Holikin

Guru dan penulis tinggal di sebuah pulau terpencil di Kabupaten Sampang, Madura....

Selengkapnya
Navigasi Web
Membenarkan Kebenaran
Sumber gambar: YouTube

Membenarkan Kebenaran

Ini, saya moderasikan dari tulisan yang lumayan lama. Berawal dari perlunya untuk diketengahkan kembali. Tak apa walau basi. Dan, saya rasa, ini perlu dikenyam dari masa ke masa. Kunyah pelan-pelan. Tak butuh waktu lama. Sengaja dibuat pendek. Semoga dimengerti.

***

Lalu, apa jawaban Abu Bakar al-Shiddiq (radhiyallahu anhu) ketika berita menggemparkan tanah Arab itu sampai padanya? Peristiwa dahsyat perjalanan malam Nabi hingga menembus langit dalam waktu hitungan jam itu, mendapatkan banyak respon. Mayoritas penduduk Arab mencemoohnya. Abu Bakar justeru menghadirkan jawaban lain, beliau membenarkannya. Lebih lanjut beliau berkata, "Apapun yang datang dari Muhammad Saw adalah pasti benar."

Logikanya, seseorang yang terlahir jujur dan berjuang demi kebenaran mustahil untuk berdusta, sekalipun berita yang disampaikannya sulit dicerna nalar. Oleh sebabnya, paman Nabi Saw, Abu Thalib, --yang secara keyakinan tidak bisa beralih dan meninggalkan agama nenek moyang-- pun membenarkan agama yang Nabi Saw bawa melalui syairnya, "Laqad alimtu bianna dina muhammadin khairu al-adyan..." (sungguh saya tahu, bahwa sesungguhnya agama Muhammad itu yang terbaik).

Kebenaran memang mendapatkan banyak tantangan. Kemudian, tak perlu kita menyandingkan kebenaran dengan memakai ukuran nalar normal. Justru nalar manusialah yang harus tunduk patuh di bawah kebenaran.

Kebenaran dien ini, terkadang selaras dengan nalar manusia. Itulah sebabnya, al-Quran selalu mengaitkan peristiwa alamiah dan ilmu pengetahuan dengan logika normal manusia. Sementara pada tataran peristiwa non indrawi semacam kelebat alam ukhrawi, manusia tidaklah mungkin mampu menalarnya. Di sini gunanya manusia muslim menajamkan keimanannya, bukan mengasah belati akalnya.

Manusia cukup iman dan memantapkan jiwanya, tidak perlu bermain-main dan memanjakan otaknya. Makanya, surga banyak dihuni orang-orang yang tak banyak bertanya (aktsaru ahli al jannati albalhu). Sebab, mempertanyakan terus-menerus atau cerewet tentang 'keghaiban' dan ketakjuban rahasia ilahiyah adalah bentuk lain dari meragukan. Kita mesti hati-hati.

---wallahu a'lam

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post