Apa yang terjadi sebenarnya ?” Widya bertanya kepadaku.
“Datanglah besok ke sini. Aku akan mempertemukan kalian dengan Rania.” Aku mejawab pelan.
Raffi dan mamanya pamit dari hadapanku. Sepeninggal mereka berdua aku termangu. Jujur aku senang ada yang mau melamar putriku. Tapi apakah Raffi dan mamanya tahu kejadian yang menimpa putriku.
Apakah Rania bisa menerima kehadiran Raffi ? Bukankah Rania sudah menutup dirinya setelah beberapa kali rencana dia untuk menikah selalu gagal setelah calon laki-laki yang mau menikahinya tahu kondisi dirinya.
*****
Suara ketukan di pintu depan membuatku menyeret langkahku untuk membukanya. Raffi dan mamanya berdiri di depanku. Wajah anak muda itu tampak sangat ganteng dan tenang. Memandangnya membuatku yakin kalau dia serius mau melamar putriku. Tapi apakah dia tidak berubah nanti setelah tahu kondisi putriku ?
“Tante, saya yakin tante sudah tahu maksud kedatangan kami. Bukankah tante berjanji mempertmukan kami dengan Kak Rania?” Raffi bertanya setelah aku persilahkan duduk.
“Ya Raffi, tante tahu. Tapi tante harap kamu jangan kaget melihat kondisi Rania sekarang. Apapun yang kamu lihat jangan membuat dia jadi terpuruk lagi.” Aku berkata sedih.
“Apa yang terjadi sebenarnya, Tante ?”
“Baiklah tante akan menceritakan kepadamu. Cerita yang selalu tante sampaikan kepada setiap laki-laki yang mau melamar putri tante. Karena tante tidak mau setelah menikah putri tante di pandang rendah oleh suaminya.” Aku menjawab pelan.
Raffi dan mamanya terdiam. Mereka berdua memandangku seolah tidak sabar mendengar kejadian yang dialami Rania.
Kejadian yang menimpa putriku tujuh tahun yang lalu untuk kesekian kalinya mengalir dari mulutku. Rania putriku yang cantik dan periang terpaksa kehilangan hari-hari bahagianya setelah seorang preman memperkosanya.
Rania dicegat sewaktu pulang dari rumah temannya malam itu. Mobil yang dikendarainya distop oleh sekelompok preman. Mata Rania di tutup dan dibawa ke suatu tempat. Rania diketemukan keesokan harinya oleh salah seorang penduduk dalam keadaan tidak sadar di mobilnya.
Hasil visum dokter menujukan putriku sudah dilecehkan. Dari hasil visum dokter hanya seorang laki-laki yang melakukannya pada Rania.
Kami sangat terpukul menerima kenyataan ini. Rania yang periang berubah jadi pendiam. Preman yang sudah merusak masa depan kami luput dari pengejaran polisi. Dia seperti hilang ditelan bumi
Rania jadi trauma setiap bertemu orang yang tidak dikenalnya. Aku dan suami berupaya mengembalikan kepercayaan dirinya. Tidak mudah bagi kami untuk mengembalikan percaya diri Rania. Tidak terhitung biaya yang kami keluarkan.
Usaha kami sedikit demi sedikit membuahkan hasil. Rania berangsur-angsur bisa melupakan kejadian yang menimpa dirinya.
Masalah datang ketika salah seorang putra teman suamiku melamar Rania. Rania bersikukuh meminta agar peristiwa yang menimpa dirinya jangan disembunyikan. Kami terpaksa menceritakan peristiwa yang menimpanya sesuai dengan permintaanya.
Ternyata setelah mendengar cerita yang menimpa Rania, mereka membatalkan rencananya untuk melamar Rania. Peristiwa itu selalu terjadi setiap ada laki-laki yang mau melamar putriku.mereka semua mudur setelah tahu Rania pernah diperkosa.
Rania jadi kehilangan percaya diri. Dia lebih suka mengurung dirinya di kamar. Keadaan Rania bertambah parah setelah papanya meninggal akibat serangan jantung. Rania tidak mau dijumpai.
