MASNIATI,S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Ramadhan Kelima

Penulis : Masniati, S. Pd

Tagur ke-110

Minggu, 20-03-2022

Bab 5 : Godaan Berpuasa

"Bu kenapa anak-anak juga ikut berpuasa, kan, kami masih kecil?" tanya bocah lelaki itu pada Bu Siti. Kebetulan hari itu materi pelajaran tentang berpuasa. Sebelum menjawab, perempuan itu tersenyum mendengar pertanyaan dari salah satu muridnya.

"Wah, pertanyaan yang bagus. Untuk melatih supaya kalian terbiasa. Puasa juga melatih kesabaran," jelas Bu Siti yang membuat bocah itu manggut-manggut. Iqbal pun teringat apa yang pernah dikatakan oleh sang Ibu. Bahwa berpuasa melatih supaya terbiasa dan menjadi anak yang sabar.

"Teeet...teeet...!"

Terdengar bunyi bel dari ruang guru. Bu Siti buru-buru menutup pelajaran karena waktunya istirahat. Setelah memberi penghormatan dan salam yang dipimpin ketua kelas, wali kelas satu itu melangkah keluar. Begitu juga dengan semua murid. Mereka berhamburan keluar, kecuali Iqbal yang masih sibuk membereskan buku, pensil dan peraut. Semua dimasukkan ke dalam tas. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan suara menyapa dari belakang.

"Masih puasa, Iqbal?" seorang gadis kecil berkerudung menghampiri.

"Eh, Syifa. Alhamdulillah, masih."

"Kalau kamu, bagaimana?" Iqbal balik bertanya pada teman perempuannya itu.

"Alhamdulillah, aku juga masih dan dari kemarin ful sampai waktu maghrib," cerita gadis itu antusias.

"Wah, kamu hebat! Berarti puasamu berhasil," puji Iqbal dengan mengacungkan jari jempolnya, yang membuat Syifa tersipu malu. Namun, sesungguhnya di hati dia sangat bahagia mendengar pujian dari teman sekelasnya itu.

"Aku keluar dulu, ya. Mau bermain sama Alif dan zidan," ucap bocah itu mengakhiri percakapan, kemudian melangkah keluar menuju lapangan, karena di sana Alif dan Zidan sedang bermain kejar-kejaran.

"Hei, Iqbal. Main, yuk! sapa Zidan menghampiri.

"Main apa?" tanya Iqbal mengernyitkan mata karena pantulan sinar matahari yang mulai menerpa.

"Main kejar-kejaran," terang Zidan semangat. Iqbal terdiam sejenak lalu berbicara pada keduanya.

"Maaf, kalau main kejar-kejaran aku tidak kuat, lagi puasa."

"Hem, soal itu gampang. Kalau haus, tinggal minum. Lapar, juga tinggal makan," ucap Alif enteng.

"Hus! Kecil-kecil suaranya, nanti ada yang mendengar," sela Zidan meletakkan jari telunjuk di permukaan kedua bibir.

Iqbal terheran-heran melihat tingkah laku kedua temannya yang mencurigakan. Karena penasaran, dia pun bertanya. "Maksud kalian apa? Aku tidak paham," selidik Iqbal menatap bergantian ke arah kedua temannya.

"Anu, maksudnya kalau kamu capek bermain, batalkan saja puasamu, kita ada makanan di tas," bisik Alif kepada Iqbal.

O, jadi kalian berdua tidak puasa, ya?"

"Ya, aku tidak kuat sehari tanpa makan dan belanja," terang Zidan menatap wajah Iqbal.

"Apa lagi aku, yang hobi makan," celetuk Alif bocah bertubuh gendut yang juga teman sekelas Iqbal.

Iqbal pun terdiam mendengar pengakuan kedua temannya. "Ternyata mereka tidak berpuasa," gumamnya. Dia pun memutuskan untuk tidak mengikuti ajakan mereka. Niat awal bermain, urung dilakukan karena takut tergoda bujukan Zidan dan Alif. Iqbal kemudian permisi meninggalkan keduanya tanpa menengok lagi. Alif dan Zidan hanya terdiam melihat kepergian Iqbal.

*******

"Teeet, teeet!"

"Masuk!" Teriak Syifa yang mendengar bel berbunyi, karena Iqbal berada agak renggang dari tempatnya berdiri. Anak sodik itu pun berlari mendengar seruan dari gadis murah senyum itu.

*****

Dua puluh menit jam pelajaran berlalu, Bu Siti meminta ketua kelas untuk memimpin doa, karena bulan puasa jam pelajaran dipersingkat. Setelah berdoa usai, semua murid berebut bersalaman kepada Bu Guru yang berdiri di dekat pintu kelas. Tak ketinggalan Iqbal dan Syifa. Setelah bersalaman, keduanya melangkah pulang diikuti murid yang lain di belakang. Seperti biasa, sampai di pertigaan gang kedua bocah itu berpisah.

*****

Sesampainya di rumah Iqbal langsung menghempaskan tubuhnya di atas karpet yang terbentang. Masih mengenakan seragam sekolah. Tenggorokannya terasa haus dan kering, tubuhnya lemas. Bocah itu membayangkan es buah dan kolak pisang buatan ibunya. Dengan mata terpejam, datang lagi bayangan ayam goreng dan sup kesukaannya. Iqbal menelan air liur yang terasa pahit. Tak luput pula sosis bakar dan pentol goreng menari-nari di pelupuk matanya. Lagi-lagi dia hanya menghela napas menelan air liur di kerongkongannya.

"Godaan apa lagi ini, ya allah. Tapi, kalau aku berbuka sekarang, berarti puasaku batal. Itu artinya rusak satu hari. Tidak, aku harus kuat. Kamu bisa Iqbal," berbisik hati kecilnya menyemangati diri. Dia teringat perkataan Ibunya, kalau puasa itu melatih kesabaran.

Tanpa sadar, bocah itu tertidur di atas karpet dengan tubuh terlentang. Sosok perempuan menyeruak dari kamar. Alangkah terkejutnya dia melihat bocah lelaki tersebut. Disangkanya pingsan, buru-buru Fatimah menghampiri dan meraba sekujur tubuh Iqbal.

"Iqbal, Iqbal, bangun!"

Bocah itu pun perlahan membuka mata.Tangan Fatimah membelai kepala dan menatapnya penuh iba. Iqbal masih terdiam. Wajahnya nampak pucat.

"Kalau kamu tidak kuat, berbuka saja. Ibu ambilkan nasi."

"Tidak, Bu." Iqbal menggelengkan kepala.

"Benar kamu masih kuat, Nak?" Fatimah kembali memastikan.

"Ya, Bu. Masih kuat. Iqbal tidak mau berbuka sekarang. Bocah itu masih dengan pendiriannya.

"Anak Ibu, hebat. Sabar melewati ujian puasa," puji Fatimah mendaratkan ciuman di pipi putranya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ulasan yang luar biasa keren

21 Mar
Balas



search

New Post