sri indriyana

Sebagai guru sekolah dasar di sebuah desa pedalaman di pulau madura dengan kota ujung timur,tidak menghentikan kesukaan menulis semua hasrat yang tersirat dalam...

Selengkapnya
Navigasi Web

AKU MEMBENCIMU AYAH (Part 2)

Aku harus pulang, harus!

Tak ku pesulikan tatapan heran teman sekamar, segera ku urus surat ijin pulang hari itu juga. Beruntung ada Ita sahabatku yang berjanji akan mengurus semua tugas kampus. Ya, sehari saja aku harus bertemu mama.

Dalam perjalanan pulang, bayang wajah perempuan sabar itu memenuhi pikiranku. Hingga tak sadar saat seorang pemuda memintaku agak menyisih untuk mengisi kursi kosong di sebelahku.

" Maaf mbak, apakah ini milik mbak?" Mata hitam dengan bibir merah menunjukkan sebuah bros berbentuk hati berhias swarozski di tengah. Ah, mata itu mengingatkan aku pada lelaki yang telah menghancurkan semua kagumku, ayah!

" Oh, iya benar! Mungkin terjatuh tadi, terima kasih!" ku periksa hijabku tersibak di bagian bahu karena bros yang kusematkan di sana sudah tidak ada.

Kuterima bros itu, sesaat ku lihat lelaki itu kembali menekuri gawainya dan akupun kembali bergelung dengan wajah mama.

Bus yang ku tumpangi tidak begitu sesak, ada beberapa kursi kosong di belakangku. Waktu terasa berjalan begitu lamban. Aku ingin segera tiba dan memeluk tubuh mama, bagaimana keadaan dia sekarang? Masih menangiskah atau sudah lebih tenang atau bahkan telah melupakan peristiwa itu? Ah, terkadang perempuan terlalu naif. Mereka mudah terluka dan secepat itu pula memaafkan.

Akhirnya setelah perjalanan empat jam, tibalah aku di kota kelahiran tepatnya pertigaan menuju desaku. Kulirik lelaki di sampingku memberikan jalan dan berdiri agar aku bisa melewatinya. Setelah ku ucapkan terima kasih, kondektur bus membuka pintu bus dan akupun melompat keluar meninggalkan benda persegi itu kembali menderu dengan kencang.

Beberapa abang ojek menawarkan tumpangan, namun ku pilih Pak Mus tetangga yang sudah menjadi langgananku.

" Biasanya pulang Hari Ahad beng? Katanya sambil menstarter motor dan mempersilahkan aku naik di belakangnya.

" Ada urusan bentar pak, ntar malam balik lagi" kupaksakan tersenyum menutupi kegelisahanku. Pak Mus membalas tersenyum lalu fokus menyetir.

Ntah tiba- tiba pikiranku membayangkan Pak Mus sebagai ayah. Mungkinkah jika ayahku jadi ojek tidak akan bertingkah seperti ini?

Apa benar yang temanku bilang bahwa lelaki itu selalu melewati fase harta, tahta, lalu wanita? Ntahlah.

Kujulurkan uang kertas sepuluh ribuan dan Pak Mus kembali putar balik melaju pelan lalu hilang dqri pandangan.

Rumahku lengang,

Segera kucari sosok mama, kudapati ia duduk bersimpuh di ruang musholla masih dengan mukenah dan quran di tanagnnya.

" Assalamualaikum ma!"

Tubuh itu berbalik dan sedikt terkejut menatapku.

" Ya, Allah nak, kapan kamu tiba?" Rupanya ia tak menyadari kehadiranku.

Kucium tangannya dan ku peluk tubuhnya. Dan aku tak lagi mendengar isaknya seperti yang ku dengar tadi pagi di telepon.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post