MASNIATI,S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Ramadhan Kelima

Penulis : Masniati, S. Pd

Tagur ke-120

Kamis, 31-03-2022

Bab 11

Namanya Juga Latihan

“Mau kemana, Syifa?" teriak Fatimah melihat putrinya berlari menghampiri dua anak perempuan berkerudung, berdiri di depan pintu gerbang. Belum sempat gadis itu menyapa kedua anak tersebut, dia membalikkan badan. Sebab, mendengar panggilan sang ibu, kemudian berlari menemuinya.

“Aku mau pergi bermain lompat tali, bolehkan, Bu?” rengek Syifa kepada Fatimah.

“Boleh, Nak. Tapi ingat, kamu sedang berpuasa, main jangan jauh-jauh dan pulang secepatnya.” Perempuan Sodik itu mengingatkan dengan tutur kata yang lembut, sembari tangannya membelai kepala Syifa.

“Baik, Bu. Terima kasih. Assalamu’alaikum,” pamit Syifa meraih tangan sang ibu lalu menciumnya. Kemudian melangkah bersama kedua temannya tadi.

“Wa'alaikum salam,” jawab Fatimah berdiri menatap punggung kecil putri kesayangannya sampai menghilang di balik pintu gerbang.

“Maaf, kalian jadi menunggu lama,” sapa Syifa pada kedua gadis yang juga sama-sama sekolah di Madrasah Ibtidaiyah NWDI (Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) Kabar. Bedanya, Tika dan Dinda sudah duduk di bangku kelas dua. “Tidak apa-apa,” timpal Dinda yang memegang sebuah karet gelang di tangannya, yang disambung memanjang. Benda itu yang akan digunakan untuk bermain lompat tali.

“Ayo, kita jalan,” seru Tika meraih tangan Syifa. Ketiganya berjalan menuju tanah kosong yang ada di belakang rumah Nenek Syifa, biasa tempat mereka bermain. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Syifa. Sekitar sepuluh rumah yang mereka lewati, baru sampai di lokasi tersebut.

Sesampainya di sana, ketiganya langsung bermain. Namun, sebelumnya mereka suit dulu untuk menentukan siapa yang pertama kali melompati bentangan karet tersebut.

“Kita suit dulu, siapa yang menang, berarti dia yang duluan main.” Dinda mengulurkan tangan ke depan.

“Oke, setuju,” ucap keduanya kompak. Syifa mendapat giliran nomor tiga, karena dia kalah suit dengan Dinda. Tika mendapat giliran diurutan pertama, sebab dia menang suit dari Dinda. Permainan lompat tali dimulai. Namun, sebelumnya tali dibentangkan dengan tangan memegang ujungnya. Dinda meraih ujung dari karet tersebut, kemudian berdiri di sebelah Timur. Sedangkan Syifa, memegang ujung karet yang satunya dan berdiri berhadapan dengan Dinda di sebelah Barat. Tika pun bersiap untuk melompati bentangan karet tersebut. Akan tetapi, lompatannya tertahan. Sebab, Syifa memegang ujung karet dengan posisi berdiri, sementara Dinda dengan badan jongkok.

“Kenapa kamu tidak jadi melompat,” tanya Syifa terheran.

“Ya, kamu kenapa, sih!” timpal Dinda merungut. Tika pun menghampiri keduanya dan menjelaskan cara bermainnya.

“Ini, posisi badanmu. Pertama duduk, kedua berdiri dan ujung karet di atas kepala, kemudian pindah ke dagu. Selanjutnya dada, terus pinggang dan terakhir lutut.” Jelas Tika sembari mempraktikkan kepada kedua teman perempuannya itu.

“O, jadi begitu. Oke, sekarang aku faham,” ujar Syifa dengan menganggukkan kepalanya tiga kali.

“Maklum kita berdua baru pertama kali bermain lompat tali,” sambungnya lagi.

“Aku kira, kalian berdua sudah tahu. Ya, tidak apa-apa. Sekarang kita lanjutkan bermain lompat talinya,” seru Tika, lalu kembali mengambil posisi bersiap dari samping kanan.

Ketiga gadis cilik berkerudung itu larut dalam bermain. Mereka begitu asyik dan sesekali tertawa bersama-sama saat salah satu gagal melompati bentangan karet. Tiba-tiba Syifa menghentikan permainannya. Dia teringat akan pesan ibunya. Anak Fatimah itu pun pamit pada kedua temannya.

“Duluan, ya. Besok kita lanjutkan lagi.” Syifa meraih alas kaki yang dia taruh dekat pohon jambu biji. Buru-buru memasangnya.

“Loh, kenapa kamu pulang, Syifa?” tanya Tika melongo.

“Ya, cepat sekali pulang. Padahal, permainan lagi seru dan aku masih ingin bermain,” Dinda menimpali.

