Agus Bandriyati

Guru SD yang tidak punya hobby. Mengawali pekerjaannya sebagai guru SMU, lanjut turun jenjang mengajar di SMP dan " naksir berat" di SD hingga belasan tah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kecewa yang Menjadi Mutiara (tamat)

Kecewa yang Menjadi Mutiara (tamat)

(Tantangan hari ke-26)

#TantanganGurusiana

Setelah kembali dari rumah Ferry, aku menjalankan aktifitas seperti biasanya, counter HP juga sudah mulai dibuka kembali dengan penjaga counter yang baru. Stempel dan nama counter pun ku ganti atas anjuran beberapa pemilik counter dan juga atas kemurahan hati pemilik distributor yang ternyata seorang anggota TNI-AD.

Sementara Ferry tidak pernah lagi tampak batang hidungnya begitupun kedua adiknya, menurut kabar tetangga counter, Bos tempat adiknya bekerja juga sudah memberhentikan kedua adiknya, wajar saja mereka khawatir meskipun pelaku adalah kakaknya.

Keuangan counterpun masih tetap saya subsidi, meskipun terseok-seok tetap saya lanjutkan hingga selesai masa kontrak. Sementara Bu Riska sudah jarang bertemu di sekolah, kalaupun bertemu saya hanya tersenyum, bagaimana pun perbuatannya tidak menyenangkan, menyewakan counter yang ternyata tidak seperti yang beliau "iklankan" begitu juga dengan penjaga toko, ternyata saya percaya pada manusia yang tidak bisa dipercaya, meskipun berprofesi sebagai guru.

Dua bulan sebelum masa sewa habis, Bu Riska mengirimkan sms, menanyakan apakah saya akan memperpanjang sewa counter, sudah pasti jawaban saya tidak. Bukan hanya uang, tenaga, waktu, tapi juga pikiran terkuras semua untuk suatu hal yang sia-sia, yang tidak memberikan apa-apa.

Saya berpikir Bu Riska akan memiliki tingkat malu dan cukup bermoral karena terpelajar, ternyata tidak! Luar biasa pesona uang, mampu membuat karakter "abaikan rasa malu" bahkan merasa menjadi orang yang paling benar dan merasa dirugikan. Aneh.......!

***

"Bu, Ibu sewa counter Bu Riska?" tanya salah seorang orang tua murid.

" Iya, bun, tapi hanya satu tahun."jawab saya apa adanya.

"Kasian ya, bu, Bu Riska, jadi rugi karena ibu sudah merugikan counternya, harusnya ibu jangan begitu, pada kawan sendiri kok ibu tega begitu!" cerocos beliau seolah lebih mengetahui keadaan yang sebenarnya.

" Bu, ibu dapat info darimana?" tanya saya menahan geram.

" Dari Bu Riska sendiri dan kawan-kawannya, kan banyak yang kasih les ke rumah-rumah, jadi suka ngobrol dan mereka bilang kalau ibu sudah merugikan toko Bu Riska, karena saya penasaran, makanya saya tanya langsung ke ibu." ucapnya.

" Sebelumnya terima kasih banyak, bun, dan sudah konfirmasi terlebih dahulu sebelum meluas dengan info yang dibalik kenyataannya sebenarnya. Dengan kata lain, ada yang mencoba menyebar fitnah melalui orang tua murid yang anaknya les di rumah. Yang ada saya yang dirugikan karena ternyata Bu Riska mengambil barang dari counter yang saya sewa tanpa memberi keuntungan, saat merayu untuk menyewa counternya, beliau mengatakan bahwa customernya sudah banyak ternyata itu hanya omong kosong, belum lagi anak buahnya yang dikatakan sangat jujur dan tamatan pesantren, ternyata menggelapkan uang sebanyak 40 juta, tapi saya tidak lantas mencak-mencak ke Bu Riska, saya berpikir kalau ini merupakan pengalaman dalam belajar berbisnis, dan saya tidak menyangka kalau Bu Riska justru membalik cerita di luar sana." jelas saya panjang lebar.

"Oh, begitu, bu, duh.....turut prihatin, ya, bu, semoga Allah ganti dengan rejeki yang melimpah." balas Si Ibu.

" Terima kasih, bun." jawab saya.

***

Jenis manusia yang entah pantas disebut apa, sudah jelas merugikan orang lain, bukannya minta maaf tapi justru membuat fitnah yang seolah menjadi korban. Memang butuh waktu belasan tahun untuk menuliskan kembali tanpa ada intervensi emosi. Bahkan mungkin Bu Riska sendiri tidak tahu jika saya tahu sepak terjangnya.

Tapi saya bersyukur dipertemukan dengan manusia seperti Bu Riska, banyak hal yang saya pelajari;

1. Jangan mau diperbudak oleh uang

2. Kawan yang jujur/baik lebih berharga dibanding puluhan juta yang masuk pundi-pundi rekening anda.

3. Tidak ada kawan yang ikhlas tapi kemudian berbuat culas.

4. Rutinitas ibadah dan tumpukan ijazah sekalipun dari universitas ternama bukan jaminan seseorang menjadi " tidak rakus materi".

5. Hargai orang lain yang menghargai anda, bukan malah memanfaatkannya.

6. Tidak perlu membuat pembelaan untuk pembenaran ketidakbenaran anda, karena waktu akan menjawabnya bahkan saat anda lupa.

Jakarta, 9 Februari 2020

#TantanganGurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post