husni mubarrok

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
DAHSYATNYA BUKU TEMANKU

DAHSYATNYA BUKU TEMANKU

DAHSYATNYA BUKU TEMANKU

Oleh Husni Mubarrok

Dulu, kegiatan membaca, apalagi menulis kuibaratkan virus. Ia harus ku hindari sebab aktivitas ini melelahkan, menjemukan bahkan membosankan. Tidak ada sesuatu yang menarik darinya, justru aku semakin lelah dan pusing saat harus membaca, apalagi harus menulis. Bahkan untuk sekedar memulainya saja, jiwa ini serasa berat seolah-olah hendak melakukan pekerjaan berat, memeras energi dan otak, maaf seperti pekerjaan kuli bangunan dan sejenisnya. Saat itu, sama sekali tidak ada energi dan semangat dalam membaca, apalagi menulis. Memang sih, kadang aku membaca, namun aktivitas itu aku lakukan tak lebih karena status ku sebagai pelajar dan hanya bermotif untuk menggugurkan kewajiban saja, bukan karena kecintaan apalagi kebutuhan. Dan yang ku baca saat itu hanyalah buku catatan dan beberapa buku pelajaran yang sudah aku miliki dan itupun hanya beberapa saat menjelang ujian dan saat ada tugas sekolah, selebihnya sangat jarang aku melakukannya.

Ketidaksukaanku dalam membaca terus berlanjut hingga aku duduk dibangku SMA. Hingga suatu saat, takdir telah merubahku untuk sedikit mulai suka membaca dan sedikit mulai belajar menulis. Iya, saat itu aku terpilih jadi ketua OSIS di SMA. Karena statusku itulah, aku harus sedikit memaksa diri untuk mulai mencintai dunia tulis menulis apalagi dalam salah satu program kerja OSIS yang ku pimpin saat itu adalah penerbitan majalah siswa. Dalam hati kecilku berkata “Ayo, terbitkan majalah siswa di sekolahmu, apa kamu tidak malu, kalau seandainya dimasa kepemimpinanmu, majalah itu tidak terbit” bisikan hati itu terus mengelayuti pikiranku dan memaksaku untuk bekerja. Akhirnya sedikit demi sedikit ku paksakan diri ini bersama kru majalah siswa untuk mengarap naskah majalah, meski berat, lelah mendera dan kupaksakan, akhirnya majalah siswa yang saat itu bernama “FOKUS”pun terbit juga. Betapa senang dan bangga hatiku saat itu, ternyata tanpa disadari diriku telah ikut mengoreskan tinta tulisan dalam majalah itu. Sungguh aku tidak percaya, ternyata dalam diriku terbersit sebuah potensi untuk menulis. Hobi yang dulunya sangat tidak ku suka dan sangat ku benci.

Setelah lulus SMA dan kuliah, potensi kecil menulisku berangsur-angsur lenyap, seperti ditelan bumi,hilang tak berbekas. Memang saat itu, setelah lulus kuliah aku terjun di dunia pendidikan, menjadi seorang guru di sebuah lembaga pesantren. Sebagai seorang guru, sudah seharusnya dan selayaknya kegiatan membaca dan tulis menulis menjadi menu santapan di sela-sela kesibukannya. Namun fakta di lapangan tidak demikian, tidak banyak kita temukan seorang guru yang mampu mengintegrasikan kegiatan baca dan tulis sebagai menu utama dan prioritas terbesar di sela-sela aktivitasnya. Aku pun tidak menyalahkan mereka, karena saat itu aku juga tidak suka membaca apalagi menulis. Lantas bagaimana dengan potensi kecil yang dulu ketika SMA pernah kumiliki, walau hanya kuncup bunga kecil yang mulai mekar?. Entahlah, yang jelas saat itu-saat aku menjalani profesi guru-kegiatanku cuma mengajar, datang ke sekolah, mengajar anak-anak dan kalau sudah selesai menjalankan tugas, ya...pulang, demikian seterusnya. Aktivitas rutin seperti ini, berlangsung cukup lama, kurang lebih 10 tahun, sejak tahun 2004 saat aku mulai mengeluti profesi guru.

