BAKUL RETNO
“Na, turun gih beli tuh nasi kuningnya” pintaku sambil menunjuk wanita pembawa bakul yang masih sangat muda.
“Tumben bener kak mau makan nasi kuning pinggir jalan gitu, seorang dirut gituloh mau makan naskun pinggiran” ledeknya sambil tersenyum sinis
“Cepetan keluar, keburu pergi itu mbaknya” aku membukakan pintu mobil dan memburu-buru Tina membeli naskun.
Bukan tanpa alasan aku membeli naskun itu, karena aku penasaran dengan penjualnya. Sudah hampir beberapa minggu ini dan bahkan hampir sebulan aku memperhatikan dirinya. Untungnya hari ini adikku Tina ingin main ke kantorku, dengan sengaja aku melintas di jalan yang di lalui oleh mbaknya. Aku tidak berani menyapanya dan bahkan berkenalan. Setiap hari ketika aku melintas hanya memandangi wajahnya saja yang elok. Yang kutahu tidak secara langsung dari beberapa orang yang kusuruh untuk membeli nasi kuning, ia tidak hanya menjual nasi kuning, bahkan menjual lauk pauk. Setiap pagi, aku selalu melihat dirinya mengantarkan anaknya sekolah, lalu dilanjutkan dengan menjajakan nasi kuning di depan sekolah anaknya dan ke sekolah lainnya.
Hatiku berbisik tanya, dimana suaminya? Apakah ia sudah tidak punya suami? Hal tersebut yang selalu terngiang di pikiranku. Maklum saja, selama dua tahun ini aku sudah sendiri karena ditinggal oleh kekasih yang sangat kusayangi karena kecelakaan. Aku menutup diri dengan sengaja karena sedih yang teramat sangat. Kali ini, aku rasanya mulai menemukan cinta itu. Aku sudah membayangkan nantinya jika mbak yang jualan nasi kuning itu menjadi istriku, mungkin dari orang tua hingga para kolegaku akan tidak suka. Ah aku tidak peduli, yang terpenting hatiku dan diriku nyaman.
Ketika sedang asyik memikirkan semua itu, Tina mengagetkanku dengan ketukan di kaca pintu mobil yang saat itu pintu mobil terkunci otomatis. Tina menegurku karena melihatku bengong memikirkan sesuatu. Tidak ada sedikit pun kecurigaan yang terlihat dari Tina, hanya saja ia nampak bingung melihatku bengong seperti memikirkan sesuatu.
“Kak, kenapa kok bengong gitu, lagi mikirin apaan sih?” tanya Tina sambil mendekatkan mukanya kepadaku.
“Enggak kok, kamu masih kecil jadi belom tahu, nanti kakak jelasin, sini nasi kuningnya” jawabku ringan sambil meminta nasi kuning
“Nih kak, aku juga beli satu, laper lagi” dengan muka manja sambil menunjukkan nasi kuning miliknya
“Hmmm dasar, tadi bukannya udah makan yah? Dasar tukang makan” ledekku sambil mengusap kepalanya.
“Iyah kak, kan masa pertumbuhan, aku kan masih SMP” tambahnya
Setelah membeli nasi kuning, aku menancap gas mobilku. Masih dalam pikiran yang sama, aku masih penasaran kepada dirinya. Rencananya jika tidak malu, mulai besok aku ingin memberanikan diri untuk mampir dan berkenalan dengan mbak penjual nasi kuning itu. Sampai di kantor aku membuka laptop sambil menyantap nasi kuning buatannya dan membuka folder yang terisi foto-foto mbak nasi kuning itu. Foto-foto ini diambil oleh anak buahku yang dengan sengaja kusuruh dengan alasan untuk penelitian disertasiku, supaya mereka tidak curiga. Aku tidak menyangka, ada saja seorang wanita, yang bisa kubilang setengah bidadari dan manusia ini mau berjualan nasi kuning.
Decak kagum yang dulu singgah kini berganti menjadi benih-benih asmara. Aku tidak peduli dengan anaknya, akan kusayangi dia seperti anakku sendiri. Tekadku semakin bulat untuk meminangnya, tidak mungkin jika ia menolaknya, seorang tampan dan kaya pasti ia mau denganku. Setelah melihat foto-foto dirinya, aku mulai bekerja seperti biasa, menandatangi banyak file dan juga melakukan beberapa presentasi. Hingga jam menunjukkan pukul lima sore. Tina yang tadi ikut denganku, sudah pulang lebih cepat karena ada temannya yang main kerumah.
