Pentigraf #7

*Ternyata bukan kopi*

Siapa yang tidak kenal kopi. Aroma dan citra rasanya bagai candu, beraneka ragam namanya, dari kopi tubruk sampai kopi selir. Bagi pecinta kopi, tak kenal waktu untuk menikmati sruputan secangkir kopi. Pagi, siang, malam kopi selalu menemani di sampingnya hingga membuat istri cemberut.

Hari ini saya merasakan sakit kepala berat seakan di tusuk-tusuk "sakit sekali", kenapa dengan kepala saya. Tak satupun pekerjaan berat yang saya kerjakan, berjalan di suhu panas juga tidak, apalagi memikirkan gaji bulanan yang tak kunjung datang. "Ahh... Ini kayaknya belum ngopi dech", ucapku sambil meremas-remas rambut. Tak menunggu lama, saya pun memesan secangkir kopi di warung sebelah rumah. Aromanya membuat aliran darah kembali menjalar ke seluruh tubuh yang tadinya sempat terhenti karena tekanan rasa sakit kepala. Kopi yang sudah aku tuang di lepek sesegera aku seruput. Sejenak kurasakan kentalnya kopi ini. Perlahan masuk ke kepala melewati pembulu darah. "Masih sakit", gumanku. Mungkin aku mengharapkan terlalu cepat reaksinya. Biarlah aku tunggu dulu.

Smartphone berada di tanganku. Malam ini aku harus menyelesaikan tulisanku, tapi belum ada ide yang muncul karena rasa sakit kepala yang belum kunjung reda. Kata demi kata kurangkai menjadi kalimat. Tak terasa satu paragraf terselesaikan sampai pada paragraf ketiga. Alhamdulillah, jadilah tulisan pentigrafku. Selesainya cerita yang aku tulis, hilang juga rasa sakit di kepalaku.

"Ternyata tulisan ini yang menghilangkan rasa sakit di kepalaku" kataku.

Pos Covid-19, 5 Juni 2020