Putriku jadi tertutup. Dia jadi tidak peduli dengan penampilannya. Wajahnya yang dulu cantik jadi tidak terawat.
Raffi dan mamanya diam setelah mendengar ceritaku. Suasana hening, semua diam dalam lamunan masing-masing.
“Apakah kamu masih mau melanjutkan lamaran mu, Raffi ?” Aku bertanya pada pemuda itu.
“Tante, apapun masa lalu Kak Rania, aku akan menerimanya, Tante. Aku akan menerima Kak Rania dengan segala kelebihan dan kekuranganya.” Raffi menjawab tegas.
Aku kaget mendengar jawaban pemuda itu. Aku berusaha melihat kejujuran di matanya. Raffi beda dengan laki-laki yang selama ini mendekati putriku. Ada tulus di wajahnya.
“Bagaimana dengan mu, Widya ? Apa kamu mau menerima keadaan putriku ?” Aku mengalihkan tatapan pada mamanya Raffi.
“Kak, aku menyerahkan semua pada putraku. Kalau Raffi sudah pada pilihannya aku merestui.” Widya menjawab tegas.
Ada yang menghangat di hatiku. Aku tidak menyangka dua orang yang di depanku bisa menerima keadaan putriku.
“Bagaimana dengan ayahnya Raffi nanti ?” aku bertanya ragu.
“Yang akan menikah aku, Tante. Ayah pasti akan merestui.” Anak muda itu menjawab cepat.
“Kalau begitu, mari kita jumpai Rania. Semoga dia bisa menerima kehadiran kamu.” Aku menjawab pelan.
“Oya, kalau tidak salah kamu, punya saudara, Raffi ? Tante lupa namanya. Dimana dia sekarang ?” Tiba-tiba aku teringat kalau Widya punya dua anak laki-laki.
Dua orang yang di depanku nampak kaget mendengar pertanyaanku. Ada kegugupan di mata mereka.
“Abang Rian sudah meninggal, Tante. Narkoba telah merennggut nyawanya.” Raffi menjawab dengan suara terbata.
“Maaf, tante ikut berduka cita.” Aku merasa tidak enak hati menanyakan Rian pada mereka.
Keduanya hanya menganggguk. Aku berdiri dan mengajak kedua orang itu kebahagian belakang rumah kami.
Di bagian belakang rumah ada sebuah paviliun. Bangunannya menyatu dengan rumah induk. Di situlah Rania menghabiskan hari-hari dalam kesendiriannya. Rania menutup diri dari orang lain. Hanya aku dan Bik Sari saja yang boleh menemuinya
Aku mengetuk pintu paviliun dengan pelan. Ada cemas di dadaku. Aku takut Rania akan histeris melihat aku membawa Raffi dan ibunya. Rania akan sangat marah kalau aku membawa orang asing menjumpainya. Berbagai doa aku panjatkan semoga putriku tidak marah.
Pintu terbuka, Rania muncul dengan tampang lusuhnya. Aku melihat dia baru bangun tidur.
“Maaf mama, Rania ketiduran sehabis salat Asyar tadi.” Dia berkata pelan. Netranya langsung menatap tajam kepada Raffi dan ibunya.
“Siapa mereka, Ma?” Suara Rania terdengar ketus.
Aku baru akan menjawab, tiba-tiba Raffi mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah gelang berwarna hitam dari kayu.
“Kak Rania, kakak ingat gelang ini? Kakak yang memberikannya kepadaku sewaktu kakak pulang jalan-jalan liburan.” Raffi berkata cepat.
Rania terpana. Tiba-tiba senyum mengambang di bibirnya.
“Kamu, Raffi bukan ?” Suara Rania terdengar girang.
“Iya kakak. Aku Raffi.” Raffi menjabat erat tangan Rania.
Baru kali ini aku melihat Rania nampak gembira. Kedatangan Raffi membuat dia terlihat senang. Aku dan Widya membiarkan mereka berdua bercerita tentang masa kecil mereka.
*****
Semenjak kejadian itu Raffi sering datang ke rumahku. Dia sering bercerita dengan Rania. Aku melihat Rania gembira setiap Raffi datang. Pemuda itu sangat pandai mengambil hati Rania. Rania sering tertawa mendengar ceritanya.
