Icha Hariani Susanti

Icha adalah alumni Unesa yang sekarang menjadi guru bahasa Inggris di SMPN 4 Bojonegoro. Sebelumnya, selama belasan tahun dia pernah mrngabdi di SMPN 2 Kedungad...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menyulap Kelas Kumuh Menjadi Kelas Literasi

Menyulap Kelas Kumuh Menjadi Kelas Literasi

Tahun pelajaran 2012/ 2013 menjadi tahun yang sangat berkesan bagiku. Kala itu aku ditunjuk menjadi wali kelas IXA. Jlebb...aku menelan ludah begitu membaca daftar nama siswa kelas XIA yang diberikan padaku. Di garda depan tertera beberapa nama jagoan sekolah seperti Avif, Yunta, Royanul, Aldi, David, dan Andrian. Trouble maker...tiba-tiba saja itu yang terlintas dalam benakku. Ditambah lagi, kondisi fisik kelas yang harus aku kelola, jauh dari kesan layak. Kondisi IXA yang berada tepat di depan lapangan dan di sebelah kantin sekolah sungguh memiriskan. Dinding jebol di sana sini. Kualitas tembok yang komposisinya lebih banyak kapurnya ketimbang semen membuat debu yang berasal dari dinding yang terkelupas selalu mengotori lantai kelas. Kondisi lantai pun tak jauh beda, keramik putih banyak yang retak dan merekah, bahkan beberapa di antaranya sudah hilang entah kemana. Benar-benar kumuh!!! OMG.... What should I do?

Namun aku tak mau berlama-lama terkesima. I made up my mind. Segera aku menemui anak-anak IXA, memperkenalkan diri sebagai wali mereka, dan mulai menyusun strategi bersama mereka. Tak lupa aku memotivasi mereka agar tidak minder dan putus asa karena mendapat jatah kelas terjelek.

“Kita akan sulap kelas kita menjadi kelas yang nyaman dan menjadi idaman setiap siswa” begitu caraku menyemangati mereka. Langkah pertama yang aku tempuh adalah menyusun pengurus kelas: ketua kelas, wakil, sekretaris bendahara, tim 9K, dan piket kelas. Sengaja aku pilih para “jagoan” kelas menjadi tim Ketertiban dan Keamanan agar mereka tidak membuat onar di kelas. Selain itu, aku membentuk tim pengurus perpustakaan dan mading kelas. Mengapa harus ada perpustakaan dan mading kelas? Ini semua masuk dalam strategiku untuk meredam kebandelan anak-anak –khususnya anak laki-laki, memperindah kelas dan mengenalkan mereka pada literasi.

Beberapa siswa lak-laki di kelas IXA terkenal reputasinya sebagai anak-anak bandel (aku lebih suka menyebut mereka kelebihan energi) ketika mereka duduk di kelas VIII. Sepak bola, berantem bahkan sesekali memecahkan jendela ruangan adalah hal biasa bagi mereka. Dan aku ingin mengurangi aktifitas mereka yang berlebih ini. Untuk itu aku memutuskan untuk membuat perpustakaan kecil di sudut kelas. Aku pun menunjuk beberapa anak –Lutfitriana, Khusnul A’liyah, Feri, dan Wahyu sebagai tim penanggung jawab perpustakaan kelas.

Langkah pertama yang aku lakukan adalah meminta mereka membuat rak kecil dari bambu sebagai tempat buku. Bambu banyak tersedia di desa kami sehingga aku yakin tugas membuat rak bambu tidak akan terlalu membebani mereka. Selain rak, aku juga butuh karpet kecil sebagi alas anak-anak untuk membaca sambil lesehan atau bahkan tiduran. Yang ini pun tidak terlalu merepotkan. Aku punya beberapa lembar karpet di rumah. Aku bawa selembar saja lalu aku taruh di belakang kelas, di dekat rak buku. Aku minta beberapa anak lelaki untuk memasang lakban pada karpet itu agar karpet tidak “lari” kemana-mana.

Langkah selanjutnya adalah penyediaan buku. Hal ini pun bukan masalah bagiku. Di rumah aku punya beberapa koleksi buku lama yang bisa aku pinjamkan untuk perpustakaan mini ini. Komik-komik Naruto, Crayon Sinchan, Dragon Ball, majalah-majalah islami, buku-buku pengetahuan anak-anak (yang ini koleksi anakku), novel-novel KKPK, Ayat-ayat Cinta dan sejenisnya, bahkan novel lama Lupus pun memenuhi rak buku di perpustakaan mini kami. Sesekali aku pinjam beberapa buku di perpustakaan sekolah untuk aku pajang di sini. Perpustakaan mini kami pun siap sudah. Tak jarang aku membeli buku-buku obral yang menurutku masih sesuai dengan selera murid-murid. Semua aku beli dari kocekku sendiri, bukan dari dana sekolah. It’s ok, yang penting rencanaku bisa berjalan dengan lancar.

