Masih ingat dengan jurus-jurus yang sudah aku ajarkan padamu? Dengan cara-cara kunci yang membuat lawan tak berkutik? Masih ingat dengan mantra-mantra yang dulu pernah aku ajarkan padamu? Dengan do'a-do'a sapu jagad yang mampu dirimu kebal? Atau, masihkah kau simpan dengan baik keris pusaka yang aku wariskan padamu? Jangan sampai itu berpindah tangan, apalagi sampai berada di tangan orang-orang jahat!

Aku yakin, semuanya itu aku titipkan padamu, karena aku merasa, kamulah yang pantas memegang kedigdayaan itu. Kamulah yang layak menerima warisan semua ilmu-ilmu putih yang aku miliki. Bukan yang lain. Perguruan putih ini perlu ada estafet generasi yang bisa mempertahankan kelangsungannya. Dan, kamulah orangnya itu. Kamulah itu.

Dunia persilatan dari generasi ke generasi berikutnya, dari ujung barat sampai timur, diwarnai dua aliran yang saling mengalahkan. Keduanya laksana air dan minyak. Antara hitam dan putih. Keduanya memperebutkan gelar jawara. Tak ayal, kedua belah pihak senantiasa menggembleng para pendekar-pendekarnya.

Itu dunia persilatan. Bagaimana dengan dunia keberislaman? Sama. Itu jelas. Satu pihak terus menjelekkan pihak lain. Satu pihak selalu menuduh, dan mencurigai pihak lainnya. Maunya duel terus. Justeru, dunia persilatan belum seberapa, meskipun datang dari padepokan yang berbeda. La ini, dunia keberislaman ini, berasal dari rumah yang sama, namun selalu menampakkan selimut permusuhannya. Ah, bagaimana bisa mencipta harmoni?!