Aku dan Rania pernah diajak Raffi ke rumahnya. Raffi memiliki bengkel dan show room mobil. Dia anak muda yang gigih. Perjalanannya membesarkan usahanya membuat aku kagum kepadanya.
Rania juga nampak semakin membaik kondisinya. Sore itu Rania bercerita kalau Raffi akan melamarnya. Aku menyerahkan semua keputusan kepadanya. Aku senang sewaktu Rania mengatakan bersedia menerima lamaran Raffi, setelah pemuda itu mengatakan tidak mempermasalahkan musibah yang menimpa dirinya.
Semua terjadi atas kehendak Allah, tidak ada seorangpun yang bisa mengelak kalau Allah sudah berkehendak. Jawaban Raffi membuat aku sangat Bahagia. Allah telah menjawab doa-doaku, Allah telah mengirim seseorang yang baik untuk putriku.
Hari ini kami mempersiapkan pesta pernikahan buat Rania dan Raffi. Perbedaan usia empat tahun tidak membuat Rania nampak lebih tua. Mereka nampak sepadan.
Pesta mereka berlangsung meriah di sebuah hotel terkenal. Semua Raffi yang membiayai. Pemuda itu nampak sangat bahagia sekali
Widya dan suaminya juga nampak menyayangi putriku. Aku merasa bahagia sekali. Rasanya kalau sekarang Allah memanggilku, aku sudah ikhlas. Putriku sudah berada di tangan yang tepat.
****
Raffi mengantarkan kepergianku di depan pintu rumah mereka sewaktu aku mengunjungi Rania sebulan setelah pesta pernikahan mereka. Rania nampak bahagia sekali. Aku sangat senang waktu mendengar berita kehamilannya.
“Raffi, jaga istrimu dan calon bayimu baik-baik.” Pesanku pada Raffi.
Menantuku itu mengaggukkan kepala. Dia mencium tanganku sebelum sopir pribadi mereka mengantarku pulang.
Pov Raffi
Impianku untuk menikahi Rania terujud. Aku sangat bahagia. Sudah lama aku memendan rasa terhadap Rania. Rasa yang juga dimiliki oleh abangku, Rian. Rasa yang berusaha aku hilangkan setelah aku mengetahui kalau Bang Rian juga mneyukai Kak Rania. Aku tidak mau bersaing dengan abang kandungku sendiri.
Tapi Rian sungguh keterlaluan dia memperkosa Kak Rania, setelah Kak Rania menolak cintanya.
Pengakuan Bang Rian kepadaku dan orang tua kami kalau dia sudah memperkosa Rania sebelum ajal menjemputnya karena over dosis bagaikan petir di telinga kami.
“Putri berhati malaikat” begitu aku dan mama menjulukinya. Bang Rian tega mengahancurkan masa depannya.
Rasa bersalah keluargaku semakin menumpuk setelah tahu Kak Rania selalu gagal melangsungkan pernikahan karena laki-laki yang mau melamarnya tidak memerima keadaanya. Aku dan kedua orang tuaku menjadi semakin tersiksa.
Keinginanku untuk menikahi Kak Rania karena aku memang mencintainya sekalian aku mau menebus kesalahan yang dilakukan Bang Rian mendapat dukungan dari mama.
“Kamu harus jadi orang sukses untuk mendapatkan Rania,” begitu selalu pesan mama kepadaku
Pesan yang selalu aku jadikan semangat untuk berkerja keras. Alhamdulillah usaha kerasku dan doa mama membuatku berhasil.
Aku melamar Kak Rania. Sekarang Rania menjadi istriku. Istri yang sangat aku cintai dan selalu akan ku jaga.
“Tidak usah Rania dan mamanya sampai tahu kalau yang memperkosanya adalah abangmu.” Begitu pesan mama dan papa kepadaku. Pesan yang akan kujaga. Pesan yang hanya akan menjadi rahasia aku dan kedua orang tuaku.
Kami tidak ingin ada kesedihan lagi di mata Rania dan mamanya.
Tamat
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerpen keren
Makasi bunda ifit