Nginang, Tradisi Unik Kita TantanganGurusiana hari ke-318
Apakah Anda pernah menjumpai orang yang mengunyah sirih atau menginang atau nginang? Saya sebut saja nginang ya, karena sudah akrab di telinga sejak kecil. Nginang merupakan salah satu tradisi yang kerap dilakukan masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah almarhumah nenek saya. Setiap hari beliau selalu nginang.
Waktu itu saya juga ikut-ikutan nginang. Bahkan sampai sekarang kadang sengaja ke rumah tetangga yang mempunyai kebiasaan nginang untuk nginang bersama. Sesekali waktu juga ke pasar untuk membeli kinang hehehe. Mula-mula rasanya getir, dan air liur bertambah banyak. Katanya sih, air liur yang dihasilkan dari nginang mengandung beragam jenis protein dan mineral yang baik untuk menjaga kekuatan gigi serta mencegah penyakit gusi. Air liura tersebut senantiasa membersihkan gisi dan gusi dari sisa-sisa makanan atau kotoran yang menempel. Jika tertelan pun juga berfungsi untuk mengikat dan melembutkan makanan. Hal ini tentu membantu memudahkan kerja sistem pencernaan. Nah ternyata nginang juga dapat meningkatkan energi. Biji pinang atau jambe yang dikunyah mengandung zat psikoaktif yang membuat tubuh memproduksi hormon adrenalin. Hormon adrenalin ini akan membuat kita menjadi lebih segar, waspada, dan membuat energi kita bertambah.
Kebiasaan nginang ternyata tidak hanya untuk dikunyah saja lho. Beberapa daerah menjadikan menginang sebagai simbol mereka. Misalnya di Papua, sirih dan bahan-bahan lainnya disajikan kepada para tamu yang datang sebagai salah satu wujud penyambutan tamu. Di daerah Sumatera, sirih juga digunakan sebagai undangan pernikahan. Caranya adalah dengan cara membawa sehelai daun sirih ke tempat orang yang akan diundang dalam acara pernikahan. Dalam upacara pernikahan, sirih dan bahan lainnya, seperti kapur, gambir, dan pinang akan diletakkan di carana, wadah yang diberi alas bersulam emas, sebagai simbol hati yang tulus dan sikap hormat.
Secara umum bahan-bahan yang digunakan untuk nginang adalah daun sirih, jambe atau pinang, kapur, dan tembakau. Masing-masing bahan tersebut memiliki makna tersendiri. Sirih menyimbolkan sifat rendah hati dan memuliakan orang lain, sebab pohon sirih memerlukan sandaran untuk hidup tanpa merusak. Pinang melambangkan keturunan yang baik, karena dilihat dari pohonnya yang menjulang ke atas, serta ada harapan mendapatkan keturunan yang baik dan sukses. Kapur dan tembakau melambangkan hati yang tabah dan rela berkorban demi orang lain.
Itulah sekilas tentang menyirih, menginang, nginang, atau kinang. Semoga tradisi unik yang kita miliki ini masih tetap bertahan. Hanya kita yang dapat mempertahankannya, bukan orang lain.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ulasannya
Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi