Tadi pagi, jadwal pelajaran kelas 6 adalah Matematika. Kali ini saya ingin menerapkan suasana yang berbeda. Karena memang kemampuan anak dalam memahami konsep juga beragam. Ada yang cepat sekali dalam memahami suatu konsep, ada yang biasa tapi juga ada yang sangat lambat. Keberagaman ini kadang membuat saya nyaris putus asa jika sudah menghadapi pada anak kelompok terakhir.

Tempat saya mengajar adalah di sebuah SD di wilayah pegunungan. Hampir semua siswa hanya belajar saat berada di sekolah. Di rumah jarang sekali mereka mau mengulang mempelajari pelajaran yang sudah diajarkan di sekolah. Keadaan ini tentunya membuat anak mudah melupakan pelajaran yang sudah diberikan oleh guru di sekolah.

Seperti tadi pagi saat mengulang materi pembagian pecahan desimal. Kelompok siswa yang pertama tentu sudah menguasai konsep tersebut. Tetapi kelompok kedua dan ketiga masih kesulitan memahami konsep itu.

Saya kemudian mengambil inisiatif untuk menerapkan model tutor sebaya. Memang sudah pernah saya terapkan model pembelajaran itu tetapi hasilnya belum bagus. Sekarang saya modifikasi dengan sistem kompetisi, untuk lebih memotivasi semangat siswa dalam belsjar. Kelompok mana yang paling banyak mengumpulkan nilai benar, dialah pemenangnya.

Hasilnya sungguh tidak terduga. Memang kemajuan secara pemahaman konsep belum maksimal. Tetapi rasa empati terhadap guru menjadi luar biasa. Karena siswa tutor menjadi lebih mengerti bagaimana perjuangan gurunya dalam mengajar. Perjuangan gurunya untuk membuat siswa didiknya memahami materi pelajaran. Bahkan ada yang sampai gemes sama temannya karena berkali diajar tidak bisa terus.

Selain itu, siswa menjadi lebih aktif. Suasana kelas menjadi hidup. Dan tepuk tangan riuh terdengar saat ada salah satu kelompok memperoleh poin benar untuk siswa yang diajari.

Semoga untuk ke depannya akan lebih banyak lagi siswa yang berubah menjadi tutor bagi teman sebayanya. Banjarnegara, 20 Februari 2018