Husain Yatmono

Husain Yatmono fb:husain.yatmono email: [email protected] Blog: http://menulisdimedia.blogspot.com http://duniapendidikanchannel.blogspot.com ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Terhadap Kritik HTI, Pemerintah Harus Bijak dan Adil

Terhadap Kritik HTI, Pemerintah Harus Bijak dan Adil

Oleh: Husain Yatmono

(Penulis Buku: Karena Guru, Saya Bisa)

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, membuat pernyataan mengejutkan bahwa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) memiliki hubungan dekat dengan ISIS. Hal ini beliau ungkapkan saat berada di Kantor Kemenristek Dikti, Rabu (17/5/2017). "Dampak untuk Indonesia, maka kita hadapi gerakan transnasional yang jelas sangat tidak nasionalis dan tidak NKRI dan Pancasilais, dan saya menyatakan HTI termasuk memiliki hubungan dekat dengan ISIS," ujar Wiranto (https://news.detik.com, 18/5/2017)

Menurut penulis, pernyataan Menko Polhukam tersebut perlu diuji keabsahannya. Jangan menggiring opini masayrakat untuk membenarkan pernyataannya sementara hal itu masih wawasan, debatetable. Tentu saja hal ini sangat berbahaya, jika pernyataan tersebut tidak benar. Dampaknya bisa menimbulkan fitnah baru, yang semakin memperkeruh kondisi politik nasional. Sementara dari sisi pemerintah, maka kredibilitas pemerintah semakin turun di mata masyarakat

Wakil Ketua DPR Fadli Zon, mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam menindak suatu organisasi masyarakat (ormas) yang dianggap menyimpang dan bertentangan dengan dasar negara. Laku gegabah, kata Fadli, berpotensi menimbulkan kegaduhan baru di Tanah Air. https://nasional.sindonews.com, 10/5/2017).

Menurut Penulis ada tiga hal yang perlu dicermati dalam pernyataan Menko Polhukam tersebut, yaitu: tidak nasionalis dan tidak NKRI dan tidak Pancasilais. Mari kita coba kaji bersama pernyataan Menko Polhukam tersebut, secara arif dan bijaksana.

Pertama, Tidak Nasionalis. Menko Polhukam harus menjelaskan kepada masyarakat mana tindakan atau aktifitas HTI yang dianggap tidak nasionalis. Sejauh ini masyarakat menyaksikan sendiri, bahwa HTI sering melakukan demo, menggerakkan masanya yang justru untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat. Sebut saja, saat harga bahan bakar minyak (BBM) maupun Tarif Dasar Listrik (TDL) dinaikkan pemeritah, mencabut subsidi, HTI banyak menyuarakan penolakannya atas kebijakan tersebut. Karena dianggap kebijakan itu sangat menyengsarakan rakyat, tidak peduli rakyatnya yang hidup menderita. Sementara penggelolaan sumber daya minyak diserahkan ke asing. Masyarakat pun jadi bertanya, kemana HTI, saat ada kenaikkan BBM atau TDL, jika HTI tidak demo.

Beberapa kali aksi yang mereka lakukan untuk menolak liberalisasi undang-undang sumber daya alam, dengan melakukan audiensi ke sejumlah lembaga pemerintah dan DPR. Dan semua yang dilakukan oleh HTI tersebut sudah dipublikasi secara luas oleh media masa, masyarakat pun tahu itu. Lalu masyarakat pun bertanya pada sisi mana yang disebut tidak nasionalis.

Kedua, Tidak NKRI (Anti NKRI). Coba kita cermati. Beberapa saat yang lalu, di Manado ada Deklarasi, Manado Merdeka. Lalu apa yang dilakukan oleh negara, Menko Polhukam atas tindakan ini. Lepasnya Timor Timur dulu itu terjadi, siapa yang menjabat sebagai Menko Polhukamnya?. Coba kita melihat secara fair persoalan yang sedang dihadapi negara ini. Janganlah mengatasi masalah dengan menimbulkan masalah yang baru. Ormas Islam atau organisasi apapun yang ada di Indonesia berhak tumbuh dan mengkritisi kebijakan pemerintah. Hal ini harus dipandang sebagai bentuk kepedulian mereka, agar negara ini tidak jatuh ke tangan penjajah, neo imperialisme dan neo liberalisme.