Hingga pada satu moment, ustadz Adzi yang kebetulan saat itu juga berprofesi sebagai guru dilembaga pesantren yang sama denganku mendadak jadi perbincangan dikalangan teman-teman guru. Apa yang membuat ustadz Adzi sedemikian hangat, menjadi tranding topic di sela-sela obrolan guru saat santai istirahat di kantor. Ternyata tanpa terfikir sebelumnya, beliau telah menerbitkan buku. Aku yang saat ikut menganggap ustadz Adzi sebagai guru yang biasa-biasa saja tak pernah berfikir jauh kesana, ternyata hanya mampu berdecak kagum dan geleng geleng kepala. Di satu sisi aku merasa bangga karena punya teman guru yang mampu menghasilkan karya buku, namun di sisi yang lain, betapa malunya diriku. Aku yang saat itu sudah lebih lama menjadi guru dan sudah berlebel guru bersertifikat pendidik, ternyata belum mampu menghasilkan karya buku, bahkan hanya sekedar membuat tulisan-tulisan ringan yang ditempel pada mading sekolah, akupun tak pernah melakukannya.

Akhirnya, peristiwa ini membuat diriku kembali merefleksi dan menata diri, seolah olah ada tamparan keras telah menguncang jiwaku untuk bertindak sama dengan apa yang telah dilakukan oleh ustadz Adzi itu. Awalnya ada pergolakan batin antara keinginan untuk membuat buku dengan kesadaran kemampuan rendah menulisku. Dengan dorongan kuat disertai bisikan hati yang terus menerus menampar batinku, seolah-olah ia mendorong dan membuka memori ingatanku saat tempo dulu bahwa “Kau bisa, kau mampu, bahkan engkau pernah terlibat dalam pembuatan majalah siswa fokus saat dirimu di SMA”Ungkapan bisikan ini, selalu muncul di pikiranku hingga akhirnya ku putuskan untuk mencoba.Iya, melakukan hal yang sama seperti apa yang telah dilakukan oleh ustadz Adzi.

Sebagai langkah awal, aku membeli buku karyanya. Buku itu berjudul “Muhasabah Penggugah Jiwa.” Hanya dalam waktu 3 hari, aku berhasil melalap habis seluruh bacaan dalam buku itu. Lho kok bisa secepat itu?. Begitu lah kawan, saat dorongan telah mengguncang dan disertai tekad yang kuat maka segalanya akan cepat tuntas.

Buku muhasabah penggugah jiwa, karya ustadz Adzi itu sungguh benar benar telah menggugah diriku. Bahasanya sangat sederhana sehingga mudah difahami, kemampuan si penulisnya dalam memotret setiap peristiwa dalam kehidupan nyata sehari-hari untuk kemudian diambil hikmah sebagai pelajaran hidup, sungguh luar biasa. Banyak pesan moral yang penuh hikmah tersirat dalam tulisannya. Karena itu lah berkali-kali aku membacanya. Setiap untaian kalimat yang tersusun, betul betul aku perhatikan dengan seksama sambil sesekali ku terdiam lalu membayangkan “Apakah saya juga bisa menulis seperti ini?” pikirku dalam hati.

Biasanya setelah selesai aku membaca buku itu, aku berusaha mempraktekkan untuk menulis hal yang sama meski dengan versi yang berbeda sesuai dengan kadar kemampuanku. Aktivitas ini rutin ku lakukan dalam minggu-minggu saat itu. Sesekali pula untuk mempertajam pola berpikirku dalam merangkai kalimat ketika sedang menulis, aku sering membacanya berulang-ulang lalu kusampaikan isi materi dalam buku itu di dalam setiap kesempatan kepada para siswa, seperti moment apel pagi atau kultum guru saat di masjid. Setelah kurasa cukup, bekal ini dalam memahami dan mengenali kalimat dalam sebuah tulisan, akhirnya ku mulai mencoba untuk membuat tulisan-tulisan ringan yang cukup pendek, maksimal hanya 1 lembar sesekali 2 lembar.

