Cerita selepas zuhur
Salat zuhur berjamaah baru saja usai. Jamaah kanak-kanak masih rapi, belum beranjak dari tempatnya. Seperti biasa mereka mengikuti ritual zikir bersama. Kanak-kanak zikir secara serempak dipimpin sang imam salat. Terdengar rendah suaranya dan padu menggelayut di kalbu. “Astaghfirullahal’adzim, Alladzi la ilaha illa huwal hayyul qoyyumu wa atubu ilaihi” (Aku minta ampun pada Allah yang Maha Agung , yang tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri, dan aku bertaubat kepadaNya) . Kemudian dilanjutkan, “La ilaha illallahu wa’hdahula syariikalahu, lahulmulku walahul’hamdu yu’hyii wayumiitu wahuwa ‘alakulli syai’ing qodiiru. ...” (Tidak ada Tuhan kecuali Allah sendiri, tak ada Sekutu bagiNya. BagiNya-lah kerajaan dan bagiNya-lah segala pujian. Ia menghidupkan dan mematikan, dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu). Begitu dan seterusnya hinggai selesai
Kemudian, sang imam memimpin doa dengan khusyuk. Kanak-kanak pun dengan suara rendah, tangan menengadah, dan wajah tertunduk pasrah mengamini doa yang dipanjatkan sang imam. “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Pujian yang sebanding dengan nikmat-nikmatNya dan menjamin tambahannya. Wahai Tuhan kami, bagi-Mu-lah segala puji, dan bagi-Mu-lah segalah syukur, sebagaimana layak bagi keluhuran zat-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu.“Wahai Allah, limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada penghulu kami, Nabi Muhammad dan keluarganya, yaitu rahmat yang dapat menyelamatkan kami dari segala ketakutan dan penyakit, yang dapat memenuhi segala kebutuhan kami, yang dapat mensucikan diri kami dari segala keburukan, yang dapat mengangkat derajat kami ke derajat tertinggi di sisi-Mu, dan dapat menyampaikan kami kepada tujuan maksimal dari segala kebaikan, baik semasa hidup maupun sesudah mati. Sesunggunya Dia (Allah) Maha Mendengar, Maha Dekat, lagi Maha Memperkenankan segala doa dan permohonan. Wahai Dzat yang Maha Memenuhi segala kebutuhan Hamba-Nya. ...”
Semuanya berjalan seperti hari-hari yang lain. Tertib mesti kadang muncul kekonyolan yang disengaja. Tapi untuk hari ini semunya berjalan lancar. Tidak ada yang nyeneh. Biasanya saat sang imam memimpin doa selalu saja terdengar suara aamiin yang sumbang. Sumbang karena tinggi nadanya tak sma dengan nada kanak-kanak yang lain. Atau suara aamiinnya di rendah-rendahkan. Dan tentu saja mebuat konsentrasi kanak-kanak yang lain terganggu. Itulah yang membuat Pak Toha, sang penguasa kestabilan lingkungan sekolah selalu masygul. Namun begitu, Ia selalu sukses menemukan aktor intelektual dibalik kejadian ketidakkhusyukan zikir dan doa. Dan para pelaku itu, selalu mendapatkan hadiah yang setimpal dengan perannya. Biasanya menyapu musala, mengepel musala, membersihkan kaca musala, sampai menata sajadah dan mukena di almari musala. Semua sanksi dari Pak Toha dilakukan setelah jam sekolah usai. Namun hari ini tak ada kejadian itu. Maka semuanya baik-baik dan normal-normal saja.
Kenormalan kanak-kanak dalam melaksanakan salat zuhur sampai doa bersama itu membuat Pak Toha bingung. Bingung kok bisa setertib ini. Kadang kita juga begitu. Bila ada sesuatu yang gak seperti biasa kita timbul tanda tanya. Meskipun keanehan itu bernilai kebaikan, kepantasan, dan keharusan. Sangatlah manusiawi jika Pak Toha gundah dan resah akan ketertiban dan kestabilitasan suasana musala saat salat zuhur.
Bukan Pak Toha jika tidak bisa memecahkan kegundahannya pada tabiat kanak-kanak di sekolah yang sudah 17 tahun, ia jaga. Semenjak sekolah ini berdiri bahkan mulai peletakan batu pertama hingga pembangunan, ia turut menjadi saksi bahkan pelaku. Pelaku sebagai kuli bangunan hingga dipercaya sebagai petugas keamanan sekolah. Ia amati kanak-kanak itu. Ia hapal betul satu persatu kanak-kanak di sekolah ini. Kanak-kanak yang berjejer di teras musala yang bersiap kembali kelas masing-masing. Sejurus kemudia Pak Toha tersenyum. Ia langkah kakinya ke arah musala. Ia melangkah pasti ke arah beberapa kanak-kanak yang barusan duduk di teras musala. Sementara yang lain meninggalkan musala. Mereka, kanak-kanak itu, masih santai bercanda dan ngobrol di teras musala.
"Kok baru mau salat, kan sudah waktunya masuk?" tanya Pak Toha dengan suara mengejek.
"Anu, Pak Toha. Tadi ke kanti dulu”, salah satu dari kanak-kanak menjawab dengan sedikit gugup. “Biasanya, Pak Dul terlambat masuknya. Kalau tidak, ya kosong." timpal salah satu kanak-kanak diikuti tertawa kecil beberapa temannya seakan mengiyakan jawaban.
“Ya sudah., sana, cepat salat!”, perintah Pak Toha layaknya seorang kapten memerintah kopralnya.
Sedangkan Pak Zaka, sang imam, yang mendengar percakapan Paka Toha dan penjelasan kanak-kanak pun melangkah menjauh dengan senyum yang ditahan dan membiarkan kanak-kanak itu melaksanakan salat sebagai bentuk tanggung jawab dirinya pada Sang Pemberi senyum manis. Dalam hatinya berbisik lirih, “selalu ada celah pembenaran meski salah. Tak terkecuali kanak-kanak.”
Monda, 220620
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Inspiratif, salam literasi
Terima kasih Bapak Timbul Amar Hotib Harahap. Salam
Terima kasih Bapak Timbul Amar Hotib Harahap. Salam
Keren dan megingatkan kita semua..teri. a kasih.. Salam
Terima Kasih, Bu Trisna Sesriyenti