Kaum Neo Liberal dan Neo Imperialis, tidak menginginkan negeri ini besar dan berdiri di atas kaki mereka sendiri untuk menggelola potensi alamnya yang luar biasa. Kaum Neo Liberal dan Neo Imperialis selalu berusaha merongsong kedamaian negeri ini dengan poltik adu domba, khususnya umat Islam. Mengapa umat Islam, karena negeri ini mayoritas penduduknya beragama Islam dan selalu digoyang dengan isu-isu sektarian. Pada akhirnya, menjadikan ormas Islam sebagai bidikan mereka, karena dianggap mengganggu kepentingan bisnis kaum neo liberalis dan kaum neo imperialis ini.

Saat Timor-Timur sedang diskenario untuk dilepaskan dari Indonesia, HTI aktif membangun kesadaran masyarakat agar mewaspadai hal itu. HTI menggalang dukungan masyarakat untuk menolak skenario lepasnya Timor-Timur dengan aksi damai di berbagai daerah, mendatangi DPR serta Lembaga pemerintah. Tidak hanya disitu, HTI juga menginggatkan akan bahaya yang sama akan terjadi pada Papua melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM). Justru hal itu dilakukan HTI, saat ormas-ormas yang menyatakan NKRI harga mati, tidak pernah bersuara. HTI tidak hanya bermain slogan NKRI harga mati, namun lebih dari itu HTI berada di garda terdepan dalam penolakannya terhadap disintegrasi bangsa.

Ketiga, Tidak Pancasilais (Anti Pancasila). Ini pula alasan yang sering dijadikan senjata untuk menghabisi lawan-lawan politik penguasa pada masa Orde Lama maupun Orde Baru. Namun justru mereka pula yang ditumbangkan oleh rakyat. Jika mereka itu adalah profil Pancasilais tentunya rakyat tidak akan melakukan perlawanan dan menumbangkan mereka. Mengapa rakyat menumbang penguasa-penguasa Orde Lama dan Orde Baru karena rakyat merasa tidak diperhatikan kesejahteraannya oleh negara. Negara banyak melayani kepentingan asing dan mengorbankan kepentingan nasional maupun kepentingan rakyat. Free port adalah salah satu contoh perusahaan asal Amerika Serikat yang telah menggangkapi tambang emas dan tembaga di pulau Papua (Irian Jaya) sejak masa Presiden Soeharto dan tetap eksis hingga sekarang. Meski beberapa kali tidak memenuhi kewajibannya kepada negara, bayar pajak, membangun smelting. Semua kebijakan tersebut dibuat oleh rezim penguasa, sementara HTI tidak duduk di parlemen, tidak berkuasa, bagaimana dibilang anti Pancasila. Namun, HTI berupaya mencerdaskan umat agar ajaran Pancasila yang disalahgunakan oleh penguasa tersebut, bisa terwujud dalam kehidupan nyata yang memberikan kesejahtaraan kepada rakyat.

Terakhir, ormas Islam, penguasa, pejabat, partai politik adalah aset negara yang harus bekerjasama saling bahu membahu untuk membesarkan negeri ini. Masing-masing memainkan perannya sesuai dengan ruang lingkup mereka. Penguasa mendapatkan amanah dari rakyat untuk menggelola negeri ini dengan baik dengan memperhatikan kepentingan rakyatnya. Janganlah mereka menjadi pelaku kepentingan pemilik modal. Sementara ormas atau elemen masyarakat lainnya, bertugas sebagai mitra pemerintah. Mereka melakukan kontrol atau pengawasan terhadap kinerja penguasa, jika menyimpang harus siap dikritik. Tujuannya agar mereka kembali ke jalan yang benar, melayani kepentingan masyarakat. Jika tidak, maka mandat tersebut bisa diminta masyarakat kembali sebagaimana rezim sebelumnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alhamdulillah...#KamiBersamaHTI

25 May
Balas



search

New Post