Nanang Syafi'i

Guru yang baru belajar menulis tinggal di Tuban, Jawa Timur...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bau di Musala

Bau di Musala

Selalu saja begitu dan memang layak begitu. Kanak-kanak tak akan bergegas pergi selepas salat zuhur berjamaah usai. Mereka seperti biasa ada yang tidur-tiduran, ngobrol di teras musala, atau ada yang ke kantin mengisi bensin yang sudah menipis di lambung perutnya. Begitu jamak pemandangan itu tiap hari. Sebelum mereka kembali ke kelas mengikuti dengan sedikit kantuk dan malas di pelajaran ujung waktu. Pandai-pandailah guru-guru di jam-jam kritis itu dengan jurus maut dan jitu yang bikin kanak-kanak terbius. Jika tidak, tak lebih baik nasibnya dengan tukang obat di pasar yang nyerocos tiap waktu tapi sepi pembeli. Tak berefek sama sekali, hilang tak berbekas.

Suasana teras musala masih tampak ramai dengan obrolan dan canda jail kanak-,kanak. Segala rupa obrolan tercipta di setiap waktu seperti ini. Bahkan canda jail yang tak terpikir sebelumnya terjadi. Kanak-kanak selalu punya cara jitu tuk menikmati waktu. Tak ada aturan baku. Semuanya bisa terjadi begitu saja tanpa harus terencana. seperti siang ini.

"Ayo tadi sapa yang kentut?" suara tanya diantara kanak-kanak. Langsung saja membuat gaduh dan bertebaran tanya yang susul menyusul.

"Ayo ngaku!" teriak yang lain.

"Iya, masak salat kok kentut? Ya batal", susul kanak-kanak perempuan di ujung teras

"Sudah batal, bau lagi, terlalu!" susul teman sebelahnya.

"Sudah bau, gak bunyi lagi. ya gak ketahuan pelakunya", sambung kanak-kanak yang bikin ger seteras musala.

"Kita doakan saja habis ini gak bisa kentut, biar tau rasa!" suara kanak-kanak laki-laki, ditimpali tawa yang lainnya.

"Iya... gak bisa kentut tujuh hari tujuh malam. Kalau gak mau ngaku!" sahut yang lain.

"Emangnya, bau kentutnya bau parfum rasa stroberi wangi mewangi?"' imbuh kanak-kanak yang di tengah dengan jengkelnya.

"Iya kali? Semalam dan tadi habis makan- sarapan kembang setaman dan sebotol minyak nyongnyong." timpal yang lain menambah segar suasana siang itu.

"Makanya dia pede saja kentut, Terus kenapa kita yang ribut?" Meledaklah seketika tawa kanak-kanak mendengar tanya tersebut sambil mengamini membenarkan. Dan tetap saja dengan hati jengkel.

Dan banyak lagi tanya dan umpatan ala kanak-kanak yang susul menyusul menggelikan. Tak akan pernah habis dan cukup menyelesaikan kasus kentut mereka. Sebelum Pak Toha mengarahkan mereka cepat kembali ke kelas dengan peluit saktinya.

Pritttt.....

Bubarlah sidang siang itu. Dan entah esok atau kapan akan digelar lagi. Atau terlupakan begitu saja dengan kasus yang lain. Begitu dan seterusnya.

Monda, 200620

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post