Pinggang rasanya ingin copot dan aku sekarang ingin merasakan sentuhan wanita dikala aku sedang capek bekerja. Pikiranku tertuju pada mbak nasi kuning itu, yang aku rasa sudah sangat klop dengan hatiku. Aku bergegas untuk pulang kerumah, ditengah perjalan menuju kerumah. Aku melihat seorang wanita yang membawa bakul, bakulnya kosong sepertinya dagangannya sudah habis terjual. Sore ini hujan deras dan beberapa kali ada kilat yang tergambar di langit, bakul itu, bakul yang dibawanya pernah kulihat sebelumnya, karena hujan yang begitu deras muka mbaknya tidak bergitu jelas terlihat begitupun bakul yang digendongnya. Dengan sangat yakin bahwa wanita itu adalah pembawa bakul yang kutahu, lantas langsung saja kuberhentikam mobilku disampingnya dan membuka pintu mobilku dari dalam dan mengajaknya masuk kedalam mobilku.
”Mbak ini hujan gede banget, sini masuk nanti mbaknya sakit loh” teriakku dari dalam mobil ditengah hujan deras sambil membuka pintu mobil tengah
“Gpp mas, saya udah biasa ujan-ujanan, mari mas” jawabnya sambil berlalu
“Bahaya mbak pulang sendirian, cepetan masuk saya anterin pulang” paksaku
“Iyah mas, maaf mas basah” jawabnya sambil masuk ke mobilku
Si mbak pun masuk kedalam mobilku dengan basah kuyup, agak gemetar karena kedinginan. Dengan sigap, ku matikan Ac dalam mobilku. Tanpa basa basi aku mulai menanyakan namanya dan dimana ia tinggal. Selama perjalanan kurang lebih setengah jam merupakan waktu yang sangat cepat bagiku. Setelah ku tahu namanya Retno, aku mulai menanyakan alamat tinggalnya detail. Segera kuantarkan dia pulang kerumahnya.
“Mbak kayaknya jualan setiap hari di sekolahan yah?” tanyaku mulai menyelidik
“Iyah mas, kok masnya tau yah?” tanyanya penasaran
“Iyah mbak, saya perhatikan mbak belakangan ini” jawabku lugas
“Oalah mas, kenapa mas perhatiin saya toh?” tanyanya sambil tersenyum
“Saya tertarik sama mbak, saya suka sama mbak” mengutarakan isi hati sambil menengok ke belakang.
“Masnya suka ngawur kalo ngomong, saya itu janda loh, punya anak satu pula, apa yang mas suka dari saya?” menjelaskan dan tidak percaya
“Mungkin first impression mbak, saya bisa dibilang sayang sama mbak, mau jadi istri saya mbak?” pintaku untuk menjadi istri
Melihat umurku yang matang, rasanya memang ini saatnya untuk menikah, apalagi sudah bertemu dengan wanita yang sangat kusayangi.
Sedikit tersedak, lalu Retno menjawab “Hmmm, nanti saya pikirkan lagi yah mas, mas itu didepan rumah saya, berhenti disini aja, malu kalo ketauan orang”
“Owh iyah Retno, saya tunggu jawabannya yah, ini nomor saya” menyetop mobil dan memberikan no Wa.
Di depan jendela terlihat anak kecil yang biasaku lihat, itu anaknya Retno, ia melambaikan tangan kepada Retno, pertanda bahwa keduanya bertemu. Aku membuka kaca mobilku dan melambaikan tangan ke Retno yang disampingnya berdiri anaknya. Ia membalas lamabaian tanganku, lalu kutancap gas mobilku penuh kegembiraan. Seminggu kemudian, sama seperti biasa, aku melajukan mobilku menuju kantor dengan melewati sekolah dimana Retno jualan dan sorenya aku mendapati Wa dari nomor baru, ternyata itu adalah Retno. Ia menjawab pertanyaanku bahwa ia siap untuk menikah denganku “Mas, aku mau jadi istrimu, kita ta’aruf dulu yah supaya saling mengenal satu sama lain”. Bagai tersambar petir, petir cinta, betapa senangnya, semoga Retno tidak malu dengan keluargaku, bagaimana dengan kelaurga besarku? Biarku urus dan pastinya mereka akan menyayangi Retno, seperti aku menyayanginya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Itu cuma cerita aja pak...hehehe
Hehehe jatuh cinta pada janda anak satu toh, janda juga manusia
Keren Pak