Berikutnya adalah membuat mading (majalah dinding) kelas. Untuk itu aku menunjuk beberapa siswa yang menurutku lumayan kreatif untuk menjadi tim pengembang mading kelas. Mereka yang ada di tim ini adalah Mita Nur, Sa’adatur Rohmah, Amrullah, dan Eko. Bersama-sama kami mempersiapkan mading kami. Aku beri mereka beberapa kertas asturo dan print out susunan pengurus kelas. Aku menginstruksikan mereka untuk memasang kertas-kertas itu di dinding yang berlubang, menutupi lubang yang menganga. Lalu aku juga memberi mereka beberapa cerpen dan catatanku serta cerpen-cerpen Harun Yahya yang aku donlod dari internet. Aku memang suka membaca cerita anak-anak karya Harun Yahya karena selalu dikaitkan dengan ayat-ayat Al Qur’an serta penuh dengan pesan moral, dan aku harap murid-muridku pun bisa mengambil pesan moral dari kisah-kisah yang aku berikan itu. Aku meminta mereka menempel tulisan-tulisan itu sekaligus menghiasi dinding-dinding bolong dengan kisah-kisah yang menarik. Setiap dua minggu sekali aku mengganti kisah-kisah yang tertempel di dinding dengan kisah-kisah yang baru. Cukup kreatif, kan? Tak lupa aku beri ruang khusus yang aku beri nama Nine-A Corner. Nah, di sinilah tersedia ruang yang cukup untuk murid-muridku mengekspresikan diri. Aku beri kesempatan pada mereka untuk memajang karya mereka, apapun bentuknya, tentu tidak boleh asal tempel tapi harus lewat tim Mading dulu. Secara berkala tim mading akan mengganti karya-karya yang sudah lama narsis di dinding dengan karya-karya baru dari teman-temannya.

Akhirnya perpustakaan mini dan mading kelas kami benar-benar telah siap. Seperti yang sudah aku bayangkan, perpustakaan ini benar-benar bisa meredam kebandelan murid-muridku. Kini, jika ada jam kosong, mereka tidak berkeliaran keluar kelas. Mereka lebih memilih tiduran dan lesehan di perpustakaan kami sembari membaca buku-buku yang tersedia. Tidak ada lagi anak-anak yang berkeliaran atau bermain bola di jam kosong, tidak ada lagi kaca jendela pecah karena ulah liar mereka. Dan yang paling aku suka, aku bisa mengenalkan mereka pada bacaan-bacaan yang tidak pernah mereka sentuh sebelumnya. Aku senang sekali karena mereka sekarang menjadi sedikit lebih “kota” :D

Mading kelas pun tak luput dari sasaran kreatifitas mereka. Sejak aku beri ruang di mading, murid-muridku yang semula kurang percaya diri, kini menjadi sedikit lebih pede. Mereka mulai berani berekspresi dalam bentuk puisi, cerpen-cerpen sederhana bahkan gambar-gambar kartun pun sering aku lihat menempel di mading Nine-A.

Sejak adanya perpustakaan mini dan mading kelas, murid-muridku benar-benar menjadi lebih terkendali, kreatif, dan ekspresif. Bahkan pada saat peringatan HUT Kemerdekaan RI kami dapat bonus lebih. Kelas kami terpilih menjadi kelas paling bersih dan kreatif. Bayangkan, betapa bangganya kami. Seperti kata pepatah, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Dari kelas terburuk dan terhancur, kami bisa menyulapnya menjadi sebuah kelas literasi dan kreatif, bahkan dinobatkan menjadi kelas terbersih. Sebuah penghargaan yang pantas kami terima setelah kerja keras kami selama ini.

Tuban, 5 April 2014

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanalloh..., mantabbbb...luar biasa Bunda. Baarokallah.

07 Mar
Balas

Terimakasih bunda.... Hanya sekedar berbagi pengalaman yg pernah sy lalui kok. Kali aja ada yg lbh kreatif utk mengembangkan dan dishare di blog ini. Thanks for stopping by...

07 Mar



search

New Post