America's Got Talent. Saya sudah sering mendengar tentang acara ajang pencarian bakat di negeri paman Sam ini. Namun, saya tidak pernah menonton acara ini di tv. Sore ini, saat istirahat sore sepulang kerja, tanpa sengaja saluran tv saya nyantol di NetTV yang sedang menyiarkan acara ini. Karena tidak ada acara menarik lainnya, dengan ogah-ogahan saya menonton America's Got Talent. Bakat demi bakat ditampilkan dan saya pun semakin tertarik.

Ada bakat menyanyi dan menari (ini sudah umum), orkestra anak, puppet show dengan suara perut, dan lain-lain. Hampir semua bakat yang ditampilkan sangat keren. Namun, ada satu penampilan dari seorang pemuda berusia 20 tahunan yang berhasil menyita perhatian saya. Stand up comedy. Sebenarnya stand up comedy bukanlah hal baru. Di Indonesia akhir-akhir inipun banyak bermunculan stand up comedian yang bisa bikin ngakak. Sebut saja Mico, Yuda Keling, Eci, Ipah, dll. Akan tetapi ada yang spesial dengan pemuda Amerika ini. Dia (sayangnya saya lupa namanya) mengawali diri menjadi komedian bukan karena bakat, tetapi karena musibah yang menimpanya.

Dikisahkan, pada awalnya dia adalah seorang pemain basket handal. Dia cukup populer di sekolahnya. Kepopulerannya membuatnya menjadi satu pribadi yang sok dan menyebalkan. Suatu ketika terjadi kecelakaan. Ketika sedang bermain basket, sebuah bola basket menghantam lehernya. Diapun cedera, mengalami gegar otak dan segera dilarikan ke rumah sakit. Ketika siuman, dia harus menerima kenyataan pahit. Kecelakaan itu telah merusak beberapa saraf di pita suara sehingga memaksanya menjadi gagap bicara. Persis seperti Azis Gagap OVJ. "Sa...saya... i...ingin... ber...bercerita ten..tentang.... di...diri... sa...saya" begitulah model komunikasinya. Sungguh menyedihkan.

Dia benar-benar frustasi pada saat itu, menjadi pemurung dan menutup diri. Beruntung dia dikelilingi oleh orang-orang yang baik dan menyayanginya. Keluarga dan kekasihnya. Sang kekasih selalu menyemangatinya untuk bangkit dan tidak putus asa. Dia menyarankan untuk menggunakan kekurangannya itu sebagai kelebihan, sebagai bakat baru, komedian misalnya.

Akhirnya, pemuda itu mengasah diri menjadi stand up comedian. Stand up comedian gagap tepatnya. Dia manfaatkan kegagapannya menjadi sesuatu yang lucu. He did it. Dia benar-benar berhasil. Penonton di studio (dan saya di rumah) terpingkal-pingkal menyaksikan aksi lucunya di panggung.

Ke empat juri pun ikut terkesima. Mereka kompak memberi "four yesses" untuknya. Bahkan Howie, salah seorang juri, menekan tombol emas yang artinya dia bisa langsung tampil di Radio City Music Hall tanpa harus melewati babak-babak berikutnya. Menurut Howie, kegigihannya mengubah musibah menjadi berkah benar-benar menginspirasi. Dia berhasil mengambil cahaya dari dunianya yang gelap.

Ada pesan moral yang bisa kita ambil dari kisah ini. Musibah bukan akhir dari segalanya. Selalu ada hikmah dari setiap kejadian. Semua terserah kita. Apakah mau frustasi dan merintih menyesali nasib ataukah bangkit dan berjuang membangun dunia baru. Dia mana ada kemauan, di situ Insya Allah terbuka jalan. Tuhan tidak akan menguji di luar batas kemampuan makhluknya. Kita yang menentukan, ingin lulus ujian dan jadi pemenang atau larut dalam keadaan untuk jadi pecundang selamanya. Pilihan ada pada kita.