“Maaf, aku harus pulang. Kata ibuku, aku tidak boleh terlalu lama bermain, apalagi sekarang sedang berpuasa. Tubuh kita juga butuh istirahat,” jelas Syifa menirukan perkataan sang Ibu.

“O, kamu sedang berpuasa, Syifa?” Tika menampakkan raut wajah malu dengan mata menatap ke tanah.

“Ya, Tika. Biarpun umurku masih tujuh tahun. Orang tuaku bilang, kita harus melatih diri dari sejak dini untuk berpuasa, supaya kelak kalau sudah besar, kita jadi terbiasa,” terang anak Fatimah itu pada kedua teman bermainnya itu. Wajah keduanya semakin tertunduk malu mendengar ucapan dari mulut mungil Syifa adik kelasnya. Lalu dia bicara jujur pada Syifa.

“Ka_kami berdua tidak berpuasa. Jadi malu denganmu, Syifa. Padahal usiamu lebih kecil dari kita berdua.” Tika dengan suara terbata dan kepala tertunduk.

“Kalau kamu mau, bisa kita puasa bareng besok,” ajak Syifa pada keduanya.

“Tapi, aku ragu. Jangan-jangan aku tidak kuat,” ucap Tika memelas.

“Namanya juga latihan, setengah hari juga tidak apa-apa. Kemarin aku juga begitu, kalau memang tidak kuat, aku berbuka duluan,” bujuk gadis imut yang baru berlatih puasa. Tahun ini merupakan ramadhan pertamanya, sama seperti teman sekelasnya, Iqbal.

“O, begitu. Aku pingin berlatih puasa besok. Sepulang nanti, aku akan bilang sama Ibuku,” ujar Tika dengan wajah penuh antusias. “Aku juga mau ikut latihan berpuasa, sama seperti Syifa,” timpal Dinda dengan wajah yang tak kalah semangatnya dari Tika.

“Besok kita mulai latihan berpuasa, tapi, kita berdua belum bisa doa niat dan berbuka puasa. Bagaimana ini?” tanya Dinda pada Syifa.

“Tenang, kebetulan aku sudah hafal, nanti aku bantu,” terang Syifa menepuk bahu Dinda yang berdiri di sebelah kanannya.

“Terima kasih, Syifa. Kamu baik sekali,” ucap keduanya bersamaan sambil memegang tangan gadis itu. “Sama-sama. Sudah seharusnya kita saling mengingatkan dalam kebaikan, seperti kata Bu Guru Siti,” ucap Syifa mengulang kembali kalimat dari wali kelasnya itu. Setelah mengobrol cukup lama, ketiganya pun sepakat untuk menyudahi permainan lompat tali hari itu.

“Kalau begitu, ayo, kita pulang sama-sama. Permainannya kita lanjutkan besok,” seru Dinda dengan mengalungkan karet tadi yang dia pakai bermain lompat tali ke lehernya. Dengan tangan saling bergandengan ketiganya melangkah meninggalkan tanah kosong tersebut. Tak lama, mereka sampai di depan pintu gerbang rumah Syifa. Tika dan Dinda berpamitan. Lalu ketiganya berpisah. Anak Fatimah itu kemudian membalikkan badan dan masuk ke rumahnya.

Dari arah dapur, Fatimah memanggil gadis cilik itu, ekor matanya menangkap bayangan putrinya berkelebat, karena pintu dapur terbuka lebar.

“Syifa, sudah pulang, Nak?” tanya perempuan yang sedang sibuk berkutat di dapur mempersiapkan menu berbuka sore itu.

“Ya, Bu.” Syifa menghampiri Fatimah ke dapur.

“Pulang tanpa salam,” tegur perempuan itu kepada putrinya sembari tangannya mengulek bumbu sambal goreng di cobek batu hitam.

“Maaf, Bu. Syifa lupa,” ucapnya memelas.

“Jangan terlalu sering lupa, Nak. Biasakan diri pergi dan pulang mengucapkan salam.”

“Baik, Bu. Lain kali aku tidak lupa lagi.” Syifa menyatukan kedua telapak tangannya yang ditaruh persis di depan wajah dan kepala tertunduk, seperti orang memohon pengampunan.

“O, iya, Bu. Tadi ada temanku yang mau ikut puasa. Katanya dia belum pernah sama sekali berpuasa,” cerita Syifa pada Fatimah.

“Bagus itu, Nak. Kalau ada kemauan. Meskipun seusia kalian belum wajib. Namun, melatih dan membiasakan diri dari kecil itu sangat penting,” pungkas Fatimah, lalu meraih piring di atas rak dan disusun di atas karpet. Syifa tak tinggal diam, dia juga ikut membantu ibunya menyiapkan semua peralatan makan yang dibutuhkan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren ceritanya salam literasi

31 Mar
Balas

Cerita yang menarik dan keren

02 Apr
Balas

Alhamdulillaah, keren mantap ceritanya, sehat dan sukses Bu Masniati

31 Mar
Balas



search

New Post