Awalnya memang susah, saat dipertengahan menulis biasanya ide sudah mulai habis, jemari tangan sudah terasa berat untuk melanjutkan menulis belum lagi mata sudah berat untuk diajak kompromi, inginnya berhenti lalu istirahat. Disaat itulah bisikan hati muncul kembali “Ayo, cepat menulis kembali, jangan kalah dengan temanmu itu” bisikan-bisikan itulah yang kembali memompa diriku untuk terus menulis, meski berat dan lelah mendera.

Kadang aku merasa bahwa tulisanku kok seperti ini, biasa-biasa saja setelah ku baca dan kucermati tulisanku itu. Terkadang pula untuk membuktikannya aku bandingkan tulisan yang baru saja aku buat dengan tulisan temanku dalam buku Muhasabah Penggugah Jiwa itu meski memang tulisanku tak sebagus tulisan temanku itu.

Aktivitas menulis harianku terus berlanjut, dalam satu hari biasanya aku paksakan menulis 2 halaman untuk satu tema hingga akhirnya terkumpul beberapa lembar halaman. Beberapa tulisan itu kemudian kupajang di meding sekolah dengan harapan bisa dinikmati dan dibaca oleh para siswa. Tak banyak yang membaca tulisanku, apalagi dari siswa-siswaku. Memang ada sih yang membaca, namun itu hanya segelintir saja. Meski demikian tak lantas menyiutkan nyaliku untuk tetap menulis hingga akhirnya sang penulis buku Muhasabah penggugah Jiwa menghampiriku sembari bertutur “Pak Hus, tulisanmu bagus, meski sederhana namun enak dibaca dan penuh makna, ayo lanjutkan terus menulis dan kalau sudah banyak coba kirimkan ke penerbit, nanti saya kasih tahu alamat emailnya” sembari memotivasi.

Kata-kata temanku-ustadz Adzi- dan buku hasil karyanya “Muhasabah penggugah Jiwa” inilah, yang lantas menguatkan dan menggugah jiwaku untuk terus menulis dan mencoba pula mengirimkan naskah ke penerbit. Meski aku sendiri kurang yakin kalau naskah ku dapat diterima. Setelah beberapa bulan, ternyata takdir berkata lain. Naskah buku ku yang beberapa bulan lalu ku kirim akhirnya diterima oleh penerbit. Subhanallah, sungguh bahagia dan senangnya hatiku saat itu. Sebuah tekad yang kuat disertai usaha yang terus menerus akhirnya berbuah manis. Menulis yang dulu ku anggap sebagai virus dan sangat jauh dari kata menarik, kini berubah arah menjadi sebuah kesenangan dan kenikmatan dahsyat saat aku menjalaninya. Bahkan beberapa bulan kemudian, karena rutinitas harianku dalam menulis akhirnya naskah buku yang kedua mampu ku selesaikan hanya dalam waktu kurang dari 2 bulan. Inilah sobat, saat hati dan pikiran sudah terlarut dalam samudera pena, maka kenikmatan dan kecanduan untuk terus menulis akan terus membuaimu. Sejalan dengan itu, saya masih teringat betul satu pesan dari ketua sahabat pena nusantara-ustadz M Husnaini “Ingatlah, dunia akan semakin indah dengan membaca dan menulis” bahkan sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata “Ikatlah ilmu dengan menulis” sementara Imam Syafi’i juga bertutur “Ilmu itu bagaikan hasil panen atau buruan di dalam karung, dan menulis adalah ikatannya”

Oleh karenanya, mulai saat ini, ayo indah dan indahkanlah hidupmu dengan tulisan agar hidupmu lebih berkesan. Elok dan elokkanlah hidupmu dengan berkarya agar hidupmu lebih dikenang.

Salam hangat,

Semoga bermanfaat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post